DENPASAR, lintasbali.com – Tahun politik seperti sekarang adalah waktunya rentan dengan adanya akun-akun di media sosial yang bertujuan hanya untuk menyebar kebencian (hate speech) kepada seseorang demi kepentingan tertentu. Begitu juga akun medsos tersebut “menyerang” orang pribadi, tokoh politik bahkan wartawan.
Seperti yang dialami Pemimpin Redaksi wacanabali.com dan barometerbali.com seperti I Gusti Ngurah Dibia yang menjadi korban dugaan pencemaran nama baik dan doksing (penyebaran data pribadi tanpa hak di media sosial, red) yang dilakukan oleh FB Info Jagat Maya dan Opini Bali. Kasus ini sudah dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Bali pada Kamis, 21 September 2023.
Advokat I Made Somya Putra, SH., MH saat ditemui di Denpasar menyampaikan oknum pelaku tidak menggunakan nama asli, tetapi masif dan sistematis serta terstruktur menyebarkan informasi-informasi, tuduhan-tuduhan, hoax (informasi bohong, red) hanya untuk menggiring opini lalu memainkan emosional pemirsanya atau netizen.
“Catatan saya, Polda Bali sangat lemah dalam mengantisipasi penyebaran ujaran kebencian di media sosial, bahkan cenderung membiarkan perbuatan penyebaran kebencian di masyarakat sehingga menimbulkan fitnah dan hoax,” kata Somya Putra.
Situasi lain, ternyata penggiringan opini juga dimanfaatkan oleh kepentingan isu publik, politik, mematikan karakter pemimpin tertentu, serta chauvinistik, sebab jika siapapun yang memiliki struktur kelembagaan akan mudah mengerahkan dan mengarahkan orang-orangnya untuk menggiring opini dan akhirnya menghakimi.
“Polda Bali sendiri tidak memiliki track record bagus dalam mengungkap akun-akun seperti ini, khususnya kalau berhubungan dengan akun-akun yang dibuat terlihat sangat sistematis, dan masif memberikan opini ataupun hoax,” imbuhnya.
Dia menyebut, seperti Kasus “banaspati2001” di Twitter dahulu, kasus sampradaya, sekarang tahun politik, dan bahkan saat ini korbannya adalah wartawan, yang juga Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Dibia.
“Kalau kasus seperti tidak ditangani bahkan clear ditubuh Polri sendiri, maka praktiknya seolah-olah patut tanpa ada kontrol dan pelaku yang terlihat sangat terorganisir nyaman dalam menggiring opini yang bersifat hoax,” paparnya.
“Sebenarnya ini sudah perbuatan tidak bermoral dan tidak bertanggung jawab. “Mens rea”nya sudah jelas, jika ternyata “penyebaran ujaran kebenciannya” maka sudah bisa dimasukkan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melarang: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik,” pungkasnya.