Seputar Bali

Antisipasi Pelanggaran Jalur Hijau, Ketut Wisna : Pengembang Harus Ada Izin Desa Adat

DENPASAR, LintasBali.com – Maraknya pelanggaran jalur hijau di Kota Denpasar makin merajalela. Banyak jalur hijau mulai dibangun oleh beberapa pengembang. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah Kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luasnya minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa luas RTH dialokasikan 10% untuk RTH privat dan 20% lainnya untuk RTH publik.

Hal tersebut disampaikan I Wayan Sutita, SH, Praktisi Hukum Agraria ketika dimintai pendapat mengenai maraknya pelanggaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jalan Sedap Malam, Gang Titi Batu, Kesiman, Denpasar Timur. Ia mengatakan pemerintah dan aparat terkait harus tegas memintanya.

I Wayan Sutita, SH, Praktisi Hukum Agraria dan Mantan BPN Kabupaten Gianyar dari Wayan Dobrak Law Office Denpasar

“Maksudnya begini, pelanggaran ini terjadi mungkin saja ada indikasi KKN. Mungkin saja ada oknum yang melonggarkan regulasi, sehingga pelanggaran marak terjadi. Jadi, dalam hal ini mereka (Pemkot Denpasar, red) harus tegas menertibkan, agar jalur hijau ini tetap terjaga keberadaannya, kata Wayan Sutita saat ditemui di Denpasar pada Rabu, 7 Juni 2023.

Menurut Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami maupun yang sengaja ditanam.

Dari segi fungsi, sudah jelas ruang terbuka hijau (RTH) memiliki fungsi krusial sebagai penyedia oksigen kota. Selain itu, ruang terbuka hijau juga memiliki fungsi tambahan yang penting bagi kesehatan masyarakat kota, yaitu sebagai sarana rekreasi, media belajar, dan peredam kebisingan kota.

BACA JUGA:  Sing Main-Main! Suara Lantang Ipung Kisruh Lahan Jalan Serangan

“Harus dicek semua itu. Masyarakat juga harus sigap memantau, menghindari sesuatu yang memusuhi! Apalagi itu Jalur Hijau. Lama-lama bisa habis ini tanah Bali dikuasi pelanggar,” tegasnya.

Disisi lain, I Ketut Wisna, Bendesa Adat Kesiman saat ditemui di ruang kerjanya menyampaikan bahwa siapapun pengembangnya yang ingin membangun di wilayah Kesiman, mulai diperketat. Ia menyampaikan sebagian besar lahan di wilayah Desa Kesiman adalah lahan hijau. Dua tahun terakhir semuanya sudah di perhatikan.

I Ketut Wisna (JMW) Bendesa Adat Kesiman Denpasar

“Sekarang kami ketat. Kalau ada pengembang, harus ada izin dari Desa Adat. Harus ada informasi ke Desa Adat, karena nanti takutnya ada kaitan dengan Kelian Subak, Pura terlalu dekat, Jelinjingan dan Tukad. Secara hak milik kami tidak menyentuh, tapi terkait dengan fasilitas dan wewidangan, kami perketat. Sehingga jika ada pengembang dan aman, silahkan jalan di wilayah masing-masing,” kata JMW (Jero Mangku Wisna) sapaan akrabnya saat ditemui Wartawan LintasBali.com pada Selasa, 9 Mei 2023.

JMW juga memperkirakan bahwa lokasi tersebut, Jalan Sedap Malam Gang Titi Batu, Denpasar, adalah kawasan P1 (pertanian), itu dilarang untuk dibangun. Hal tersebut juga sesuai dengan yang disampaikan sebelumnya oleh Kabid Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Denpasar, Putu Tony Marthana. JMW menyebut, pengembang di wilayah Gang Titi Batu dalam dua tahun terakhir jika ingin melakukan aktivitas pembangunan di wilayah kesiman harus mendapat izin dari Desa Adat.

Sementara itu, I Wayan Mariyana Wandhira, ST, Wakil Ketua DPRD Denpasar saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Senin, 12 Juni 2023 terkait pelanggaran Ruang Terbuka Hijau di wilayah Desa Adat Kesiman, belum bisa dimintai pendapatnya. (AR)

Post ADS 1