POLHUKAM

Sengketa Tanah Badak Agung, Raja Denpasar Dilaporkan 20 Pengempon Puri

DENPASAR, lintasbali.com – Meski sudah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 1565, Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang sebagai pemilik sah lahan seluas 5.225 Meter Persegi di Jalan Badak Agung Denpasar, hingga saat ini tidak bisa memanfaatkan lahan sudah dibeli. Hak tanah seharusnya bisa ditempati, malah diduduki secara ilegal oleh oknum yang tidak bertanggungjawab di Jalan Badak Agung Renon Denpasar.

Polemik kasus sengketa tanah Badak Agung Denpasar yang melibatkan I Nyoman Suarsana Hardika selaku pembeli beritikad baik dengan sejumlah pihak pengempon Puri Satria Denpasar selaku pemilik tanah, saat ini kasusnya semakin memanas dan belum terselesaikan.

Plang peringatan dari Nyoman Suarsana Hardika yang di pasang di lahan miliknya di kawasan Jalan Badak Agung Denpasar

Berdasarkan penelusuran di lapangan, Tjokorda Ngurah Bagus Agung mewakili 20 orang Pengempon Puri Satria Denpasar melaporkan Anak Agung Ngurah Agung Wira Bima Wikrama yang notabene sebagai Raja Denpasar saat ini ke Kepolisian Daerah (Polda) Bali dengan Laporan Polisi Nomor LP/B/109/II/2024/SPKT/POLDA BALI per 3 Februari 2024 terkait adanya dugaan Tindak Pidana (TP) Pemalsuan Dokumen.

Tjokorda Ngurah Bagus Agung alias Cok Bagus saat dikonfirmasi awak media pada Minggu, 3 Maret 2024 membenarkan adanya pelaporan tersebut. Ia mengatakan, pelaporan dilakukan atas dugaan pemalsuan dokumen berupa Akta Pembatalan Nomor 184 dan 185 tahun 2015 dan akta Perjanjian Jual Beli (PJB) Nomor 150.

Menurutnya, hal itu disebut-sebut sebagai dasar peralihan hak dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tahun 2014 nomor 100 dan kuasa menjual nomor 101, dimana 20 orang pengempon dikatakan terlapor ikut mengetahui bahkan menandatangani, Cok Bagus dengan tegas menyatakan tidak pernah membatalkan akta 100 dan 101 tersebut.

BACA JUGA:  Wandhira Sambut Baik Institut Golkar untuk Cetak Kader dan Politisi Berkualitas

“Oh nggih (iya, red) benar. Nike (itu, pelaporan yang dimaksud, red) terkait dokumen (Akta 150, 184 dan 185, red). Titiang (saya, red) mewakili 20 pengempon lainnya yang disebutkan sebagai prinsipal dalam dokumen, terus terang saja tidak mengetahui apalagi dibilang ikut menandatangani, tidak benar nike adanya. Kami serahkan semua ke Polisi, biar diungkap nike palsu atau tidaknya dokumen itu,” papar Cok Bagus.

Sementara itu, I Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang saat dikonfirmasi pada Senin, 4 Maret 2024 membenarkan adanya pelaporan tersebut. Ia mengatakan Tim Penyidik Polda Bali juga sudah melakukan pemeriksaan kepada dirinya sebagai saksi atas dugaan pemalsuan tersebut.

I Nyoman Suarsana Hardika (kiri) didampingi Made Dwiatmiko Aristianto selaku Penasehat Hukum (kanan)

Nyoman Liang merasa menjadi korban atas konflik internal Puri Satria. Dirinya sebagai pembeli beretikad baik sudah memenuhi segala kewajibannya untuk melunasi tanah tersebut, dibuktikan dengan adanya alas hak berupa SHM Nomor 1565.

“Oh iya benar, saya juga sudah diperiksa sebagai saksi oleh Penyidik. Yang jelas, saya selaku pembeli kan sudah selesai menyelesaikan kewajiban. Terus apalagi? Kenapa saya masih ikut diseret dalam pusaran?,” kata Nyoman Liang.

Dirinya merasa sangat kecewa dan sangat dirugikan atas kasus yang terjadi saat ini diatas tanah miliknya. “Terus terang saya merasa sangat dirugikan atas permasalahan ini. Intinya, sebagai saksi di Polda Bali saya juga menyatakan tidak pernah mengetahui adanya dokumen-dokumen dimaksud (terlapor, red), seperti dimana dan dengan siapa mereka membuat (akta 150, akta 184 dan akta 185, red) saya tidak tahu menahu,” papar Nyoman Liang.

