MANGUPURA, lintasbali.com – Ketua Komisi IV DPRD Badung I Nyoman Graha Wicaksana, menyatakan pihaknya siap turun tangan membantu penyelesaian kasus tunggakan uang servis karyawan oleh manajemen Hotel Holiday Inn Baruna di Kabupaten Badung, Bali.
Wicaksana menjelaskan berdasarkan rapat kerja bersama Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, persoalan tersebut sebelumnya telah difasilitasi oleh bagian Hubungan Industrial dan diklaim sudah ada upaya penyelesaian.
“Nanti dari kedua pihak, yaitu pihak manajemen dan dinas, akan mengadakan jumpa pers,” terangnya saat dimintai keterangan, Rabu, 12 Nopember 2025.
Meski demikian, Wicaksana mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima laporan lanjutan mengenai hasil pertemuan tersebut.
“Kalau memang belum ada tindak lanjut, nanti kami akan turun langsung ke lapangan,” tegas Wicaksana, Rabu (12/11/2025).
Wicaksana menegaskan bahwa hak karyawan harus dipenuhi oleh pihak manajemen. Ia menilai, apabila perusahaan menahan atau tidak membayarkan uang servis yang menjadi hak pekerja, maka hal tersebut wajib diselesaikan melalui mekanisme mediasi.
“Kalau itu memang hak karyawan, ya harus menjadi kewajiban perusahaan atau manajemen untuk membayar. Kalau tindakan tidak membayar itu terjadi, nanti akan ada proses mediasi,” ujarnya.
Sebelumnya terungkap, uang service charge karyawan Hotel Holiday Inn belum dibayarkan sepenuhnya sejak Maret 2025. Hingga akhir Oktober ini, para karyawan baru menerima sekitar 46,25 persen dari hak mereka, sementara sisanya belum juga dicairkan.
Salah satu karyawan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, dana service charge tersebut belum dibayarkan penuh meski gaji pokok tetap diterima.
“Pemotongan gaji karyawan belum dibayarkan sejak bulan tiga. Karyawan baru dapat 46,25 persen sampai sekarang,” ujarnya, Kamis (30/10/25).
Ia menambahkan, keterlambatan pencairan dana tersebut berpotensi menimbulkan persoalan baru, terutama terkait kewajiban pajak.
“Kalau sampai akhir bulan tidak dikeluarkan, bisa bermasalah di pajak. Uang service itu mengendap lama di owner, dan pajaknya tetap harus dibayar,” katanya.
Dari informasi yang dihimpun, sebanyak 159 karyawan menjadi korban penahanan dana service charge tersebut. Masing-masing karyawan memiliki hak sekitar Rp 32 juta, sehingga total dana yang belum dicairkan diperkirakan mencapai Rp 6 miliar.
Para karyawan berharap manajemen segera mencairkan dana yang tertahan agar tidak menimbulkan ketidakpastian dan keresahan di internal perusahaan.
“Kami cuma ingin service charge kami yang ditahan segera dicairkan. Bahkan teman-teman yang sudah resign empat bulan juga belum terima,” keluhnya. (LB)




