Seputar Bali

Babak Baru Kasus Tanah Badak Agung, Pelapor Harapkan Polda Bali Objektif

DENPASAR, lintasbali.com – Maraknya sengketa tanah di Bali saat ini menjadi perhatian Pemerintah dan menjadi permasalahan yang kompleks di masyarakat. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang. Hal tersebut menuntut perbaikan dalam bidang penataan dan penggunaan tanah untuk kesejahteraan masyarakat dan yang terutama kepastian hukum didalamnya.

Seperti contoh kasus antara Nyoman Suardana dengan sejumlah Pengempon Puri Satria Denpasar yang sampai saat ini belum selesai terkait
di Jalan Badak Agung, Renon, Denpasar terkait sengketa tanah yang berlokasi di Jalan Badak Agung, Renon, Denpasar.

Nyoman Suarsana Hardika (kanan) didampingi kuasa hukumnya, I Made Dwiatmiko Aristianto (kiri).

Nyoman Suarsana ketika ditemui di lokasi sengketa tanah pada Senin, 26 Juni 2023 berharap pihak kepolisian dalam menangani kasus ini bersikap profesional dan tidak berat sebelah sesuai dengan laporan yang telah dilakukannya ke Polda Bali terkait adanya dugaan penipuan dan pemberian keterangan palsu oleh Para Pengempon Puri.

“Saya selaku pihak yang dirugikan dalam hal ini, berharap Polda Bali bisa professional dalam menanganinya. Kalau mereka (Pengempon Puri Satria, red) menyangkal ini penipuan, silahkan, biar yang berwenang membuktikan nanti, yang jelas saya merasa tertipu,” kata Nyoman Suarsana Hardika didampingi kuasa hukumnya, I Made Dwiatmiko Aristianto.

“Sembilan tahun saya menunggu, sampai sekarang tidak ada kejelasan soal sertifikat tanah yang dijanjikan keluarga besar Puri Satria. Ada apa dengan ini?,” jelasnya.

Atas laporannya ke Polda Bali sesuai dengan Laporan Polisi (LB) nomor: LP/B/120/III/2023/SPKT/POLDA Bali tertanggal 8 Maret 2023 lalu, Nyoman Suarsana melaporkan 21 Pengempon Puri Satria Denpasar berinisial AANOR, AAGNP, AAGA, AANMM, AANBB, AANR, AANAT, AASAJG, AANAAP, AANAK, AAARS, AABR, AAGDD, AANGAJ, TNPW, TND, TNBA, TNAA, AASIAWG, CGP, dan CNPA, atas dugaan Tindak Pidana TP 378.

BACA JUGA:  Warga 'Kolok' Bengkala Buleleng Terima Bantuan Sembako dari ACT Bali

Diceritakan Suarsana, sengketa berawal dari transaksi dua bidang tanah yang dilakukan kedua belah pihak. Namun, hanya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5671 seluas 11.671 meter persegi yang sudah beres, dan sertifikatnya sudah atas namanya sendiri. Namun bidang tanah lainnya seluas 6.670 meter persegi dengan SHM Nomor 1565 masih bermasalah dan berujung pada sengketa.

Adapun harga bidang tanah SHM 5671 sebesar Rp400 juta per meter persegi, dengan total nilai jual lebih dari Rp46 miliar dan SHM Nomor 1565 seharga Rp450 juta per arenya, dengan nilai total lebih dari Rp23 miliar. Bidang tanah SHM 5671 disebutkannya sudah lunas, sedangkan SHM 1565 sudah diberikan uang muka sebesar Rp3,8 miliar. Namun, pelunasan SHM 1565 saat ini belum dilakukan karena sertifikat belum tak kunjung diserahkan pihak Puri.

“Saya sudah ajukan somasi pertama pada November 2022, masih tak digubris. Sehingga kita lanjut ke pelaporan Polda atas dugaan penipuan,” imbuhnya.

Suarsana menambahkan, objek yang menjadi masalah adalah Tanah Laba Pura Merajan Satria, pada tahun 1998 sempat ada gugatan dari pihak Budhi Moeljono (pihak ketiga, red) dengan pihak pangempon Laba Pura Puri Satria Denpasar, diketahuinya juga sudah ada putusan pengadilannya.

Perjalanannya, kembali lagi ada gugatan dari pihak Moeljono, juga perlawanan dari pihak Pengempon Puri di tahun 2004, hingga ke tingkat Kasasi, belum usai perkara antara Puri dan Moeljono, pihak Puri di tahun 2014 lalu menjual tanah yang masih dalam sengketa tersebut kepada Suarsana.

