DENPASAR, lintasbali.com – Pemerintah Republik Indonesia telah menghapus aturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Undang-undang tersebut kemudian diganti dengan ketentuan baru yang diberi nama Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Beleid ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b. Dengan demikian, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 45321), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dengan dikeluarkannya aturan baru tersebut, otomatis merevisi aturan lama soal pendirian bangunan yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2005 tentang IMB. Berbeda dengan IMB yang merupakan izin yang harus diperoleh pemilik bangunan sebelum atau saat mendirikan bangunan di mana teknis bangunan harus dilampirkan saat mengajukan permohonan izin, PBG lebih bersifat sebagai suatu aturan yang mengatur soal bagaimana bangunan harus dibangun.
Aturan tersebut yakni bagaimana sebuah bangunan harus memenuhi standar teknis yang sudah ditetapkan. Lebih jelasnya, standar teknis yang dimaksud antara lain standar perencanaan dan perancangan bangunan gedung, standar pelaksanaan dan pengawasan konstruksi bangunan gedung, dan standar pemanfaatan bangunan gedung.
Konsep pembangunan Bali kedepan, Komisi III DPRD Bali sudah melakukan kajian bersama kelompok ahli, berkaitan dengan Undang-undang yang mengubah rezim IMB menjadi rezim PBG. Hal tersebut disampaikan A. A. Ngurah Adhi Ardhana, ST, Ketua Komisi III DPRD Bali saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (24/3/2021).
“Itulah prinsip yang beresiko tinggi terhadap konsep pembangunan dan bangunan Bali kedepan, mengingat pembangunan di Bali kedepannya memiliki tingkat investasi tinggi tidak lagi membutuhkan ijin tapi sebatas persetujuan yang dapat diajukan setelah bangunan berdiri,” kata Adhi Ardhana.
Menurut Adi Ardhana, Komisi III DPRD Bali berencana mengajak Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali untuk duduk bersama membedah masalah IMG menjadi PBG, sejauh mana kesiapannya.
“Dulu IMB menjadi target PAD untuk di Kabupaten. Tapi sekarang tidak. Dulu IMB jika tidak sesuai RDTR bongkar 30 persen saja. Tapi sekarang dengan PBG jika tidak sesuai RDTR ya dibongkar semuanya”, imbuhnya.
Kedepannya, Adhi Ardhana hanya akan mengarahkan ke Desa Adat setempat. Nantinya Desa Adat akan ikut serta dalam mengawasi setiap pembangunan di wilayahnya. Artinya, pembangunan harus sepengetahuan Desa Adat.
“Pemkab/Pemkot di Bali sudah memiliki RDTR sendiri. Desa Adat nantinya diharapkan menjadi lembaga yang turut serta dalam memberikan informasi dan sebaliknya investor atau masyarakat yang berkegiatan wajib permisi ke Desa Adat”, tegas Adhi Ardhana.
Sekarang, pemerintah telah resmi menghapus IMB. Izin ini kemudian diganti dengan izin baru yang bernama PBG. PBG sebagaimana IMB menjadi izin yang wajib dimiliki siapa pun yang ingin membangun bangunan baru, mengubah, sampai merawat bangunan.
Adhi Ardhana menambahkan, di Kota Denpasar saat ini ada gedung yang berdiri di tengah jalan yang dibangun pada rezim IMB bahkan tetap bisa membangun hingga berlantai.
“Di Denpasar ada bangunan berlantai berdiri megah yang dibangun saat rezim IMB. Apalagi kalau dibangun sekarang saat rezim PBG, bisa-bisa banyak bangunan berdiri megah namun memiliki banyak ketidakpantasan dan melanggar”, tegas Adhi Ardhana.
Pasal 11 PP Nomor 16 tahun 2021 menyatakan PBG berisikan sedikitnya dua hal yaitu fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung. Fungsi Bangunan Gedung menurut pasal 4 ayat (2), ada 5 (lima) fungsi bangunan gedung yaitu hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, dan khusus. Sementara Pasal 9 ayat (1) mencatat ada sederet jenis klasifikasi yang akan diterapkan pada bangunan yang dimiliki seseorang.
Selain PBG, pemilik bangunan nantinya juga perlu memiliki sedikitnya 2 jenis izin lain. Salah satunya, Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG) yang mencakup informasi mengenai kepemilikan bangunan, alamat bangunan, status hak atas tanah, nomor PBG dan nomor Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Dokumen lainnya adalah Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang diberikan Pemerintah Daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi bangunan sebelum bisa dimanfaatkan atau ditempati. SLF perlu diperpanjang dalam jangka waktu 20 tahun untuk rumah tinggal dan 5 tahun untuk bangunan gedung lainnya. Baik PBG, SLF, dan SBKBG diajukan pemohon melalui sebuah situs yang bernama Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG). (AR)