News

Kasus Jero Kepisah Makin Jelas, Saksi Malah Kuatkan Posisi Ngurah Oka Tidak Memalsukan Silsilah

DENPASAR, lintasbali.com – Sidang perkara kasus pemalsuan silsilah dengan terdakwa Anak Agung Ngurah Oka sebagai ahli waris keluarga Jero Kepisah memasuki babak baru. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa, 11 Pebruari 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam kesempatan tersebut, JPU menghadirkan tiga orang saksi terdiri dari Wayan Sambrag – mantan Kelian Banjar Kepisah Pedungan, Denpasar Selatan menjabat tahun 1979 hingga 1992; Anak Agung Ngurah Gede Wirawan – mantan kelian Banjar Kepisah menjabat tahun 2012 hingga 2023 dan Anak Agung Gede Risnawan – mantan Camat Denpasar Selatan.

Wayan Sambrag dalam kesaksiannya membenarkan bahwa silsilah yang dibuat oleh Anak Agung Ngurah Oka merupakan keturunan I Gusti Gede Raka Ampug. Keterangan saksi Wayan Sambrag justru memperkuat bahwa Anak Agung Ngurah Oka tidak memalsukan silsilah seperti yang dituduhkan.

Dihadapan Majelis Hakim Heriyanti yang memimpin sidang, Wayan Sambrag mengaku sangat kenal betul dengan Anak Agung Ngurah Oka dari Jero Kepisah Pedungan.

“Ayah ibu terdakwa saya tahu, kakeknya juga saya tahu. Dari kecil saya tahu Jero Kepisah, saya sering main ke sana,” papar Wayan Sambrag.

Saat ditemui seusai memberikan kesaksiannya, kepada wartawan Wayan Sambrag mengatakan, pihaknya mengakui telah menandatangani silsilah Jero Kepisah pada tahun 1983 silam, silsilah tersebut dibuat oleh orang tua dari terdakwa A A Ngurah Oka, bukan silsilah Jero Jambe Suci Denpasar.

“Yang membuat silsilah yang saya tanda tangan itu kan sudah meninggal. Saya hanya mengenal dan mengetahui adanya silsilah Jero Kepisah, tidak tahu kalau ada Jero Jambe Suci. Yang saya tanda tangan itu tahun 83, selama bertahun-tahun tidak pernah bermasalah itu baru ini saja,” bebernya.

BACA JUGA:  Kasusnya Diatensi Mabes Polri, Keluarga Jero Kepisah : Kurang Bukti Apalagi?

Senada disampaikan AA Ngurah Gede Wirawan, mantan Kelian Banjar Kepisah yang menjabat Agustus 2012 hingga Juli 2023. Sejak dulu leluhur Jero Kepisah, I Gusti Gede Raka Ampug memiliki beberapa penyebutan oleh warga.

“Sejak kecil saya tahu, beliau (leluhur keluarga Jero Kepisah, Gusti Gede Raka Ampug, red) ada yang memanggil Gusti Raka, ada yang memanggil Raka Ampug, dan yang lain. Tapi itu satu orangnya,” ungkapnya.

Selanjutnya, mantan Camat Denpasar Selatan, Anak Agung Gede Risnawan, kesaksiannya ia mengatakan bahwa dirinya mencabut tanda tangan pada surat pernyataan silsilah yang digunakan oleh terdakwa untuk menyertifikatkan tanah milik Puri Jambe Suci, Denpasar.

Risnawan menjelaskan bahwa tandatangan yang tercatat dalam dokumen-dokumen tersebut tidak sah, sehingga ia mengambil langkah untuk membatalkan dokumen tersebut.

“Ada silsilah (tahun, red) 1983, (jadi silsilah, red) dikembalikan ke silsilah yang lama,” kata Risnawan dalam persidangan.

Dalam persidangan ia juga mengungkapkan bahwa pencabutan tandat angan tersebut didasari pada keterangan dari kepala lingkungan setempat.

