News Pendidikan Seputar Bali

Kematian Widiastiti (Pegawai Bank) Sisakan Pelajaran Bagi Semua Orang Tua dan Negara

Denpasar, Lintasbali.com – Kematian Ni Putu Widiastiti (24) dibunuh sadis anak belasan tahun menyisakan pelajaran bagi semua orang tua dan negara. Putu AHP umur 14 tahun, begitu berani bertindak menghilangkan nyawa. Anak harusnya duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah pertama (SMP) kini dihadapkan pada kasus tindak pidana pembunuhan.

“Berdasarkan data yang kami dapatkan bahwa anak ini adalah broken home. Begitu juga orang tuanya menikah muda. Menjadi pengasuh belum siap. Selain itu faktor ekonomi,” terang Eka Santi Indra Dewi selaku Wakil Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Bidang Pengasuhan Keluarga di Renon Denpasar, Sabtu (02/01).

Eka Santi menjelaskan, faktor kemiskinan tentu harus mendapatkan perhatian pemerintah. Dikatakan, tumbuh kembang anak tidak lepas dari kondisi ekonomi. Terlebih pola asuh belum siap.

Orang tua si anak juga diungkap mengalami sisi kelam. Dimana, menikah muda saat SMP. Begitu juga si anak putus sekolah. “Jika orang tuanya bisa lepas dari kemiskinan tentunya bisa mengasuh dengan baik. Sehingga anak menjadi baik,” terang Eka Santi.

Sementara Ketua KPPAD Bali, A.A. Sagung Anie Asmoro mengatakan, pihaknya hanya mengawasi proses hukum dan prosedur pemeriksaan polisi. Mengingat katanya, anak-anak punya hak masa depan dan hak untuk mendapatkan pendidikan.

Anie Asmoro meminta, kesadaran masyarakat, dikarenakan Undang Undang mengharuskan, jika pelaku tindakan pidana di bawah umur mendapatkan perhatian khusus. Hal ini dijelaskan lantaran anak yang menjadi pelaku dalam sisi lain juga menjadi korban dari salah asuh orang tua.

Disarankan, kepada semua orang tua agar jangan sekali-kali bersikap kasar di masa tumbuh kembang anak. Keadaan ini dikatakan, bisa memicu sifat anak yang suka meniru perbuatan orang tua.

BACA JUGA:  Homestay di Desa Wisata Sebagai Media Edukasi Kearifan Lokal Bagi Wisatawan

“Jangan kita sekali-kali sebagai orang tua berlaku kasar. Bahkan bertengkar di depan anak dalam masa tumbuh kembang. Jangan! Itu akan menjadi memori buruk bagi tumbuh kembang anak,” terangnya.

Sementara itu, Ni Luh Gede Yastini komisioner bidang anak yang berhadapan dengan hukum menegaskan, bahwa sesuai dengan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 tahun 2012, vonis bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah setengah dari hukuman orang dewasa

“Misalkan vonis pada orang dewasa hukuman seumur hidup atau hukuman mati, maka vonis untuk terpidana anak di bawah umur maksimal 10 tahun penjara. Anak tersebut mesti dimasukkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) ada di Karangasem. Tidak boleh dicampur dengan napi dewasa,” ungkap Yastini.

Terkait proses pemberkasan masa penahanan terhadap pelaku tindak pidana anak di bawah umur pun menurutnya ada batasannya. Rentang waktu penahanannya lebih pendek dibandingkan masa penahanan pelaku dewasa.

“Untuk kepentingan penyidikan penahanan terhadap anak dilakukan paling lama 7 hari dan dapat diperpanjang paling 8 hari. Untuk penuntutan oleh jaksa penahanan dilakukan paling lama 5 hari. Dan dapat diperpanjang paling lama 5 hari,” beber Yastini.

Yastini mengingatkan, jangan sekali-kali memposting atau mempublikasikan identitas anak dalam kasus anak di bawah umur. Diharapkan wajahnya diblur, namanya pakai inisial, alamat lengkap dan nama orang tua dari anak sebagai pelaku atau korban disembunyikan. Dikatakan, jika itu dilakukan ada pidananya.

“Pasal 19 dan 97 Undang Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, dengan ancaman hukuman 5 Tahun penjara dan denda Rp 500 juta,” kata Yastini. (Rls)

Post ADS 1