Seputar Bali

Mengelola Pariwisata Harus Bijak bukan Panik

DENPASAR, lintasbali.com – Pernyataan Gubernur Bali terkait penutupan kawasan gunung-gunung di Bali sebagai kawasan aktifitas pendakian mendapat berbagai tanggapan dari berbagai pihak. Dihubungi melalui telepon, Kamis, 1 Juni 2023, salah seorang pelaku pariwisata di Bali menyampaikan pandangannya bahwa mengelola pariwisata harus bijak bukan panik.

“Pariwisata itu industri menikmati dan keramahtamahan yang mana aktivitasnya adalah mengunjungi destinasi yang diminati. Harusnya pemilik destinasi berbangga jika banyak yang mengunjunginya. Kami setuju bahwa wisatawan harus menghormati kearifan lokal setempat namun harus mencatat juga bahwa pihak terkait juga harus menyadari apakah regulasi tertentu sudah relevan dan diterapkan dengan baik? Agar jangan ada kesan kepanikan yang mana sebenarnya adalah akibat pihak regulator dan masyarakat terkait tidak siap akan kemungkinan dampaknya,” kata I Ketut Swabawa.

Swabawa mengatakan belum mendengar atau mengetahui secara langsung perihal adanya pernyataan Gubernur Bali yang melarang pendakian gunung di Bali.

“Oh gitu ya? Mendaki gunung itu salah satu special interest tourism di dunia, bahkan masuk luxury activities sebagai gaya hidup masyarakat global. Ya sayang sekali jika hal itu dilarang dalam kondisi Bali memiliki gunung berapi yang indah-indah untuk dijelajahi,” imbuhnya.

Ia juga mengusulkan seharusnya elemen regulasi yang dibenahi agar relevan dengan aspek kesucian kawasan (parhyangan), manfaat ekonomi bagi masyarakat (pawongan) dan kelestarian kawasan itu sendiri (palemahan).

“Tri Hita Karana itu luar biasa sekali bahkan masuk sebagai bagian dari Global Code of Ethic in Tourism yang dideklarasikan pada kegiatan APEC Summit 2013. Jika ini diterapkan dengan pengelolaan di lapangan yang baik kami yakin akan tetap menciptakan keseimbangan dan harmonisasi ketiga aspek tersebut,” tambahnya.

Menurutnya, tata kelola pariwisata bukan hanya dominan pada larangan (regulasi mutlak dari pihak otoritas) namun juga sistem manajemen dan kelembagaan.

BACA JUGA:  Dandempom IX/Denpasar Resmi Dijabat Letkol Cpm I Gusti Ngurah Bagus Chrisna Putra

“Sebagai destinasi pariwisata, kawasan gunung bisa dijaga kesucian dan keasriannya dengan sistem tata kelola yang implementatif sesuai kebijakan dan standarisasi pengelolaan. Indonesia punya sertifikasi kompetensi bagi pemandu wisata pendakian, pengelola objek wisata, sertifikasi usaha atraksi wisata, sertifikasi pariwisata termasuk destinasi pariwisata berkelanjutan berbasis standarisasi dari Global Sustainable Tourism Council, dan yang terbaru sertifikasi CHSE bagi destinasi pariwisata termasuk objek wisata yang didalamnya ada unsur kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan. Kita tidak tahu apakah Pemprov Bali sudah mengecek elemen-elemen tersebut apa telah diterapkan di destinasi termasuk aktifitas pendakian ya ? Jika tidak atau belum maka sebaiknya jangan panik dengan statement menutup aktifitas pendakian,” kata pria yang juga menjabat Ketua Umum DPP Association of Hospitality Leaders Indonesia (AHLI) periode 2021-2026 tersebut.

Di akhir pembicaraan Swabawa sempat menyampaikan bahwa pariwisata Bali membutuhkan sistem pengelolaan pariwisata yang berorientasi pada “think global, act local“.

“Kan harus adaptasi dan inovatif ya , jangan mengambil langkah mundur lah. Penyelamatan dan perlindungan tidak harus panik lah, lihat dulu standarisasi elemen-elemen yang sudah ada secara nasional seperti apa. Orang pariwisata seharusnya paham hal tersebut. Karena industri ini rentan, salah dikit dampaknya panjang dan wisatawan bisa lari ke destinasi lain,” pungkasnya. (AR)

Post ADS 1