News

Bendesa Adat Berawa ‘Ketut Riana’ Segera Diadili di PN Tipikor

DENPASAR, lintasbali.com – Pasca dilakukannya Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bendesa Adat Berawa, Ketut Riana, sebagai tersangka Pemerasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali memastikan dalam waktu dekat yang bersangkutan segera diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Denpasar, pada Selasa, 14 Mei 2024.

Kasi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana mewakili Asisten Bidang Intelijen Kejati Bali, Chandra Purnama, mengatakan Tim Penyidik Kejati Bali telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, tersangka dan melakukan penyitaan terhadap barang bukti uang beserta barang bukti lainnya, menyatakan bahwa perkara penyidikan terhadap kasus tersebut sudah dilaksanakan tahap 1 alias penyerahan berkas perkara tahap 1 ke Penuntut Umum (PU).

“Sejauh ini sudah dilaksanakan penyerahan berkas perkara tahap satu ke PU. Nantinya berkas akan diteliti terlebih dahulu, kami harapkan perkara tersebut sudah P21 (lengkap, red) pada Jumat. Agar minggu depan perkara sudah bisa kita limpahkan ke PN Tipikor Denpasar,” pungkas Eka Sabana, Selasa, 14 Mei 2024.

Diberitakan sebelumnya, Ketut Riana resmi menjadi tersangka, ia tertangkap OTT Kejati Bali atas dugaan pelanggaran Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, terkait pemerasan terhadap AN.

Saat ditangkap, Ketut Riana baru saja menerima Rp100 juta hasil memeras investor berinisial AN, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Eka Sabana mengatakan, sejauh ini KR menjadi tersangka tunggal dalam kasus pemerasan investasi lahan di Desa Adat Berawa, Badung.

Dikutip dari laman resmi KPK, Pasal yang dimaksud diatas mengatur tentang Tipikor terkait dengan pemerasan dan Pungli alias Pungutan Liar, dikelompokkan ke dalam Tindak Pidana Khusus (korupsi) dan tindak Pidana Umum (pemerasan).

BACA JUGA:  Made Mudarta : Mafia Tanah, Aparat Penegak Hukum Harus Memiliki Taksu

Riset Hutur Pandiangan tahun 2020 menyatakan, Pungli kebanyakan dilakukan oleh aparat dan digolongkan sebagai korupsi, kolusi, dan nepotisme, sedangkan riset lain membatasi Pungli sebagai kejahatan jabatan.

Pasal 12 huruf e tersebut berbunyi, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”

Rumusan dari pasal ini yaitu menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut pasal ini bila memenuhi unsur-unsur:

• Pegawai negeri atau penyelenggara negara

• Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain

• Secara melawan hukum

• Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya

• Menyalahgunakan kekuasaan

Ancaman hukumannya jelas, penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar. (Red/AK)

Post ADS 1