News

IB. Purwa Sidemen: Dampak Virus Corona Pada Pariwisata, dan Siapa Yang Bisa Bertahan.

Denpasar, Lintasbali.com – Pemerintah Indonesia telah menyatakan dan mengambil keputusan Kejadian Luar Biasa (KLB), sebagai akibat serangan dan merebaknya wabah virus corona SARS-Cov-2 dengan nama penyakit Covid’19 yang ditimbulkannya, sejak Maret 2020. Kondisi ini menyebabkan kepanikan yang luar biasa, baik pemerintah maupun masyarakat.

Hal ini sungguh tidak terduga sama sekali. Bahwa akibat dari wabah Covid’19 berakibat lumpuhnya berbagai kegiatan termasuk mematikan kegiatan perekonomian masyarakat. Tidak luput dari kenyataan serangan wabah Covid’19 ini, berdampak buruk juga bagi dunia pariwisata. Dimana ? Di seluruh dunia, …. wah sungguh demikian hebatnya serangan masif Corona Virus SARS-Cov-2 ini !

Dunia tiba-tiba saja berubah. Perilaku manusia tiba-tiba saja diharuskan berubah. Istilah stay at home, work from home, social distancing, physical distancing, lockdown, karantina, dan berbagai istilah lainnya tiba-tiba menjadi istilah dan topik pembicaraan hangat setiap saat oleh masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan buruk dalam hal kesehatan masyarakat menjadi topik menarik bagi siapa saja yang haus informasi update terkait wabah ini. Mengingatkan setiap orang untuk tetap menjaga kesehatan dengan baik adalah trending topic di berbagai media sosial.

Keriuhan informasi di berbagai media, juga diramaikan dengan berita-berita hoax yang bisa menyesatkan masyarakat. Riuh dan dalam keseharian berita serangan Covid’19 ini menjadi headline dan berita utama di berbagai media televisi, media cetak, baik di dalam dan juga di luar negeri. Dunia sangat disibukkan atas kondisi ini, namun disatu sisi sangat diharapkan kondisi di lingkungan masyarakat sunyi senyap.

Anjuran bahkan instruksi pemerintah untuk tidak boleh berkumpul lebih dari 25 orang, berbagai kegiatan masyarakat termasuk kegiatan keagamaan dibatasi, menjadikan aktivitas masyarakat sangat terbatas. Sungguh dunia ini betul-betul berubah, dalam hitungan hari langsung senyap dan dihantui ketakutan yang luar biasa, karena berakibat fatal bagi yang mengabaikannya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Bali sebagai daerah tujuan pariwisata bertaraf internasional, terdampak langsung atas kejadian ini. Parah, sangat parah. Kondisi parah ini dalam artian karena tidak ada tamu yang datang berkunjung dan menjadikan masyarakat pariwisata Bali kelimpungan. Hotel dan restoran banyak yang tutup, puluhan ribu karyawan hotel dan restoran kehilangan pekerjaan. Demikian dahsyatnya serangan masif wabah Covid’19 ini hingga hampir semua lini bisnis loyo, kendor bahkan bisa diprediksi berakibat lumpuh bila berlangsung lama.

BACA JUGA:  Usung Konsep Drive-Thru, Pemilihan Ketua ASITA Bali Berlangsung Kondusif

Pemerintah dan masyarakat pariwisata di Bali, sama sekali tidak siap untuk menghadapi kejadian seperti ini. Namun, dalam langkah-langkah dan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakatnya, berbagai lini pemerintah dan stakeholders bahu menbahu satu sama lainnya untuk bertindak dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakatnya. Bagai buah simalakama, mau tidak mau dan sungguh pedih rasanya, di satu sisi aktivitas bisnis termasuk aktivitas masyarakat dalam kesehariannya di luar rumah sudah dibatasi oleh pemerintah, dan di sisi lainnya penghasilan tentu berhenti juga.

Namun kebijakan ini diambil sebagai tindakan dan upaya untuk memutus penyebaran virus corona SARS-Cov-2 tersebut. Bahkan sempat menimbulkan masalah di beberapa tempat sehari setelah perayaan Nyepi, karena ada penutupan akses antar Kabupaten/Kota. Sungguh keadaan ini menjadikan semua gerak masyarakat terbatas dan dihantui perasaan takut. Gerak perekonomian, secara otomatis lemah dan berbagai komponen masyarakat memiliki berbagai keluhan dengan kondisi ini.

Sampai kapan hal ini akan berlangsung ? Pertanyaan besar ini menjadi pertanyaan setiap orang, setiap pengusaha, setiap komunitas masyarakat, setiap lembaga pendidikan, setiap organisasi industri dan masyarakat, bahkan oleh pemerintah sendiri. Akankah kemudian berdampak lebih buruk atau segera akan membaik ? Tentunya harapan membaik adalah harapan setiap insan manusia di muka bumi ini.

Dengan pemberlakuan lockdown dan isolasi terbatas oleh beberapa negara, pintu masuk ke negara-begara tertentu sudah tertutup. Termasuk Pemerintah Indonesia yang sudah mengeluarkan pernyataan resmi penutupan masuknya warga asing dalam jangka waktu sementara ke Indonesia, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadikan lalu lintas barang dan lalu lalang manusia, dalam berbisnis dan berbagai hal termasuk salah satunya untuk berwisata menjadi putus dengan sendirinya.

