DENPASAR, lintasbali.com – Dalam upaya mengetahui laju transmisi SARS-COV-2 di masyarakat, uji diagnosis menjadi salah satu tumpuan saat pandemi COVID-19. Salah satu uji diagnosis yang digunakan adalah uji cepat (RDT) Antigen COVID-19, dimana uji ini lebih mudah digunakan, terjangkau, dan cepat jika dibandingkan dengan tes polymerase chain reaction (PCR).
Pusat Kedokteran Tropis (PKT), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta bekerja sama dengan Kirby Institute, University of New South Wales (UNSW), Sydney melakukan studi terkait penggunaan RDT Antigen Covid-19 di Indonesia dengan Kota Yogyakarta dan Kota Denpasar sebagai sampel lokasi terpilih.
Hal tersebut disampaikan Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D, Sp.MK selaku Ketua Peneliti Studi RAPID INA saat menyelenggarakan Stakeholder Meeting Studi RAPID-INA selama dua hari pada tanggal 25-26 November 2022 bertempat di Mercure Resort Sanur, Denpasar.
Pertemuan ini merupakan wadah untuk menyampaikan hasil awal penelitian kepada pemangku kebijakan, serta mengajak pemangku kepentingan berdiskusi terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT) Antigen Covid-19 atau yang sering disebut rapid test antigen.
Acara dibuka dengan sambutan oleh Prof. dr . Ari Natalia Probandari, MPH., Ph.D. selaku anggota tim peneliti studi RAPID – INA. Dilanjutkan dengan arahan dari Rahbudi Helmi, Staf Bidang Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, drg. Emma Rahmi Aryani, MM., Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dan Prof. Virginia Wiseman selaku tim peneliti dari the Kirby Institute UNSW dan dan London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM).
Masuk ke sesi pengantar oleh Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK ( K ) selaku ketua peneliti studi RAPID INA yang membawakan pengantar penelitian ini. Prof Tri menyampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk memotret implementasi dari penggunaan rapid test antigen, termasuk mengetahui tantangan dan faktor pendukung, serta untuk mengidentifikasi strategi yang dapat mengoptimalkan penggunaannya dalam sistem kesehatan Indonesia.
Prof. Tri juga menyampaikan bahwa studi ini berlangsung di Kota Yogyakarta dan Denpasar sejak Februari 2022 dan saat ini sudah menyelesaikan pengumpulan data primer berupa survei dan wawancara manajer fasilitas kesehatan ( faskes ) dan pemangku kepentingan lainnya, vignette survey terhadap tenaga kesehatan yang melakukan tes rapid antigen Covid-19, observasi, serta pengumpulan data sekunder penggunaan rapid test antigen Covid-19 .
Sementara itu, dr. Luh Putu Lila Wulandari, MPH, PhD yang menyampaikan temuan utama studi RAPID – INA. Peraturan terbaru yang dikeluarkan pemerintah terkait penggunaan rapid test antigen adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/3602/2021. dr. Wulandari menyampaikan adanya variasi penerapan peraturan tersebut diantara penyedia layanan kesehatan. Ia juga menyoroti perlunya monitoring dan evaluasi, serta pelatihan bagi staf yang melakukan tes di faskes.
Selanjutnya, Utsamani ( Ucha ) Cintyamena, MPH memberikan paparan tentang keterlibatan sektor swasta dalam mendukung kapasitas pemeriksaan di Indonesia yang sudah berlangsung sejak awal pandemi seperti penyediaan layanan bagi pelaku perjalanan dan pasien di faskes.
Sektor swasta juga berkontribusi dalam pencatatan dan pelaporan kasus pada sistem surveilans. Sayangnya, implementasi ini masih mengalami beberapa tantangan seperti adanya variasi insentif dan kurangnya pengawasan mutu layanan.
Selanjutnya, Ucha menyoroti pentingnya kerjasama yang baik antara sektor pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan tes rapid antigen.
Hari kedua dimulai dengan paparan dr. Wulandari tentang positivity rates pada pemeriksaan rapid test antigen pada pasien bergejala. dr. Wulandari menyampaikan bahwa selama Januari – Juni 2022 terdapat lebih dari 92 ribu pengguna rapid test antigen dari 42 faskes di Kota Yogyakarta dan Denpasar.
Mayoritas tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk skrining. Selain itu, terdapat 18 faskes yang menyediakan data lebih dari 1.200 pasien bergejala acute respiratory infection ( ARI ) / influenza – like illness ( ILI ). Pasien bergejala tersebut memiliki positivity rates yang tinggi saat dites menggunakan rapid test antigen.
Paparan selanjutnya dibawakan oleh Habibi Rohman Rosyad, S.Kep., M.Sc yang memaparkan tentang “Pengetahuan dan praktik penyedia layanan kesehatan dalam manajemen penggunaan rapid test antigen”. Habibi menggarisbawahi bahwa pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan terkait pelaksanaan rapid test antigen masih perlu untuk ditingkatkan terutama dengan meningkatkan kualitas pelatihan.
Kegiatan stakeholder meeting diakhir dengan mengajak pemangku kepentingan untuk berdiskusi tentang upaya yang bisa dilakukan untuk mengoptimalisasi penggunaan rapid test antigen di Indonesia. Sesi ini dipimpin oleh Prof. dr. Ari Probandari, MPH., Ph.D. (LB)