News Seputar Bali

Kisah Pilu Nenek Reni, Sedih Mau Dijemput Keluarga

DENPASAR, lintasbali.com – Suara sendu sedih Ketut Reni (76) terdengar dibalik telepon wartawan Media Bali, setelah mengaku diusir kedua anaknya Ni Wayan Sukaisih dan Made Wasa, dia tidak mau kembali menemui mereka. Nenek Reni merasa sedih ketika tahu hendak dijemput keluarganya.

“Harapan saya hanya itu saja bisa ditaruh di Panti Jompo, itu saja tidak ada yang lainnya. Saya nurut sama pemerintah di mana dan Panti Jompo mana saja saya mau ditaruh, tiang matur suksma nggih,” ujarnya sedih melalui sambungan telepon, Rabu (24/3) kemarin.

Reni yang berasal di Banjar Geluntung Kaja Desa Geluntung, Marga, Tabanan masih berada tinggal sementara di rumah krama Hindu Bali Gusti Mustika di Desa Gerem Kecamatan Gerogol Lingkungan Kalibaru II, RT II RW IV, Cilegon, Banten.

Gusti Mustika merawat Ketut Reni (76) yang masih sedih dan enggan dijemput keluarganya, Rabu (24/3) kemarin.

“Dari pihak anak dan cucu Nenek Reni, sejak muncul berita ini mencoba melakukan permohonan maaf baik melalui PHDI dan ke saya pribadi. Mereka berupaya ingin menjemput, tetapi Nenek Reni tidak mau sama sekali,” kata Mustika.

Ia menambahkan Reni tetap menolak jika dijemput anak-anaknya, diakuinya niat baik anak-anaknya hanya sandiwara belaka. Dia bersikeras meminta kepada pemerintah agar dirawat di Panti Jompo dan tidak mau pulang ke rumah saudaranya di daerah Marga, Tabanan.

“Saat ini Nenek Reni dalam kondisi sedih, bukan sedih karena saya, tetapi sedih karena mau dijemput keluarganya. Intinya dia menolak keras tidak mau dijemput,” tambahnya.

Mustika yang bekerja di sektor wiraswasta ini mengatakan sudah berkoordinasi bersama PHDI Banten, selanjutnya pun dia menunggu bagaimana upaya pemerintah Tabanan atas nasib warganya.

BACA JUGA:  Astungkara, Hari ini di Denpasar 46 Orang Sembuh dari Covid-19

“Itu harapan Nenek Reni (tinggal di Panti Jompo-red), itu yang diinginkan dan saya pribadi sudah musyawarah dengan PHDI Banten, lalu dari PHDI Banten mungkin langsung mengontak PHDI di Bali, dan berlanjut ke Bupati Tabanan. Sebab, Nenek Reni adalah warga ber-KTP Tabanan. Kalau dipulangkan ke Bali, mau ke Panti Jompo mana Nenek Reni? Dan tentunya kalau dirawat itu harus ada anggarannya,” katanya.

Dari persoalan tersebut, Reni yang sudah 18 tahun lalu ditinggal suaminya sampai saat ini harus rela bersabar menunggu kabar dari pemerintah terkait untuk kepulangannya dan di mana akan bertempat tinggal ke depannya.

Nenek Reni

“Langkah PHDI Banten sudah tepat menghubungi PHDI Bali, dan berlanjut ke Pak Bupati Tabanan, karena itu pengembalian warga asal dan ber-KTP di Tabanan sudah benar. Apalagi ini kan masih semeton beragama Hindu, nah kalau ditaruh di Panti Jompo di daerah Banten mungkin saja tidak ada anggaran pemerintah di sini terhadap yang bukan warganya sendiri,” harapnya.

Sebelumnya, Selasa (23/3) lalu, Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., mengatakan sudah mengetahui peristiwa dialami dan berkoordinasi dengan Bupati Tabanan selanjutnya atas keberadaan nasib Reni.

Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si, Ketua PHDI Provinsi Bali melalui Ketua PHDI Provinsi Bali

“Ya karena kondisi Nenek Reni hidup sebatang kara dilihat dari adat dan anak-anaknya, dan keluarga dekatnya tidak ada mau merawatnya, keluarga baik di tingkat atas atau samping juga begitu. Keluarganya di Jakarta, kebetulan juga saya ikut mengurusnya, tetapi itu tidak ada yang mau menerima,” kata Ketua Prof. Sudiana, M.Si.

Besar keinginan dari Reni untuk dirawat di panti jompo, dia sedih sebelumnya malah diusir anak-anaknya. Ia bahkan, pernah ingin bunuh diri di lintasan kereta api rute jalan raya Cilegon Merak, Sabtu (20/3) lalu Pukul 15.30 Wita.

BACA JUGA:  Para Pelajar Antusias Ikuti LKJ TMMD Reguler ke-109

Prof. Sudiana pun menyinggung masa depan atas nasib Reni kelahiran Geluntung, 9 Juli 1945 ini, oleh sebab diketahui identitas KTP bersangkutan asal Marga, Tabanan, tentu akan ditindaklanjuti Pemkab Tabanan. Bahkan, PHDI Bali pun sudah berkoordinasi dengan Bupati Tabanan Dr. I Komang Gede Sanjaya, SE., MM., untuk mengkomunikasikan bersama Dinas Sosial Tabanan, perihal pemulangan dan atau menyiapkan tempat tinggal yang layak bagi Reni ke depan.

“Jadi kalau KTP-nya di Tabanan, kewenangan pemerintah setempat supaya bisa membantu merawat di Panti Jompo. Sebab, dia ber-KTP Tabanan setidaknya pemerintah Tabanan terlibat dapat memberikan ruang dan menanggulangi yang bersangkutan. Apalagi keluarganya itu diketahui sudah tidak mau menerima,” demikian Prof. Sudiana. (DK)

Post ADS 1