BACA JUGA:  Pertamina dan Hiswana Migas DPC Bali, Serahkan Bantuan Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Satu-satunya dalam kondisi ini, seluruh elemen masyarakat harus mentaati aturan pemerintah dan pemerintah bergandengan dengan berbagai sektor termasuk swasta melakukan aturan tegas sehingga penyebaran virus corona SARS-Cov-2 bisa diputus atau dihentikan penyebarannya sehingga masyarakat bisa melakukan kegiatan normal kembali seperti sediakala. Memang sulit, bahkan sangat sulit dirasakan oleh golongan masyarakat terbawah, yang berpenghasilan dari kerja harian. Tentu mereka tidak siap dengan uang simpanan atau tabungan terbatas dalam menghadapi kondisi seperti ini.

Hal yang penting yang bisa dijadikan pelajaran bahkan menjadi pelajaran sangat berharga atas kejadian ini, ada 2 (dua) hal yaitu; pentingnya perilaku hidup sehat (mikroskosmos) dan menjaga harmonisasi dengan alam (makrokosmos). Sekarang ini setiap manusia di muka bumi sudah tidak asing dengan instruksi pentingnya cuci tangan dan menjaga pola hidup sehat.

Dengan komunitas masyarakat, saat ini mulai terbiasa untuk menjaga jarak, tidak bersalaman, tidak cipika cipiki, dan lain sebagainya. Hal yang bisa ditarik terkait dengan kepariwisataan, yang menjadi penggerak ekonomi utama di Bali, bahwa sejak awal sudah disadari bahwa pariwisata adalah industri jasa yang paling rentan terhadap isu kesehatan dan keamanan. Terbukti, saat ini benar-benar lumpuh kepariwisataan akibat Covid’19.

Oleh karena itu perlu dipikirkan solusi dan jalan lain atau jenis penggerak ekonomi lainnya yang lebih kuat dan tidak serentan dunia pariwisata. Belajar dari apa yang sudah dilakukan dan dicontohkan oleh para leluhur kita, khususnya di Bali, bahwa dunia pertanian menjadi salah satu andalan penggerak ekonomi. Hal ini sudah terbukti ratusan bahkan ribuan tahun lamanya, dunia pertanian cukup kuat bertahan dalam berbagai kondisi.

Pada waktunya terdahulu, saat industri pariwisata lagi booming dan menghanyutkan segala perhatian para pengusaha untuk beralih dan menggeluti serta ikut menikmati hiruk pikuknya industri pariwisata, dunia pertanian mulai terlupakan. Bahkan pemerintah kita sempat abai dan lupa menjadikan sektor pertanian sebagai sektor penting. Sehingga pertanian terabaikan dan lupa membangun generasi penerusnya.

BACA JUGA:  Jaya Negara Hadiri Prosesi Tumpek Wariga Di Kota Denpasar

Kini, sudah saatnya industri pertanian dilirik dan dihidupkan kembali. Bahwa masyarakat Bali jauh pada masa ratusan tahun yang lalu, terbukti hidupnya terjamin sepanjang waktu dimana pertanian menjadi sisi penting penggerak perekonomian. Saat ini sudah ada yang memulai yaitu beberapa generasi muda Bali, menekuni bisnis pertanian dengan sistem dan metode yang bersinergi dengan teknologi.

Ida Bagus Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si (Direktur Eksekutif BPD PHRI Bali)

Yang menjadi perhatian utama dan penting dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh generasi muda kita ini adalah adanya dukungan dari pemerintah. Sehingga laju tumbuhnya dunia pertanian bisa seiring dengan dunia pariwisata. Jadikan pertanian sebagai sumbu utama penggerak ekonomi masyarakat Bali dan pariwisata adalah pendukungnya. Tentunya dalam industri pertanian akan tumbuh seiring adalah industri peternakan, perikanan, kelautan, hortikultura, dan sebagainya.

Industri pertanian dengan siklus sesuai masa pra-panen dan masa panennya juga akan diikuti oleh geliat industri produk pasca panen sebagai ikutannya. Di Bali, dunia dan kehidupan masyarakat pertanianlah yang menjadikan tumbuhnya berbagai seni, adat, dan budaya Bali yang terkenal hingga ke mancanegara. Ada pendapat para ahli yang mengatakan, “bila pertanian Bali terlupakan bahkan mati, maka budaya juga akan mati”.

Ini artinya bila kebudayaan Bali sebagai wujud adi luhung bila tenggelam dan mati akibat pertanian tidak ada lagi, maka sudah tentu pariwisata juga akan mati. Karena pariwisata Bali produk utama dan ikonnya adalah budaya Bali. Oleh karena itu, kembali tegas disampaikan untuk menjadi perhatian bersama, jadikan pertanian sebagai hulu penggerak perekonomian Bali dan biarkan pariwisata tumbuh seiring majunya pariwisata dunia sebagai penikmat di hilirnya. Jangan terbalik !

IB. Purwa Sidemen
Direktur Eksekutif BPD PHRI Bali

Post ADS 1