Business

Deflasi Provinsi Bali Dipicu Panen Raya dan Penurunan Harga

DENPASAR, lintasbali.com – Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada Mei 2024 secara bulanan mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,32% (mtm) dan lebih dalam dibandingkan deflasi nasional sebesar -0,03% (mtm).

Hal tersebut disampaikan oleh Erwin Soeradimadja, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali dalam keterangan resminya di Denpasar pada Senin, 3 Juni 2024. Namun, ia menyampaikan secara tahunan, inflasi Provinsi Bali sebesar 3,54% (yoy), masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 2,84% (yoy).

Secara spasial, Singaraja mengalami deflasi paling dalam yaitu sebesar -0,33% (mtm) atau 2,92% (yoy), diikuti Tabanan mengalami deflasi sebesar -0,28% (mtm) atau 3,56% (yoy), Badung mengalami deflasi sebesar -0,09% (mtm), atau 4,01% (yoy), dan Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,05% (mtm), atau 3,52% (yoy).

Berdasarkan komoditasnya, deflasi terutama bersumber dari penurunan harga beras, tomat, daging ayam ras, sawi hijau, dan cabai rawit. Penurunan harga beras dan cabai rawit didorong oleh melimpahnya pasokan sehubungan dengan masuknya musim panen raya di Provinsi Bali. Penurunan harga tomat dan sawi hijau sejalan dengan meningkatnya pasokan dari Jawa dan membaiknya cuaca.

Selanjutnya, penurunan daging ayam ras didorong oleh meningkatnya pasokan dari Jawa dan menurunnya harga jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak. Sementara itu, laju deflasi yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan harga bawang merah dan tarif parkir.

Pada Juni 2024, terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai antara lain kenaikan harga minyak kelapa sawit global yang berpotensi merambat ke harga minyak goreng dan bahan bakar di dalam negeri, ketidakpastian cuaca memengaruhi kesuburan tanaman, termasuk tanaman gumitir yang menjadi salah satu komponen canang sari, serta adanya konflik global yang berpotensi berpengaruh pada harga komoditas
global yang dapat merambat ke harga-harga dalam negeri.

BACA JUGA:  K. SWABAWA, CHA : CERDAS BERPROMOSI di HARI SUCI NYEPI

Namun, terdapat beberapa faktor yang berpotensi menahan kenaikan inflasi lebih tinggi, diantaranya peningkatan alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat dan penurunan harga jagung global sebagai bahan baku ternak, khususnya daging ayam ras dan telur ayam ras.

TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K antara lain:

(i) Pelaksanaan kegiatan operasi pasar murah dan pemantauan harga terus diintensifkan, terutama untuk komoditas bahan pangan strategis;

(ii) Himbauan Penjabat Gubernur Bali kepada jajaran di kabupaten/kota untuk memanfaatkan lahan pemerintah provinsi untuk ditanami tanaman bahan pokok sebagai salah satu langkah pengendalian inflasi;

(iii) Mendorong kerja sama antar daerah dan pemberian benih unggul di beberapa Kabupaten, seperti Badung dan Tabanan;

(iv) Pelaksanaan High Level Meeting (HLM) TPID, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Melalui langkah-langkah tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2024 tetap akan terjaga dan terkendali dalam
rentang sasaran 2,5±1%. (Red/Rls).

Post ADS 1