DENPASAR, lintasbali.com – Sebagai pengujung dari akhir siklus kalendar Bali adalah ritual pemujaan kepada Dewi Saraswati (Saniscara Kliwon Watugunung). Dewi Saraswati adalah simbol kemuliaan dan bermakna turunnya ilmu pengetahuan bagi umat manusia di Bali. Selanjutnya, mengawali siklus kalendar lokal di Bali ini dimulai pada hari redite (Minggu) dengan perayaan hari suci yang disebut Banyupinaruh.
Berturut-turut kemudian pada dina soma (Senin) dengan hari Soma Ribek dan dina anggara (Selasa) dengan Sabuh Mas serta dina buda (Rabu) tepatnya Buda Kliwon Sinta, dikenal dengan perayaan besar dan hari suci Pagerwesi. Hari besar dan suci ini jatuh mengawali proses kehidupan manusia Hindu di Bali.
Pada perjalanan hari selanjutnya, jatuh pada hari Sabtu, tepatnya dalam kalendar Bali adalah Saniscara Kliwon Landep. Hari ini merupakan hari istimewa, suci, keramat, serta penuh dengan ritual dalam rangka memohon keselamatan dari Sang Pencipta. Hari ini lebih terkenal dengan sebutan Tumpek Landep, sebagai hari memuja kekuatan Tuhan pada manifestasi beliau sebagai Siwa Pasupati. Hari raya Tumpek Landep diyakini sebagai hari turunnya pengetahuan suci, intelegensi serta proteksi bagi umat Hindu Bali dari segala hal yang merugikan dan membahayakan.
Pertukaran atau transisi dari tahun masehi 2019 ke 2020 yaitu pada Wuku Kulantir, menjadi satuan Sapta Wara dengan hari-hari yang suci bagi umat Hindu Bali. Anggara Kasih Kulantir, merupakan pertemuan dari Sapta Wara yaitu Anggara (Selasa) dengan Tri Wara yaitu Kajeng dan Panca Wara yaitu Kliwon, merupakan hari suci bagi umat Hindu. Hari ini merupakan Dauh Ayu (hari baik) untuk melaksanakan upacara Dewa Yajna. Apa arti dan makna dari gambaran hari-hari diawal kehidupan yang penuh makna ini bagi orang Bali ?
Memaknai setiap hari-hari suci bagi umat Hindu di Bali, hal ini menjadikan umat Hindu Bali tiada henti menyampaikan wujud syukur atas segala limpahan-NYA. Alam dan manusia Bali, sebagai Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit adalah kesatuan semesta yang keberadaannya saling mengikat dan ketergantungan. Keagungan alam dimaknai sebagai rahmat dan limpahan sumber kehidupan bagi manusia Hindu Bali.
Demikian juga sebaliknya manusia Hindu Bali memiliki peran penting dalam siklus alam melalui ritual-ritual keagamaan yang semuanya berintikan wujud syukur, menghormati, memelihara, dan pelestarian. Manusia Hindu Bali memuliakan ilmu pengetahuan melalui perayaan dan ritual turunnya ilmu pengetahuan dengan dewanya yaitu Dewi Saraswati.
Pagerwesi menjadi bermakna benteng diri agar kuat dalam menghadapi kerasnya kehidupan setelah bersentuhan dengan pengetahuan. Pengetahuan akan bermanfaat baik bila perilaku manusianya baik, dan pengetahuan bisa berakibat buruk bila manusianya berperilaku tidak baik. Inilah etika pengetahuan yang harus dipegang dengan kuat oleh umat Hindu Bali melalui hari raya Sasarwati dan Pagerwesi. Saatnya mempertajam, memperkokoh keimanan atas pengetahuan dan intelegensinya, manusia Hindu Bali kembali sujud kehadapan sang pencipta melalui ritual Tumpek Landep, dengan memuja manifestasi Tuhan yaitu Siwa Pasupati.
Ritual demi ritual dari awal bergulirnya waktu sesuai hitungan hari atau kalendar Bali, menjadikan Bali memiliki keistimewaan dalam rangka memulai dan memuliakan kehidupannya. Bali dengan masyarakat agrarisnya sangat kental dengan perayaan dan ritual bernafaskan pertanian. Segala sesuatu yang dilakukan dimulai dengan memuliakan alam pertanian sebagai sumber kehidupan.
Saat sekarang ini, dari ritual-ritual yang dilakukan masyarakat Hindu Bali, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita bisa memberikan pemaknaan yang lebih nyata dalam implemetasi kehidupan sehari-hari? Lingkungan Bali saat ini sudah mengalami kerusakan, dari sungai, danau, dan laut telah tercemar dari berbagai sampah, terutamanya plastik. Melalui regulasi Pemerintah Provinsi Bali (Peraturan Gubernur), mari perbaiki, pertahankan keasrian, dan kelestarian sehingga terwujudkan Bali yang asri.
Roda awal kehidupan manusia Hindu Bali dimulai melalui perhitungan dan pertemuan hari baik (Triwara, Pancawara, Saptawara, dsb), dan aktivitas ritual, serta pemaknaan yang tepat dengan wujud nyata pada alam dan kehidupan manusianya, diharapkan kelestarian antara Bhuwana Alit dan Bhuwana Agung bisa terwujud. Diharapkan pembangunan Bali memberikan dampak besar pada tatanan pelestarian alam dan tatanan yang lebih baik pada kehidupan manusianya. Melalui “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, visi misi membangun dan mewujudkan Bali sebagai semesta alam dan segala isinya, bisa terwujud.
Ditulis oleh : Ida Bagus Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si (Dosen UNHI Denpasar)