DENPASAR, lintasbali.com – Tak perlu kaget lagi mengapa WNI menjadi jumlah terbanyak dalam kunjungan wisman ke Singapura tahun 2023 lalu. Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai 2,3 juta orang menduduki peringkat pertama, bahkan Tiongkok hanya peringkat kedua dengan 1,4 juta orang dan tetangga Singapura yaitu Malaysia sejumlah 1,1 juta orang.
Hal ini mendapat tanggapan dari para pelaku pariwisata dimana pemerintah agar bergerak cepat sehingga tidak jauh kalah dari negara tetangga.
“Sejak pandemi lalu Indonesia telah menggalakkan kampanye Di Indonesia Aja dan sayangnya tidak didukung dengan sistem konektivitas yang memadai. Harga tiket pesawat di dalam negeri yang masih mahal bahkan lebih tinggi dari perjalanan udara menuju Singapura dari Indonesia adalah penyebab semakin banyak WNI memilih berwisata ke sana,” kata I Ketut Swabawa, pelaku Pariwisata saat ditemui di Denpasar pada Sabtu, 3 Pebruari 2024.
Pihaknya juga mengamati bahwa Singapura memang lebih maju dari Indonesia sejak dahulu namun hendaknya Indonesia bisa mengambil langkah cepat berstrategi.
“Singapore Tourism Board sejak 2023 lalu terus melakukan pembenahan di berbagai sektor termasuk akselerasi konektivitas dan akses penerbangan global termasuk kebijakan visa. Sedang di Indonesia kita lihat pejabat terkait telah menyadari bahwa tingginya harga tiket pesawat disebabkan masih sedikitnya jumlah armada pesawat dan terbatasnya jalur serta jadwal penerbangan antar destinasi. Namun kita belum melihat langkah konkrit dan revolusioner ya di aspek ini, sementara kualitas destinasi telah semakin baik diupayakan sejak pemulihan pandemi lalu. Sehingga keliatan masih ada kelambatan dan kurang harmonisasi dalam program kemajuan pembangunan pariwisata nasional,” papar Ketua Umum Association of Hospitality Leaders Indonesia (AHLI) ini.
Berlibur ke luar negeri memang menjadi prestige tersendiri bagi seorang traveler, namun dengan soliditas semua stakeholder kepariwisataan untuk mengelola destinasi dalam negeri yang tidak kalah saing harusnya mampu menarik minat WNI berwisata di dalam negeri saja.
“Jika ke luar negeri itu prestige, maka berwisata di dalam negeri bisa jadi kebanggaan dong dengan keindahan tanah air. Masalahnya kan harga pesawatnya lebih mahal, misalnya dari Bali menuju Lombok harga tiket 1,1juta sedangkan Bali – Singapura bisa dapat 750ribu. Destinasi kita di bagian timur Indonesia patut dibanggakanlah hanya saja penerbangan masih terbatas sehingga harga tiket mahal,” imbuhnya.
Sementara itu, saat ditanya perihal pemberlakuan pungutan biaya retribusi masuk Bali bagi wisman per 14/2/2024 mendatang dirinya menyampaikan mendukung dan agar lebih sistematis.
“Tujuannya kan mulia ya dan sesuai trend pariwisata global yakni Responsible Traveler, mengajak wisman ikut berpartisipasi dalam melindungi dan melestarikan potensi wisata Bali yang domainnya pada budaya, seni, alam dan keramahan penduduknya. Namun pemprov agar berhati-hati dan lebih sistemis jangan sampai malah niat baik ini dianggap memberatkan wisman dengan tanpa adanya penanganan kualitas destinasi yang lebih baik termasuk mengenai sampah, kebersihan, kemacetan, keamanan. Juga pengelolaan keuangan harus transparan dan mekanisme pembayaran jangan ribet. Semua harus dikontrol jangan jadi bumerang malah turis semakin malas ke Bali nantinya,” pungkas Swabawa. (Red/SW)