Seputar Bali

Merasa Dizalimi, Pengusaha SPA Tidak Terima Insentif Saat Pandemi Covid-19

DENPASAR, lintasbali.com – Polemik diberlakukannya pajak hiburan untuk usaha SPA sebagaimana tercantum dalam UU No. 1 Tahun 2022 Pasal 55 ayat 1 huruf L dan Pasal 58 ayat 2 yakni diskotik, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap/SPA, menuai penolakan dari berbagai pihak. Salah satu yang keberatan yaitu komunitas Bali Spa Bersatu.

Ketua Inisiator Gerakan Bali SPA Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra saat ditemui di Zodiac Coffee and Eatery Denpasar pada Sabtu, 27 Januari 2024 mengatakan SPA seharusnya disetarakan dengan sektor lain seperti hotel dan restoran yang dikenai pajak sebesar 10 persen. Hal tersebut menurutnya telah sesuai dengan KBLI 2020 untuk SPA No. 96122 yang mengartikan SPA sebagai jasa wisata pelayanan kesehatan dan kebugaran.

“Ada sesuatu yang ganjal disana karena tidak ada sosialisasi mengenai dalam UU No. 1 Tahun 2022 Pasal 55 ayat 1 huruf L dan Pasal 58 ayat 2 tersebut yang diterbitkan saat pandemi Covid-19,” kata Gusti Jayeng Saputra.

Sementara itu, Debra Maria, Chief Executive Officer (CEO) Taman Air Spa yang juga anggota Bali Spa Bersatu juga menyampaikan keprihatinannya terkait pajak hiburan yang dikenakan untuk SPA.

“Akar permasalahannya adalah SPA masuk di kategori hiburan. Ini tidak adil bagi kita. Kategori hiburannya di mana coba?,” kata Debra Maria.

Debra menyampaikan, dalam Global Wellness International dikatakan bahwa SPA menghasilkan 150 Triliun per tahun. Sedangkan dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 850 miliar tahun 2015. Pertumbuhan spa pada 2015 sebesar 8 persen.

Debra juga menyampaikan, saat pandemi Covid-19 sejumlah pengusaha SPA memilih menutup usahanya karena tidak ada wisatawan yang datang ke Bali. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi pengusaha SPA tidak diberikan insentif oleh pemerintah, melainkan hanya hotel yang diberikan insentif.

BACA JUGA:  Purwa Sidemen : Desa Kamasan Pusat Lukisan Wayang Bergaya Tradisional di Bali

“Terus terang saat pandemi kita tidak dapat insentif apa-apa dari pemerintah. Kita merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Padahal kita juga berkontribusi untuk pariwisata. Fix kita dizolimi oleh Pemerintahan,” tegas Debra.

Mila Tayeb, salah satu pengusaha SPA di Bali dalam kesempatan yang sama menyampaikan Judicial Review yang diperjuangkan oleh Bali Spa Bersatu ke Mahkamah Konstitusi harus dikawal hingga tuntas.

“Kita berharap proses ini berjalan dengan adil. Kami sebagai penggiat UMKM sangat bergantung dengan SPA usaha SPA ini,” kata Mila Tayeb.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI mengatakan bahwa SPA merupakan tempat yang menyediakan fasilitas dan memberikan layanan untuk pemeliharaan kecantikan, kesehatan, dan relaksasi. (Red/AR)

Post ADS 1