Lintasbali.com, Denpasar – Beragam upaya dilaksanakan Pemkot Denpasar dalam upaya mengkampanyekan pembuatan ogoh-ogoh dari bahan yang ramah lingkungan hingga kesepakatan tidak menggunakan sound system saat mengarak ogo-ogoh, agar dapat terlaksana secara aman, tertib, nyaman dan damai serta diterima oleh masyarakat secara etika agama dan etika budaya. Demikian disampaikan oleh Kabag Humas dan Protokol Kota Denpasar, Dewa Gede Rai didampingi Kabid Komunikasi dan Informasi Publik Dinas Kominfo Kota Denpasar Gde Wira Kusuma dalam sosialisasi rangkaian Nyepi, Kamis (6/2) di Gedung Sewaka Dhama Lumintang.
Keberadaan “soundsystem dan styrofoam” sebagai sesuatu yang tak asing dalam pembuatan “ogoh-ogoh” masih banyak dipandang sebagai aplikasi dari modernisasi. Namun demikian, perlu dipahami bahwa modern itu bukan hanya bagaimana kita menggunakan bahan dan instrumen baru, melainkan bagaimana kita memandang sesuatu hal dalam sudut pandang dalam pemanfaatan harus tepat sesuai dengan tradisi dan budaya Bali.
“Jadi bukan soundsystemnya yang bermasalah, tetapi pemanfaatan yang tidak tepat jika digunakan untuk mengiringi prosesi pengarakan ogoh ogoh, apalagi dengan iringan house musik,” kata Dewa Rai.
Seraya menambahkan masih banyak instrumen lain yang bisa digunakan jika tidak memiliki gambelan, misalnya dengan kentongan dari bambu atau memanfaatkan barang bekas yang bisa menghasilkan irama.
Selain itu Dewa Rai juga menghimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam bersosial media saat menjelang pengerupukan, jangan sampai menebar berita hoax dan membatu dalam menjaga kekhusukan menjelang hari raya nyepi.
Sementara seniman “ogoh-ogoh” asal Banjar Gemeh, Putu Marmar Herayukti yang ditemui ditempat berbeda mengatakan bahwa pihaknya sangat tidak setuju jika ogoh-ogoh dibuat menggunakan styrofoam dan diarak diiringi soundsystem. Hal ini semata-mata karena keduanya bukan merupakan kebudayaan Bali. “Kami konsisten menolak itu karena dirasa kurang tepat,” ujar Marmar.
Yang mana sebenarnya ogoh-ogoh merupakan suatu pemersatu masyarakat, dimana di era sekarang ini untuk membuat suatu kreatifitas bersama itu sangatlah susah, dan media ogoh-ogoh inilah yang manjadikan sebuah pemersatu masyarakat di dalam berkreasi selain mempertahankan seni budaya Bali dan akarnya ini memang dari bali yang memiliki seni budaya khas. Untuk itu janganlah menggunakan sound system dengan lagu-lagu housemusik dan bahan Styrofoam yang bisa merusak dan menghilangkan seni budaya bali itu sendiri.
Hendaknya kita berkreasi bersama dengan mempertahankan akar jati diri seni budaya bali, jangan sampai kita kehilamngan jati diri kita. Dimana soundsistem yang memutar lagu housemusic itu akan menenggelamkan gambelan-gambelan saat pawai ogoh-ogoh dan bisa memancing kekisruhan. Untuk itu perlunya sosialisasi pemahaman kepada masyarakat secara terus menerus sehingga masyarakat khsusunya generasi muda paham dan mengerti tentang budaya Bali yang sesungguhnya. (Red/LB/Rls)