Dengan dasar kepercayaan kepasa pihak Puri dan Notaris selaku pembuat akta otentik, Suarsana pun bersepakat dengan pihak pangempon Laba Pura Merajan Satria Denpasar, karena awal dirinya merasa tak ada masalah dan langsung menandatangani akta perjanjian jual-beli yang dilakukan di hadapan Notaris Wayan Setia Darmawan SH pada 15 Agustus 2014 lalu.

BACA JUGA:  Sekaa Teruna Teruni Gianyar Siap Coblos Paslon Nomor 2, Ingat Jasa Koster Izinkan Parade Ogoh-ogoh

Pihak pengempon dikatakannya sepakat dari total luas tanah 6.670 meter persegi terhadap SHM Nomor 1565 seluas 6.670 meter persegi. Sebanyak 1.445 meter persegi akan digunakan sebagai jalan oleh Pak Nyoman Suarsana sebagai pembeli, sehingga pembayaran ke pihak pangempon hanya seluas 5.225 meter persegi.

Namum, disaat penandatanganan perjanjian jual-beli pihak pangempon sempat menyatakan jika SHM 1565 hilang, dan akan segera menerbitkan sertipikat pengganti hilang. Hingga sampai tahun 2022 pihak Pengempon dikatakan belum juga menunjukan sertipikat tersebut ke notaris. Puncaknya, Suarsana dikagetkan dengan kedatangan pihak lain, yang tidak dikenal memperkenalkan diri bernama Hartanto, saat itu didampingi Tjokorda Jambe Pemecutan sebagai salah satu Pengempon Puri Satria saat itu, Hartanto menyebut bahwa sertifikat yang diperjanjikan tersebut saat ini dipegang oleh Hartanto.

Atas adanya pengakuan tersebut, membuat Suarsana merasa di bohongi, Suarsana juga sudah berkali-kali mempertanyakan penyelesaian masalah ini kepada pihak Pengempon, namun tidak pernah ditanggapi. Hingga, somasi pun dilakukannya kepada pihak Pengempon, dimana menurutnya Pengempon juga tidak ada etikad baik untuk mencari solusi penyelesaian masalah tersebut secara kekeluargaan.

“Harapan saya tetap itu supaya secepatnya terselesaikan dan saya mendapatkan hak saya sesuai dengan ini. Dan kita pun bisa menyelesaikan kewajiban kita sisa pembayaran itu,” imbuhnya.

Sementara itu, diberitakan sebelumnya, salah satu Pengempon Puri Satria yang juga terlapor dalam kasus ini, Drs. Cokorda Ngurah Bagus Agung membenarkan adanya pemeriksaan oleh Penyidik Polda Bali. Dirinya mengatakan juga sudah melakukan pertemuan kepada pihak Nyoman Suarsana untuk melakukan mediasi, tetapi belum menemui penyelesaian.

“Saya mengetahui saat usaha untuk berdamai, nah seminggu ini karena damai yang kita niati, tentunya atas kedua belah pihak terkait. Nyatanya, itu belum ketemu damainya, sehingga saya tidak mau lanjut mengurus itu. Dari pihak semeton sementara ini menyerahkan kepada konsultan hukum, belum mencari pengacara. Belum menemui ujungnya, karena kami berbanyak orang dan kuasa damai itu diminta kita untuk bernegosiasi sebelum penandatanganan, di sana oleh pihak lawan tidak diberikan nego sebelum ada surat kuasa,” imbuhnya, saat dikonfirmasi langsung melalui telepon, Kamis, 22 Juni 2023 lalu.

BACA JUGA:  Hasil Penelitian UNUD, Gubernur Koster Perketat Penggunaan Plastik sekali Pakai

“Saya kenal (Pak Nyoman Suarsana, red) setelah ada transaksi. Kedua belah pihak, sebenarnya tidak ada masalah, ini kan karena ada pihak ketiga (Pihak di Solo, red). Itu saja yang bisa saya sampaikan, supaya diinternal keluarga saya tidak salah,” tutup Cok Bagus.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, saat dikonfirmasi terkait adanya pelaporan dari pihak Nyoman Suarsana Hardika, membenarkan hal tersebut.

“Sudah melapor, nanti kita akan melakukan penyelidikan lah. Memanggil saksi-saksi, atau yang pertama yang kita pelajari, kemudian memanggil saksi-saksi,” papar Sarake Bayu melalui sambungan telepon pada Jumat, 23 Juni 2023. (LB)

Post ADS 1