Denpasar, Lintasbali.com – Covid-19 memang hebat. Kalau dicermati memang ada benarnya juga. Pandemi COVID-19 telah menggoyahkan sendi-sendi perekonomian negara-negara di dunia, karena selain belum adanya obat untuk penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS jenis ke-2 ini (SARS-COV-2), tidak ada satu negara pun yang mempersiapkan diri dan memiliki pengalaman dalam menghadapi pandemi yang berawal dari kota Wuhan, Cina tersebut.
Begitu juga di Bali yang kegiatan ekonominya ditopang oleh pariwisata sangat merasakan keterpurukan akibat dampak pandemi COVID-19 ini, baik bagi industri maupun pengusaha, terlebih lagi bagi pekerja pariwisata yang kesehariannya langsung berkecimpung dalam aktivitas pariwisata.
Karena begitu besar dan nyatanya dampak yang ditimbulkan oleh COVID-19 ini sehingga memaksa kita menyesuaikan kebiasan hidup dengan pola yang berbeda dari sebelumnya. Kebiasaan yang tadinya susah dilakukan pada situasi normal, dengan adanya COVID-19 ini membuat kita harus bisa menyesuaikan diri dan menjalani kebiasaan baru.
Cara kita memandang suatu persoalan akan menentukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah untuk mengatasinya dan penerapan solusinya. Demikian pula dalam menggerakkan kembali kegiatan kepariwisataan Bali mau tidak mau harus mengadopsi tatanan menuju pariwisata berkualitas baik dalam aspek produk (product), pelayanan (service) maupun tata kelola (management).
Hal ini terlihat sebagai upaya nyata dalam deklarasi Program Kepariwisataan dalam Tatanan Kehidupan Era Baru dan Digitalisasi Pariwisata dalam Penerapan Tatatan Kehidupan Era baru Provinsi Bali yang diluncurkan pada 30 Juli 2020.
Apakah itu suatu kebetulan atau memang sudah dituntun oleh Yang Maha Kuasa, pemerintah provinsi Bali menerapkan program Pola Pembangunan Semesta Berencana Bali. Program ini dituangkan dalam visi pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang meliputi:
Atma kerthi (penyucian jiwa), Segara kerthi (penyucian lautan), Danu kerthi (penyucian sumber air), Wana kerthi (penyucian tumbuh-tumbuhan), Jana kerthi (penyucian manusia), Jagat kerthi (penyucian alam semesta).
Dari visi pembangunan di atas telah memberi tuntunan bagi rakyat Bali termasuk pelaku bisnis pariwisata di Bali untuk melaksanakan kegiatan usahanya di Bali menuju pada pelestarian dan keberlangsungan kualitas (kesucian) dari sumber-sumber daya tersebut demi terwujudnya pariwisata Bali yang berkualitas dan berkelanjutan.
Menuju pariwisata berkualitas Bali memiliki dasar yang seimbang yang telah ditanamkan oleh para leluhur berupa local wisdom atau nilai-nilai adiluhung, yang disebut Tri Hita Karana. Bahkan pemerintah Provinsi Bali menjadikan Tri Hita Karana sebagai salah satu dasar pembangunan Provinsi Bali.
Quality Tourism (Pariwisata Berkualitas)
Berbicara mengenai pariwisata berkualitas (Quality Tourism) kita tidak terlepas dari pemahaman yang diberikan oleh UNWTO (United Nations of World Tourism Organization) atau badan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Organisasi Pariwisata Dunia yang mengemukakan bahwa Pariwisata Berkualitas adalah Pariwisata yang Berkelanjutan (Sustainable Tourism) dan Pariwisata yang Bertanggung Jawab (Responsible Tourism).
Untuk memudahkan mengingat, penulis membuatkan singkatan untuk Pariwisata Berkualitas bahwa pariwisata/wisatawan berkualitas adalah wisatawan yang A.S.L.I. Di mana A adalah Appreciating local culture and environment (menghargai budaya lokal dan lingkungan alam), S adalah Spending power impacts local economy (pengeluaran dari wistawan berdampak pada ekonomi masyarakat setempat), L adalah Length of stay contributes to the meaningful tourism activities (masa tinggal wistawan memberikan kontribusi pada kegiatan yang berarti bagi pariwisata) dan I adalah Inspiring others to do quality and responsible traveling (menginspirasi orang lain untuk melakukan perjalanan berkualitas dan bertanggung jawab).
Sustainable Tourism (Pariwisata Berkelanjutan)
Pariwisata yang berkelanjutan bertujuan untuk membuat dampak yang positif pada ekonomi, sosial budaya dan lingkungan pada destinasi wisata. Pariwisata berkelanjutan adalah bagian yang integral pada berlangsungnya kegiatan pariwisata secara terus-menerus.
Untuk memudahkan mengingat, penulis membuatkan singkatan untuk Pariwisata Berkelanjutan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang S.A.V.E. Di mana S adalah Sustaining environment (menjaga kelestarian lingkungan alam), A adalah Acceptable by local socio-culture (dapat diterima oleh nilai-nilai sosial dan budaya setempat), V adalah Viable to the local economy (dapat bermanfaat bagi ekonomi setempat) dan E adalah Enduring the global changes (dapat bertahan dalam perubahan global).
