Seputar Bali

MDA Denpasar : Kejaksaan Mesti Hati-hati Tangani Kasus LPD

DENPASAR, lintasbali.com – Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar A.A Sudiana mengimbau kepada Kejaksaan agar hati-hati menangani kasus Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

Hal ini disampaikan, mengingat modal LPD tidak sepenuhnya bersumber dari negara. Bahkan ada berapa LPD tidak sama sekali memakai uang negara. Kalaupun ada, dana bantuan yang diterima berupa dana stimulus. Keadaan ini menurut pihaknya perlu diluruskan, bahwa LPD juga bukan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Anak Agung Sudiana, Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar

“Kejaksaan mesti hati-hati menerima pengaduan dari masyarakat tanpa menyertakan persetujuan dari Bendesa Adat dan Prajuru Desa Adat dan juga Majelis Desa Adat karena LPD bagian dari Desa Adat. Disini ketika memasukkan hukum positif ke ranah hukum adat mestinya kan harus berkoordinasi,” terang A.A Sudiana selaku Bandesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar kepada wartawan, Sabtu (11/12/2021)

A.A Sudiana menjelaskan, ketika dulu tahun 1984 pendirian LPD pertama kali diberikan dana oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan dana ini dianggap sebagai dana saham dari Pemda. Sehingga diartikan sebagai keuangan daerah atau keuangan negara. Pengelolaan dana itu sebenarnya menurut pihaknya adalah stimulus guna mendorong kegiatan usaha ekonomi.

“Ketika LPD tidak mampu mengelola dana itu tidak bisa dikatakan dana saham atau dana hibah atau sebagainya. Surat Keputusan (SK) No. 972 tahun 1984 ini yang sering dikaitkan, kesannya LPD itu seluruhnya menggunakan uang negara padahal sejatinya tidak demikian. Sebaiknya duduk bersama dengan desa adat dan majelisnya untuk melihat masalah. Apakah kasus tersebut sepenuhnya bisa diselesaikan dengan hukum positif atau tidak,” singgung A.A Sudiana.

Namun A.A Sudiana tidak menapik adanya beberapa kasus penyimpangan dana LPD dilakukan pengurus. Sebisa mungkin agar diselesaikan terlebih dahulu di dalam Kertha Desa. Digodok dulu masalahnya. Jika di tingkat desa belum selesai bisa masuk ke MDA Kecamatan, masuk ke Majelis Kabupaten/Kota atau Majelis Provinsi. Disinilah bersifat final dan mengikat. Jika belum, baru ke dalam hukum positif.

BACA JUGA:  Kampanye di Seririt, Wayan Koster Mendadak Minta Stop Sejenak, Alasannya Bikin Sejuk Hati dan Damai

“Semestinya ada penghormatan dulu, penghargaan kepada yang namanya sengketa LPD masuk dulu ke kategori masalah adat. Ini sebagai suatu penghormatan bahwa lembaga adat diberikan pengakuan. Jangan langsung ditarik ranah hukum positif. Kita harus punya persepsi yang sama dalam rangka melindungi LPD yang merupakan lembaga ekonomi berkontribusi kepada pembangunan desa adat. Karena desa adat benteng penguatan tatanan ekonomi Bali,” pungkasnya.

Tim Hukum Bali Metangi Jro Komang Sutrisna, S.H mengatakan, LPD merupakan lembaga keuangan komunitas di bawah desa adat dibentuk dan dikelola oleh kesatuan masyarakat hukum adat di Bali. LPD diatur berdasarkan Pasal 18 UUD 1945. Landasan hukum LPD adalah Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan produk legislasi daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota di Bali.

“Dasar hukum operasional LPD adalah hukum adat. Hukum yang dibentuk komunitas masyarakat hukum adat di Bali sering disebut “Pararem”. Dikuatkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor. 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa dan Peraturan Pelaksananya dengan Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 44 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa,” papar Jro Komang Sutrisna.

Seringkali tanpa disadari kata Jro Komang Sutrisna, sikap dan perilaku tanpa kehati-hatian pada penanganan kasus LPD bisa mengancam keberadaan LPD itu sendiri sebagai lembaga keuangan komunitas dalam upaya pengembangan fungsi-fungsi sosio-ideologis, sosio-kultural, dan sosio-religius kehidupan masyarakat adat di Bali.

“LPD merupakan gantungan nyawa
pemeliharaan kebudayaan Bali selama ini ditanggung penuh masyarakat desa adat. Beban biaya itu dicoba dipecahkan dengan membentuk LPD. Sangat wajar jika SK Gubernur Bali No. 972 Tahun 1984 ditinjau ulang kembali dan berapa pasal dilakukan revisi. Pariwisata Bali bergantung kepada kebudayaan Bali, kebudayaan Bali bergantung kepada kesatuan masyarakat hukum adat, dan kesatuan masyarakat hukum adat bergantung kepada LPD,” jelasnya. (Tim)

Post ADS 1