Denpasar, Lintasbali.com – Perhitungan tahun yang paling unik terjadi pada sistem tarikh wuku, yang hitungan tahunnya tidak mengacu pada peredaran benda-benda angkasa. Perhitungan tahunnya bersandar pada sistemnya sendiri tanpa tergantung pada tahun surya atau tahun candra.
Satu tahun wuku panjangnya 420 hari, terdiri dari 30 wuku (210 hari) dikalikan 2 (dua). Mengawali perhitungan dalam sistem pawukon adalah wuku Sinta, demikian seterusnya hingga akhir wuku adalah Watugunung, dengan setiap perputaran wuku dikalikan 7 hari, bertemu kembali dengan wuku Sinta. Demikian seterusnya setiap 210 hari, rotasi atau perputaran kalendar Jawa-Bali ini berjalan.
Pertemuan hari Redite (Minggu) Paing pada awal wuku Sinta, ditandai dengan perayaan Banyupinaruh, setelah sehari sebelumnya merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan, yaitu hari Saraswati. Banyupinaruh, bermakna dan praktek ritual pembersihan diri dengan air kehidupan dan ilmu pengetahuan, bahwa manusia hendaknya hidup berbekal pengetahuan agar tidak mengalami penderitaan. Keesokan harinya yaitu Soma (Senin) Pon disebut dengan Soma Ribek dan Anggara (Selasa) Wage Sinta adalah Sabuh Mas, dimana bumi diberkahi dengan kemakmuran ibaratkan emas. Demikian urutan yang masing-masing penuh dengan makna, hingga hari ini pada Budha Kliwon Sinta – Rabu, 8 Juli 2020 – adalah sebagai hari raya Pagerwesi.
Pagerwesi, hari yang jatuh pada sapta wara buda (Rabu) dengan urip/neptu 7 dan posisinya ada di pascima (barat). Pagerwesi bermakna hari turunnya Sanghyang Pramestiguru, sebagai manifestasi dari Ida Sanghyang Widi Wasa, untuk memberikan anugerah kepada umat manusia berupa kekuatan “kedirgayusan”.
Pagerwesi pada kata pager bermakna pageh yang artinya teguh (tapa) dan pada kata wesi maknanya iman atau kedirgayusan. Pagerwesi adalah hari untuk memohonkan kekuatan dan keteguhan iman. Alangkah besar kekuatan yang ada pada hari Pagerwesi bagi umat Hindu Bali. Tanpa ada pilihan, harus dilalui siklus ini, sekaligus menjadi pengingat umat manusia agar senantiasa siap untuk menjalani kehidupan dengan tidak putus-putusnya memohonkan anugerah berupa air kehidupan. Hal ini bertujuan untuk memperkuat keteguhan hati, umat manusia harus senantiasa waspada dan juga perlu bersiap untuk melaluinya.
Manusia yang mengisi diri dengan ilmu pengetahuan, tanpa keteguhan iman (kedirgayusan) maka bisa saja menyalahgunakan ilmu yang dimilikinya. Sudah banyak contoh di muka bumi ini, manusia yang pintar dan ahli dalam penguasaan suatu bidang ilmu pengetahuan, tetapi karena keteguhan imannya yang rapuh, akhirnya menyalahgunakan kekuatan ilmu yang dikuasainya tersebut.
Tentunya perilaku manusia seperti ini hanya menguntungkan bagi dirinya sendiri namun merugikan banyak pihak. Pagerwesi, adalah hari untuk memagari diri dengan tapa yang kuat sehingga iman (kedirgayusan) menjadi teguh untuk di kemudian mendapatkan panjang umur (nutug tuwuh).
Di beberapa daerah di Bali, perayaan hari raya Pagerwesi dilaksanakan dengan cukup meriah. Dimaknai sebagai hari untuk memohonkan kepada para leluhur agar pratisentana (keturunannya) di berikan umur yang panjang dan diberkati kekuatan iman (kedirgayusan). Diyakini bahwa bila leluhur telah memberikan restu, maka anak cucu keturunannya akan mendapatkan anugerah yang baik dan terhindar dari penderitaan. Bila tidak memiliki cukup keteguhan maka akan mudah terombang-ambing bahkan berujung pada kebingungan.
Pagerwesi memusatkan dan menguatkan pada jalan dan tujuan hidup manusia di bumi ini. Jauhi dan hindari hal-hal yang berakibat membawa dan terjadinya kehancuran, baik menimpa bagi diri sendiri, keluarga, atau pun masyarakat luas. Dalam sebuah sloka dari kitab Niti Sataka, pada sloka 14, sebagai berikut :
Daurmantryannrpatirvinasyati yatih
Sangatsuto lalanad viproanadhyāyanatkulam
Kutanayacchilam khalopasanat hrirmadyadana
Vekṣanadapi krsih snehah pravasasrayan maitrī
Capraṇayatsamrddhiranayattyagatpramadad dhanam
Artinya:
Inilah penyebab kehancuran itu. Pemimpin hancur karena penasehat yang buruk. Yogi hancur karena tertarik kepada wanita. Anak hancur karena di manja. Brahmana hancur karena melupakan kitab suci. Etika hancur karena bergaul dengan penjahat. Persahabatan hancur karena melupakan rasa kasih sayang. Kekayaan hilang karena malas. Manusia hendaknya menjauhkan diri dari penyebab kehancuran itu.
Hari raya Pagerwesi adalah hari yang bermakna untuk meneguhkan tapa, menegakkan kekuatan iman (dirgayusa) agar terhindar atau menghindarkan diri dari kehancuran. Tentu dengan memiliki kekuatan dan keteguhan hati, tapa, iman (dirgayusa) yang kuat hingga mendapatkan anugerah, berkelimpahan kesejahteraan dan umur panjang serta terhindar dari mara bahaya dan kehancuran.
Rahajeng rahina Pagerwesi, pagehing tapa lan kedirgayusan.