Kepala lingkungan tersebut menyatakan bahwa lima orang yang tercatat dalam silsilah tersebut adalah orang yang sama, merujuk pada I Gusti Gede Raka Ampug.

Hal ini memperkuat keputusan Risnawan untuk mencabut seluruh silsilah yang diajukan oleh pihak terkait.

Risnawan menegaskan bahwa surat-surat yang digunakan dalam kasus ini diperlihatkan oleh penyidik Polda Bali saat pemeriksaan.

Hasil koordinasi dengan kepala lingkungan setempat menunjukkan bahwa orang-orang yang mengajukan silsilah tersebut adalah orang yang sama.

Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mencabut seluruh silsilah yang diajukan atas nama mereka.

Sementara kuasa hukum terdakwa, Made Somya, mengajukan pertanyaan kepada saksi Risnawan. Somya menanyakan kapan saksi mengetahui adanya persoalan ini. Risnawan menjelaskan bahwa dirinya baru mengetahui masalah ini pada tahun 2022 setelah mendapatkan panggilan dari Polda Bali, yang terjadi beberapa tahun setelah dirinya tidak menjabat lagi sebagai camat. Untuk diketahui, Risnawan menjabat sebagai Camat Denpasar Selatan dari tahun 2011 hingga 2017.

BACA JUGA:  World Earth Day 2022, UNUD Laksanakan Pembersihan Sampah Plastik di Bakau

Somya kemudian melanjutkan dengan menanyakan kepada saksi terkait informasi yang diberikan oleh penyidik Polda Bali mengenai pemalsuan tandatangan.

Saksi menjelaskan bahwa penyidik tidak menyebutkan secara spesifik siapa yang diduga melakukan pemalsuan tanda tangan, melainkan hanya memanggilnya untuk memberikan klarifikasi terkait silsilah yang dia tandatangani.

Made Somya Putra, menegaskan bahwa perkara ini sejatinya merupakan sengketa kepemilikan tanah yang semestinya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana.

Namun, pelapor melakukan manuver hukum dengan dugaan pemalsuan silsilah keluarga, kasus ini justru bergulir ke ranah pidana hingga ke PN Denpasar, namun penuh dengan kejanggalan-kejanggalan yang terungkap di persidangan.

“Ini jelas bentuk kriminalisasi hukum. Bagaimana mungkin kasus yang menyangkut klaim kepemilikan bisa berubah menjadi perkara pemalsuan dokumen? Ini bukan hanya cacat hukum, tapi juga berpotensi menjadi preseden buruk bagi dunia peradilan di Bali, akibat manuver-manuver yang penuh rekayasa,” ujar Somya Putra kepada wartawan

Somya Putra menambahkan bahwa yang lebih memprihatinkan adalah pelapor dalam kasus ini berasal dari Puri Jambe Suci, yang tidak memiliki hubungan darah dengan pihak yang bersengketa, pada saat melapor tidak memegang obyek yang dilaporkan.

“Jika pihak yang melapor saja tidak memiliki hubungan langsung terhadap obyek sengketa, lantas di mana dasar hukumnya? Ini jelas menunjukkan ada kepentingan tersembunyi di balik kasus ini,” tegasnya.

Somya Putra menyampaikan sidang yang tengah berlangsung di PN Denpasar juga menunjukkan indikasi kuat bahwa kasus ini tidak seharusnya masuk ke ranah pidana. Menurut pihaknya, banyak saksi yang dihadirkan justru lebih banyak membahas kepemilikan tanah ketimbang dugaan pemalsuan silsilah keluarga.

“Dakwaan jaksa menuding Ngurah Oka telah memalsukan silsilah, tetapi pembahasan dalam persidangan justru lebih banyak mengenai status kepemilikan tanah. Ini semakin menguatkan dugaan bahwa kasus ini memang sengketa perdata yang dipaksakan menjadi pidana,” ungkapnya. (LB/Ari)

Post ADS 1