Denpasar, Lintasbali.com – Kita sebagai umat beragama disamping selalu berupaya dengan sungguh-sungguh dan maksimal, juga tidak boleh meninggalkan doa, doa kita selalu panjatkan setiap hari ataupun setiap saat, kita umat beragama mesti sering berdoa, terlebih didalam upaya memerangi COVID19. Doa bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, dengan cara diam, dirumah, di Pura , atau di Rumah Ibadah, sepanjang hindari keramaian.
Khusus untuk Hari Raya Nyepi yang harus terlaksana, karena merupakan Hari Raya Semesta Alam: Nyomia Panca Maha Bhuta/ Maha Kekuatan Alam Semesta (Apah, Teja, Bayu, Akasa dan Pertiwi /unsur Air, Api, Angin, Angkasa dan Tanah) supaya menjadi kekuatan Dewa atau penolong, penuh kasih sayang, dan tidak berwujud dan berkarakter Bhuta atau penghancur, watak murka, biasanya berwujud bencana alam yang dahsyat , termasuk bencana penyakit.
Rangkaian Upacara Nyepi yang harus terlaksana adalah : Melasti, Tawur Kesanga, Pangerupukan dan Catur Berata Panyepian, ini harus tetap dilaksanakan, tidak boleh dibatalkan. Namun Surat Edaran Bersama Gubernur, Majelis Desa Adat dan PHDI Bali sudah menyarankan untuk tidak melaksanakan Pawai Ogoh Ogoh karena bukan merupakan kewajiban rangkaian Upacara Nyepi, dan Untuk Upacara Melasti supaya mencari tempat Melasti yang terdekat serta jumlah pesertanya supaya dibatasi, secukupnya saja , jumlahnya cukup saja sesuai dg kebutuhan Upacara.
Jadi untuk rangkaian Upacara Nyepi memang kita harus memilih jalan tengah yang sebaik baiknya. Karena kalau Rangkaian Upacara Nyepi ditiadakan, dalam keyakinan Umat Hindu Bali, kita malah jadi lebih ketakutan dan kekhawatiran akan Bencana Alam ataupun Bencana lainnya ( misalnya Grubug) yang jauh lebih dahsyat yang memusnahkan kehidupan bakal terjadi, karena Maha Kekuatan Alam tidak somia atau tidak bahagia, bahkan murka.