Dihari yang sama, Penyidik Polda Bali, I Ketut Edi Susila saat dikonfirmasi melalui pesan singkat dan telepon WhatsApp belum merespon pertanyaan mengenai laporan Tjokorda Ngurah Bagus Agung alias Cok Bagus terhadap Anak Agung Ngurah Agung Wira Bima Wikrama.

BACA JUGA:  Tangkapan Terbesar! Ditresnarkoba Polda Bali Sukses Amankan 35 Kg Shabu dan 32 Gram Kokain

Diberitakan sebelumnya, I Ketut Kesuma, S.H sebagai Penasihat Hukum (PH) dari A.A Ngurah Mayun Wiraningrat (Tu Rah Mayun) ahli waris almarhum Cokorda Samirana alias Ida Tjokorda Jambe Pemecutan IX menyebut, Akta Jual Beli (AJB) sebagai dasar peralihan hak dalam sertifikat hak milik (SHM) Nomor 1565 sebelumnya milik Laba Pura Satria berpindah tangan atas nama I Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang yang terletak di jalan Badak Agung diduga cacat hukum.

Pasalnya dikatakan, AJB sebagai dasar peralihan hak dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tahun 2014 nomor 100 dan 101 dinyatakan telah gugur dan dibatalkan. Dimana, dari 23 orang sebagai pengempon Pura, dua diantara mereka sebagai prinsipal sudah meninggal saat ditingkatkan menjadi AJB alias pelunasan. Terlebih saat itu, dikabarkan tidak melibatkan ahli waris dari pihak yang telah tiada.

“Mereka kan menggunakan PPJB 100 dan 101 dalam PPJB tersebut ada dua orang yang sudah meninggal dan dibuatkan AJB tanpa melibatkan ahli waris yang patut. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1813 KUH Perdata, salah satu saja yang meninggal dalam kuasa itu menjadi gugur. Sehingga, PPJB itu mesti diperbarui lagi kalau digunakan,” papar I Ketut Kesuma, S.H kepada wartawan di Denpasar Bali, Sabtu, 27 Januari 2024.

Lebih lanjut pengacara Ketut Kesuma menyinggung, bagaimana orang sudah meninggal 18 Februari 2023 (alm. Cokorda Samirana) sebagai orang tua kliennya, setelah 7 bulan wafat bisa melanjutkan PPJB transaksi pelunasan tanah pada tanggal 27 September 2023 yang melahirkan AJB nomor 16.

“Ini kan ganjil, almarhum Ida Cokorda Samirana meninggal pebruari 2023, sementara setelah 7 bulan beliau wafat, dibuatkan AJB No 16 pada tanggal 27 September 2023 tanpa melibatkan klien kami (Tu Rah Mayun, red) sebagai ahli waris. Dengan dasar AJB ini diajukan ke BPN dan diterbitkan SHM peralihan hak pada tanggal 5 Januari 2024 tanpa ada pengukuran terlebih dahulu. Makanya kemarin ribut-ribut saat ada penembokan,” singgungnya.

BACA JUGA:  Tetap Waspada Covid-19, TMMD di Desa Panjianom Tetap Berjalan

Selain disebutkan telah gugur, Ketut Kesuma juga menyampaikan, PPJB nomor 100 dan 101 sebelumnya telah dibatalkan lewat akte nomor 184, 185 dan 150 tahun 2015 di notaris sama. Pihaknya menilai, sementara penerbitan AJB No 16 di notaris berbeda dalam melihat kasus ini dirasa penuh dengan upaya penyelundupan hukum untuk merampas hak kliennya.

“Ini menarik, selain PPJB 100 dan 101 gugur ketika dijadikan AJB di notaris berbeda. Hal lebih penting harus diketahui, sebelumnya juga PPJB itu sudah dibatalkan berdasarkan akte nomor 184 dan 185. Nah, kan menjadi jelas, hak klien kami dirampas dengan cara melakukan penyelundupan hukum yang disinyalir bisa mengarah pidana dengan menempatkan keterangan palsu pada akte otentik,” pungkas Ketut Kesuma. (Red/Ari)

Post ADS 1