DENPASAR, lintasbali.com – Kasus dugaan pemalsuan silsilah Jero Kepisah memasuki saat ini babak baru. Sidang pertama dilaksanakan di Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa, 12 Nopember 2024 yang menghadirkan Penglingsir keluarga Jero Kepisah, Anak Agung Ngurah Oka (Ngurah Oka) sebagai terdakwa atas tanah waris yang dikuasai keluarganya secara turun-temurun.
Sebelum persidangan dimulai, keluarga Jero Kepisah yang menjadi korban mafia tanah terlebih dahulu melaksanakan persembahyangan bersama di Pelinggih Panglurah dan Pelinggih Taksu yang ada di Pengadilan Negeri Denpasar. Tujuannya adalah memohon petunjuk dan keadilan yang sebenar-benarnya secara niskala kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Ngurah Oka menjelaskan perkara ini berawal sekitar tahun 2014. Pelapor diketahui adalah Anak Agung Ngurah Eka Wijaya (Eka Wijaya) dari keluarga Jero Jambe Suci (Jero Suci), Desa Dauh Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar Bali mendatangi kediaman Ngurah Oka di Jero Gede Kepisah, Kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan.
Eka Wijaya mengaku berhak atas sejumlah bidang tanah waris berupa sawah seluas kurang lebih 8 hektar di Subak Kerdung, Kelurahan Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan dan kedatangannya untuk minta agar tanah waris tersebut dibagi.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Heriyanti, SH., MH mengapresiasi sikap koperatif yang ditunjukkan Ngurah Oka selama ini. Ia mengatakan tidak akan menahan Ngurah Oka, jika yang bersangkutan tetap koperatif apabila dipanggil untuk menghadiri persidangan.
Sidang diawali dengan pembacaan berkas dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal ini dilakukan karena Penasehat Hukum (PH) terdakwa I Kadek Duarsa, SH., MH., CLA tidak menerima berkas dakwaan kliennya. JPU beralasan waktu terlalu mepet dan tidak mengetahui alamat lengkap terdakwa, sehingga majelis hakim meminta agar berkas dakwaan dibacakan langsung.
Hal ini untuk disanggah oleh Kadek Duarsa yang menyebut JPU tidak mungkin tidak mengetahui alamat lengkap terdakwa. “Maaf yang mulia, tidak mungkin JPU tidak mengetahui alamat lengkap klien kami. Bukannya tertulis dengan lengkap di Surat Dakwaannya,” kata Kadek Duarsa.
Mendengarkan dakwaan yang dibacakan oleh JPU, Ngurah Oka secara tegas mengatakan isi dakwaan tidak benar dan mengajukan eksepsi setelah berdiskusi dengan Penasehat Hukumnya.
“Izin yang mulia, itu semua (dakwaan_red) tidak benar. Saya mengajukan eksepsi,” kata Ngurah Oka.
Setelah mendapatkan jawaban dari terdakwa, Majelis Hakim memberikan waktu satu Minggu untuk mempersiapkan eksepsinya dan kembali akan memanggil Ngurah Oka pada Selasa, 19 Nopember 2024 untuk mengikuti sidang kedua pada Pukul 10.00 WITA.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani Perkara : PDM-650/DENPA.KTB/11/2024 antara lain Jaksa Muda GN Arya Surya Diatmika, SH., MH; Jaksa Madya Ni Putu Evy Widhiarini, SH., M.Hum; Jaksa Madya Isa Ulinnuha, SH., MH; Jaksa Madya I Gede Gatot Hariawan, SH., MH; Jaksa Madya I Made Dipa Umbara, SH; Jaksa Muda Dewa Gede Ari Kusumajaya, SH.
JPU I Gede Gatot Hariawan, SH., MH, saat dikonfirmasi usai sidang mengenai perkara tersebut, pihaknya menyarankan agar menghubungi Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Agus Eka Sabana Putra.
“Nanti sama Kasi Penkum ya Bli,” kata Gatot melalui pesan singkat WhatsApp.
Saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Agus Eka Sabana Putra menyampaikan pihaknya tidak menjawab materi kasus tersebut.
“kami tidak menjawab materi kasus ngih, silahkan ikuti aja pembuktian dipersidangan, semua pertanyaan itu pasti akan terjawab,” tegas Eka Sabana.
Sementara itu, Kadek Duarsa, SH, MH, CLA saat diwawancarai usai sidang mengatakan akan mengajukan keberatan di minggu depan dengan eksepsi yang akan dikirimkan.
“Artinya tadi pada saat persidangan kami sudah memastikan bahwa kami akan mengajukan eksepsi untuk minggu depan,” kata Kadek Duarsa.
Menurutnya, keberatannya sangat banyak karena substansi dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum menurutnya tidak benar adanya. “Karena tidak benar, maka dari itu eksepsi itulah untuk bukti kami keberatan terhadap apa yang didalilkan oleh Jaksa Penuntut Umum,” imbuhnya.
Dirinya menyebut yang paling menonjol adalah tentang silsilah. Menurutnya, Silsilah yang didalilkan Jaksa itu adalah silsilah yang disebutkan oleh si pelapor. Dan si pelapor dan terlapor ini sama sekali tidak ada hubungan saudara.
“Jadi tidak ada hubungan keluarga, apapun tidak ada. Yang keberatan terhadap silsilah ahli waris tersebut adalah orang yang ada di dalam ahli waris tersebut. Nah ini menjadi lucu karena orang lain di luar keluarga, dia ngaku sebagai salah satu dari keluarga tersebut memiliki hak waris yang dimiliki oleh terdakwa,” tegasnya.
“Kami menduga ada hal-hal yang tidak masuk akal. Terkait dengan mafia tanah atau apapun itu kami tidak tau. Tapi dugaan selalu ada, karena apapun alasannya ratusan tahun mereka menempati tanah tersebut penguasaan fisik baru muncul keberatan itu. Dan pada saat dilaporkan, Ditreskrimsus yang menangani itu telah beberapa kali mengirimkan berkas kepada Kejaksaan. Nah, pada saat petunjuk Jaksa pun dari P19 sudah nyata bahwa perkara ini kalau umpama terkait dengan haknya itu perkara perdata atau karena ini sudah berupa sertifikat tanah harus dibatalkan dulu sertifikat tanah tersebut di PTUN. Ya itulah yang kami sampaikan dalam eksepsi,” paparnya secara gamblang.
Saat ditanya apakah penetapan status tersangka pada Ngurah Oka cacat hukum, dirinya mengatakan iya.
“Hal itu karena sudah lewat ya, jadi kami dari awal setelah penetapan tersangka baru masuk. Pada saat itu juga kami merasa apa yang disampaikan penyidik jadi karena kasus ini merupakan kasus sengketa hak harusnya menurut kami itu ada kejanggalan, karena sengketa hak itu wajib diselesaikan dalam ranah keperdataan bukan pidana. Nah asas hukum itu yang dilanggar. Harusnya Ultimum Remedium diselesaikan terlebih dahulu ini malahan Primum Remedium itu tidak benar menurut kami,” pungkasnya. (Red/Rls)