Pariwisata & Budaya

MENGAPA AKOMODASI PARIWISATA HARUS DI STANDARISASI ?

Dunia pariwisata berkembang sangat pesat saat sekarang ini. Di era industri 4.0 dunia pariwisata juga mengalami perkembangan dengan penyesuaian yang mengedepan apa menjadi keinginan serta kebutuhan wisatawan, disamping tetap mempertahankan keaslian dan ciri khasnya masing-masing. Salah satunya adalah kebutuhan akan adanya penyediaan akomodasi pariwisata yang memadai dan memiliki kualitas yang baik. Hal ini menuntut para pemilik usaha bidang akomodasi (hotel, villa, home stay, kondotel, apartment, dsb) harus menyesuaikan dan mengikuti aturan terkait standar usaha pariwisata yang sudah dibuat oleh Kementerian Pariwisata RI. Apa saja yang menjadi syarat dan bentuk akomodasi seperti apa saja yang harus di sertifikasi ?

Ida Bagus Purwa Sidemen di ruang kerjanya di BPD PHRI Bali

Sesuai Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 tahun 2009, terdapat 13 bidang usaha pariwisata, diantaranya adalah: 1). daya tarik wisata, 2). kawasan pariwisata, 3). jasa transportasi wisata, 4). jasa perjalanan wisata, 5). jasa makanan dan minuman, 6). penyediaan akomodasi, 7). penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, 8). penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, 9). jasa informasi pariwisata, 10). jasa konsultan pariwisata, 11). jasa pramuwisata, 12). wisata tirta, dan 13). spa. Dari ke-13 bidang usaha ini, sudah dibuatkan aturan berupa standar usaha pariwisata sekurang-kurang berjumlah 52 standar usaha pariwisata. Diantara standar usaha tersebut terdapat salah satunya adalah standar usaha perhotelan. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mengatur tentang standar usaha hotel adalah Permen Nomor PM.53/HM.001/MPEK/2013 tentang Standar Usaha Hotel.

Dengan adanya ketentuan berupa peraturan Menteri Pariwisata ini, menjadi acuan resmi yang wajib mengatur bahwa sebuah hotel harus memiliki sertifikat standar usaha atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan Sertifikat Klasifikasi Hotel Bintang/Non Bintang. Melalui aturan ini, diatur bahwa bentuk akomodasi hotel hanya ditentukan menjadi 2 (dua) kriteria yaitu Hotel Bintang dan Hotel Non Bintang. Persyaratan sebuah hotel untuk bisa mengikuti proses sertifikasi adalah : 1). Memikiki ijin operasional hotel (TDUP), atau saat ini melalui sistem OSS (Online Single Submittion) dikenal dengan nama NIB (Nomor Induk Berusaha), 2). Memiliki sertifikasi laik sehat, dan 3). Memiliki hasil uji air (laboratorium). Bila ketiga hal ini telah dipenuhi maka sebuah usaha yang bergerak dibidang usaha hotel sudah bisa disertifikasi. Hampir semua bentuk usaha akomodasi selain hotel, seperti villa, home stay, kondotel, apartment, dsb diatur dengan persyaratan yang sama.

BACA JUGA:  Kolaborasi Diageo Indonesia & Saraswati Ajak Warga Desa Nyambu Tanggulangi Penggunan Plastik Sekali Pakai

Adapun sebuah usaha hotel bila mengikuti aturan sertifikasi usaha ini tentunya membutuhkan beberapa persiapan. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap penilaiain atau audit standar usaha yang dilakukan oleh sebuah lembaha sertifikasi, yaitu Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata – dengan mengantongi ijin dari Kementerian Pariwisata dan lulus uji sertifikasi oleh KAN (komite akreditasi nasional) – harus memenuhi standar penilaian yang ditetapkan. Untuk keseluruhan penilaian, terbagi pada 3 (tiga) hal utama yaitu terkait produk, pelayanan, dan pengelolaan. Ketiga hal ini akan dilihat secara langsung oleh para auditor yang melakukan audit, melihat kesesuaian antara nilai yang diisi oleh hotel bersangkutan (penilaian mandiri – self assessment) dengan kenyataan dilapangan. Hal-hal yang menjadi ketidaksesuaian yang ditemukan oleh para auditor akan dijadikan sebagai temuan. Masing-masing temuan tersebut sifatnya ada yang major, minor, maupun rekomendasi.

Ketentuan standar usaha ini wajib diikuti oleh para pemilik usaha hotel, mengingat tujuan dilakukannya audit standar usaha ini adalah adanya jaminan mutu terhadap produk, pelayanan, dan pengelolaan. Jaminan mutu ini akan memberikan keuntungan bagi para pemilik usaha (hotel), para pekerja, tamu, manajemen, dan masyarakat lingkungan sekitarnya. Bagi hotel-hotel yang sudah melakukan sertifikasi usaha, tentu hal ini menjadi sebuah keuntungan (benevit) bahwa hotel yang dikelola terjamin mutu produk (fasilitas) yang dimiliki, terjamin bahwa para pekerjanya bekerja secara profesional dan memiliki standar operasional yang baku (sama), dan bagi pengelola hotel terjamin bahwa usaha hotel yang dijalankan memberikan keuntungan bagi semua pihak.

Hingga saat ini di Bali sendiri, belum keseluruhan bidang usaha hotel atau bidang usaha akomodasi lainnya (villa, home stay, kondotel, apartement, dll) melakukan sertifikasi usaha. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dan diharapkan adanya kesadaran bagi para pemilik usaha hotel untuk memenuhi persyaratan dalam menjalankan usahanya, mengikuti atau memenuhi aturan yang ada. Peran pemerintah juga harus lebih giat dalam melakukan sosialisasi dan pengenaan sanksi bagi para pelanggar aturan ini.

BACA JUGA:  MASATA Bali Resmi Terbentuk

Bali sebagai sebuah destinasi pariwisata berkelas internasional (dunia) sudah seharusnya saat ini mengedepankan kualitas pelayanan pariwisata yang lebih baik. Bali bila tidak dijaga melalui sistem pelayanan yang berkualitas dan berstandar baku, maka lambat laun akan dikalahkan oleh para pesaingnya (negara-negara tujuan wisata dunia lainnya). Sesuai komitmen Menteri Pariwisata yang disampaikan saat meberikan sambutan pada Indonesia Tourism Outlook (ITO) diawal akhir tahun 2019 yang lalu (diselenggarakan oleh Esteper’s Bali), bahwa era saat ini pariwisata harus berfokus pada kualitas, bukan kuantitas.

Untuk mendukung hal ini, dalam penerapan standar usaha pariwisata, salah satunya adalah dengan menerapkan standar usaha hotel (sertifikasi klasifikasi hotel). Hal ini sudah seharusnya diterapkan oleh para pemilik usaha hotel-hotel di Bali. Tujuan untuk menjadikan Bali sebuah destinasi yang berkualitas dengan harga jual yang juga mahal (karena berkualitas) adalah impian bagi setiap insan pariwisata Bali pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

Ditulis oleh : Ida Bagus Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si ( Direktur Eksekutif BPD PHRI Bali ) dan Sekretaris Perkumpulan Kegiatan Sertifikasi Usaha Pariwisata Indonesia (PKSUPI Bali)

Post ADS 1