Responsible Tourism (Pariwisata Bertanggung Jawab)
Pariwisata yang bertanggung jawab atau yang juga disebut ethical tourism (Pariwisata Beretika) memiliki tujuan yang sama sepeti pariwisata berkelanjutan untuk membuat dampak yang positif pada ekonomi, sosial budaya dan lingkungan pada destinasi wisata. Namun pada pariwisata bertanggung jawab sangat tergantung pada para aktor atau pelaku individu dari kegiatan pariwisata tersebut.
Untuk memudahkan mengingat, penulis membuatkan singkatan untuk Pariwisata Bertanggung Jawab atau Pariwisata Beretika bahwa pariwisata bertanggung jawab adalah pariwisata yang menjalankan etika atau C.O.D.E. (code dapat diartikan sebagai etika). Di mana C adalah Community based tourism to empower local talents (pariwisata yang berbasis pada masyarakat untuk pemberdayaan sumber daya manusia setempat), O adalah Originality of tourism destination is conserved (keaslian/keunikan yang dimiliki oleh destinasi wisata dilestarikan), D adalah Duty of all stakeholders to execute decent standard (kewajiban dan tugas dari semua pemangku kepentingan untuk melaksanakan standar dan aturan yang baik) dan E adalah Ethical codes for tourism is practiced (etika dan aturan untuk pariwisata diterapkan).
Perubahan Paradigma Menuju Pariwisata Berkualitas.
Pada masa pandemi COVID-19 ini masyarakat sudah lebih dari 5 bulan tidak beraktivitas dan tidak ada penghasilan. Diaktifkannya kegiatan perekonomian mulai 9 Juli 2020 oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk kegiatan internal lokal Bali, memberi harapan mulai digerakkannya kegiatan perekonomian masyarakat. Hal ini meningkatkan gairah kehidupan masyarakat karena sudah hampir 5 bulan gerakannya terbatas dan tidak ada pemasukan.
Kebijakan travel bubble yang direncanakan pemerintah adalah suatu terobosan untuk mengantisipasi sumber wisatawan mancanegara apabila kegiatan pariwisata direaktivasi. Travel bubble adalah ketika dua atau lebih negara yang berhasil mengontrol virus corona sepakat untuk menciptakan sebuah gelembung atau koridor perjalanan. Beberapa negara yang telah melakukan travel bubble adalah Australia dengan Selandia Baru, Estionia dengan Latvia dan Lithuania. Di Asia adalah Cina dengan Singapura. Sambil menunggu keputusan 4 negara yang ditargetkan untuk travel bubble (Cina, Jepang, Korsel, Australia) Indonesia atau Bali bisa dimulai dengan negara-negara ASEAN untuk kesepakatan koridor perjalanan wisata ini. Mudah-mudahan para pimpinan setingkat menteri bisa segera membuat keputusan kerjasama koridor travel bubble di antara negara-negara ASEAN dalam waktu dekat.
Trust is the New Currency
Kita sangat menyadari bahwa semasa COVID-19 ini yang sangat penting dicermati dan dipahami dalam menarik kedatangan wistawan bahwa keberadaan suatu destinasi wisata itu aman dan siap adalah berasal dari persepsi dan pandangan dari wisatawan, bukan kita sendiri yang mengatakan dan mengklaim bahwa kita aman. Inilah yang menjadi pokok permasalahan mengapa beberapa Negara yang ingin diajak menjalankan travel bubble, belum mau memasukkan Indonesia ke dalam koridornya. Karena reaktiviasi kegiatan pariwisata pada era COVID-19 ini sangat tergantung dari kepercayaan (trust) wisatawan atas kesiapan dan penerapan protokol CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment friendly) yang ketat, konsisten dan terkontrol sehingga wisatawan sendiri yang mengatakan bahwa destinasi itu aman, bukan kita yang mengatakan diri kita aman.
“Trust is the New Currency”, inilah istilah dalam era COVID-19 ini untuk memotivasi kita dalam melakukan kesiapan untuk meningkatkan kepercayaan calon wisatawan. Dari pandangan Negara sumber wisatawan mancanegara, meraka akan memberikan warga negaranya bepergian mengunjungi suatu destinasi wisata apabila Negara tujuan atau destinasi tersebut memiliki tingkat kesembuhan yang terus meningkat, tidak ada kasus baru dalam 2 minggu terakhir, serta R0 (reproduction) atau tingkat penyebaran dan penularan virus di bawah 1. Apabila ini terjadi maka tingkat kepercayaan Negara sumber wisatawan akan meningkat dan mulai mengijinkan warganya untuk bepergian ke Negara tujuan atau destinasi tersebut. Selain dari konsistensi penerapan aspek protokol kesehatan berbasis CHSE dan kepercayaan wisatawan, yang tidak kalah penting adalah adanya akses penerbangan secara reguler menuju destinasi dari sumber wisatawan dan adanya layanan visa bagi wisatawan asing yang ingin berkunjung ke destinasi wisata.
