DENPASAR, lintasbali.com – Walau kaget dengan adanya pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bidang Kesehatan di Bali (dibangunnya Bali International Hospital yang diresmikan permulaan proyeknya oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, 27 Desember 2021 di Sanur – Bali), hal ini mendapat atensi serius dari beberapa pelaku pariwisata di Bali.
“Tren pariwisata paska pandemi memang diprediksi ke arah NEWA Tourism yakni pariwisata berbasis alam (Nature), konservasi (Eco), kebugaran (Wellness) dan petualangan (Adventure). Merespon perubahan pola hidup dan perilaku manusia yang mengedepankan aspek kesehatan secara berkelanjutan”, kata Ketut Swabawa saat ditemui di kantornya di kawasan Jalan Siulan Denpasar Selasa, 28 Desember 2021.
Swabawa menambahkan bahwa KEK Kesehatan yang dibangun di lokasi bekas Bali Golf dan Sector Bar dan disebut sebagai fasilitas untuk menciptakan Health Tourism bagi Bali.
Hadirnya Bali Internasional Hospital hendaknya tidak mengabaikan aspek-aspek pariwisata budaya yang menjadi landasan pembangunan kepariwisataan di Bali.
Health tourism yang dicanangkan pada KEK Kesehatan tersebut jangan serta merta merubah wajah pariwisata Bali yang bernafaskan budaya.
“Tidak ada itu istilah pariwisata Bali sudah tua, namun yang ada adalah bahwa pariwisata Bali semakin matang dan berpengalaman dalam berbagai hal dan karena itu menjadi populer”, kata pria yang berprofesi sebagai hospitality and destination consultant selain kerap juga diundang sebagai trainer dan narasumber di berbagai tempat ini.
Untuk itu, menurutnya, health tourism mesti berimbang di antara segmen medical tourism (kesehatan sesuai ilmu medis) dan wellness tourism (aktifitas yang dapat mengobati, mencegah dan memelihara kesehatan melalui beberapa tradisi / kearifan lokal).
Walau demikian, pihaknya tidak menolak atau menyepelekan program KEK Kesehatan di Bali tersebut. Disarankan ada sosialisasi lebih luas kepada masyarakat dan stakeholder pariwisata juga.
“Kita pasti mendukung ide-ide bagus seperti kado akhir tahun berupa KEK Kesehatan ini. Semoga bisa menguatkan branding Bali kedepannya. Dan pariwisata budaya yang kita perjuangkan sejak dulu tidak terdegradasi karena konsep baru ini. Idealnya adalah wisata kesehatan khusus di Bali tidak berupa aktifitas penyembuhan orang-orang sakit saja, namun lebih dominan ke arah pencegahan dan antisipasi,misalnya diimbangi juga dengan menggarap lebih baik pada aktifitas kebugaran dalam balutan Wellness Tourism sehingga nilai kearifan lokalnya bisa terserap”, imbuhnya.
Bali dengan tradisi yang luhur berupa usada dalam aspek kesehatan merupakan destinasi yang kaya akan potensi untuk kepuasan psikologis wisatawan.
Selain pemandangan alam secara geografisnya, keramahtamahan dan aktifitas tradisional sebagai aspek demographisnya juga dapat membuat psikologis pengunjung menjadi senang, dan kesenangan merupakan intangible medicine untuk menyehatkan manusia.
“Selain itu dalam aspek produk kita punya kuliner yang berkonsep healthy food, herbal ingrediants, yoga, meditasi serta lainnya. Jadi mesti diangkat juga aspek tradisi dan budaya tersebut agar jangan sampai ada kesan wisata kesehatan di Bali hanya mengurus orang-orang atau wisatawan yang sakit saja”, pungkas Swabawa yang pensiun muda sebagai GM hotel pada usia 39 tahun pada 2015 lalu itu. (SW)