Persyaratan wisatawan nusantara berkunjung ke Bali yang ditetapkan Pemprov Bali melalui SE nomor 15243/2020 dengan tes swab berbasis PCR dengan hasil negatif adalah sebagai upaya pemerintah untuk melindungi tamu, pelaku profesi, masyarakat dan tentunya Bali sebagai destinasi. Hal ini juga sebuah usaha untuk menumbuhkan kepercayaan (trust) pasar terhadap Bali.
Dari beberapa media massa kita mengetahui bahwa rencana reaktivasi kegiatan pariwisata Bali secara nasional dan internasional akan dilakukan dengan jadwal 31 Juli 2020 wisatawan antarpulau untuk perjalanan domestik mulai diaktivasi dengan mengikuti prosedur protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah daerah baik melalui pelabuhan laut maupun udara.
Upaya percepatan dan pemantapan dilakukan Pemprov Bali melalui peluncuran dan deklarasi Program Kepariwisataan dalam Tatanan Kehidupan Era Baru dan Digitalisasi Pariwisata dalam Penerapan Tatatan Kehidupan Era baru Provinsi Bali pada tanggal 30 Juli 2020 di Peninsula Island ITDC The Nusa Dua.
11 September 2020: apabila semua sesuai rencana dan situasi memungkinkan, wisatawan internasional untuk tamu mancanegara mulai diaktifkan. Tentu untuk wisatawan mancanegara sangat tergantung dari beberapa hal, seperti:
negara sumber wisatawan mengijinkan warga negaranya berkunjung ke Indonesia. Untuk antisipasi hal ini pemerintah diharapkan mempercepat kesepakatan travel bubble dengan negara yang memiliki kasus COVID menurun dan mengijinkan warganya bepergian antara kedua negara atau lebih walaupun masih dalam tujuan terbatas dibukanya kembali fasilitas dan layanan visa untuk warga asing yang mau berkunjung ke Indonesia
adanya penerbangan komersial regular dari negara sumber wisatawan ke Bali.
Penyerahan Sertifikat Kesiapan Tatanan Kehidupan Era Baru oleh Gubernur Bali kepada Dirut ITDC The Nusa Dua
Untuk memastikan kesiapan bidang pariwisata di Bali telah dibentuk Tim Verifikasi Kesiapan Pariwisata untuk melakukan pengecekan dan verifikasi kesiapan. Keberadaan Tim Verifikasi Kesiapan bidang usaha pariwisata dimulai oleh Disparda Badung dengan membentuk Tim Verifikasi Kesiapan pada 10 Juni melalui SK Bupati nomor 197/2020 sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran (SE) Bupati Badung nomor 259/2020 tertanggal 4 Juni 2020 mengenai SOP tata kelola pariwisata pasca COVID-19 bagi para stakeholders pariwisata di Kabupaten Badung.
Selanjutnya diikuti pembentukan Tim Verifikasi oleh Disparda Bali dan mengeluarkan SE nomor 556/2020 pada 1 Juli 2020 tentang Penerbitan Sertifikat bagi Tim Verifikasi Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ini sebagai bukti keseriusan pemerintah melakukan kesiapan reaktivasi kegiatan pariwisata Bali dan untuk menuju pariwisata Bali yang lebih berkualitas karena pariwisata adalah bisnis yang serius.
Penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE dalam reaktivasi kegiatan pariwisata membawa peningkatan kualitas aktivitas pariwisata baik pada aspek produk, pelayanan maupun tata kelola atau manajemen. Tidak pernah sebelumnya semua aktivitas pariwisata terhenti total seperti sekarang ini. Momentum ini dimanfaatkan oleh bidang usaha untuk melakukan perbaikan dan renovasi terhadap produk yang ada. Selain itu penambahan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dan perilaku wisatawan yang berubah pada era COVID-19 ini menjadikan usaha pariwisata menuju tingkatan kualitas yang lebih baik dari segi penerapan sistem kebersihan, kesehatan, sanitasi, higinis, keselamatan, keamanan selain peningkatan kepedulian terhadap pemakaian produk yang ramah lingkungan.
Pelayanan juga mendapatkan peningkatan kualitas yang lebih baik secara menyeluruh baik yang menyangkut upaya meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan tamu, peningkatan kompetensi, kepedulian dan keramahan karyawan, serta perbaikan prosedur pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan kedatangan wisatawan dengan memberikan amenitas dan benefit tambahan kepada wisatawan. Tata kelola dan operasional yang diterapkan manajemen juga mengarah pada peningkatan mutu melalui konsistensi dan komitmen manajemen dengan menetapkan quality control yang terukur dengan meanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang ada.
Salam Sehat, Inovatif, Adaptif dan Produktif…
I Nyoman Astama
Penulis adalah Praktisi Pariwisata dan juga Ketua IHGMA DPD Bali.