BANGLI, lintasbali.com – Lereng Kintamani menyuguhkan lansekap hijau dengan panorama yang menyita perhatian dari sisi vegetasi, topografi juga dari budaya dan kearifan lokal. Selain tujuan wisata yang sudah dikembangkan dan umum dikunjungi di Kintamani, ada Hutan Pinus Glagalinggah yang mulai berkembang. Hutan ini dikelola oleh desa dengan pendampingan berbagai pihak, salah satu diantaranya pihak swasta.
Dimulai pada saat pandemi, tahun 2021 sebagai upaya melestarikan alam dan Budaya Bali, PT. Tirta Investama – Pabrik Mambal (AQUA Mambal) membangun kolaborasi dengan Kelompok Tani Hutan Glagalinggah Lestari mengembangkan Program Desa Wisata Berbasis Konservasi dan Budaya.
Program dikembangkan di kawasan Hutan Pinus Glagalinggah di hamparan vegetasi pinus seluas 51 ha dan perkebunan masyarakat Dusun Glagalinggah. Aktifitas yang dibangun bersama mencakup pelestarian Lingkungan, menggerakkan sosial dan mendorong Ekonomi kemasyarakatan.
Lembaga yang sudah ada seperti Kelompok Petani Hutan, kelompok Wanita Tani Hutan, lembaga Desa adat, Sekeha Taruna. Diberdayakan dengan lebih optimal.
Dari sisi lingkungan, penanaman 4.000 pohon berbagai jenis tanaman konservasi dan tanaman buah ditujukan untuk meningkatkan heterogenitas vegetasi yang didominasi tanaman pinus.
Disela-selanya, pembuatan 2605 unit rorak ditujukan untuk mengurangi limpasan air hujan dan meresapkan kembali sebanyak mungkin air ke dalam tanah. Rorak ini adalah upaya konservasi teknis yang juga akan membawa manfaat kesuburan bagi vegetasi diatasnya.
Nyoman Arsana, Stakeholder Relation Manager AQUA Mambal saat meninjau lokasi tersebut pada Kamis, 21 Desember 2023 menyampaikan bahwa pendampingan di Glagalinggah ini juga menjadi penting karena kajian hidrogeologi menunjukkan bahwa area Kintamani adalah area tangkapan air bagi hulu sungai badung.
“Kolaborasi ini menjadi menarik dengan terlibatnya masyarakat Glagalinggah yang ingin melestarikan hutan didesanya menjadi wisata,” kata Arsana.
Ditempat yang sama, Jero Bendesa adat Wayan Samadhi menjelaskan manfaat yang diterima dari kolaborasi kemitraan kehutanan.
“Kami bisa menyadari dan memahami tentang sisi lingkungan. Kami belajar tentang memaksimalkan memasukkan air ke dalam tanah. Kami belajar merawat dan menghitung 50.000 pohon, sekaligus memonitornya. 35 ribu diantaranya adalah pohon pinus,”jelas Samadhi.
Di bidang sosial dilakukan sosialisasi dan pelatihan cara merawat hutan pinus dan pengembangan Taman Bumi Banten seluas 5 ha di kawasan hutan berupa penanaman berbagai pohon obat dan upacara. “4-6 kali dalam setahun kami difasilitasi untuk pendampingan bagaimana lingkungan kami memberikan manfaat sosial dan ekonomi”, imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pengembangan Tutupan Hutan Dinas Kehutanan dan LH Provinsi Bali, Made Maha Widyartha menyampaikan bahwa Glagalinggah adalah satu dari 170 titik yang ada di Bali yang dikembangkan untuk perhutanan sosial.
“Birokrat membuatkan jembatan, bukan membangun dinding. Kami menyambungkan fungsi dan stakeholder yang ada. Kami berharap bahwa Glagalinggah bisa menjadi wujud perhutanan sosial yang berhasil menyelaraskan hutan antara manfaat lingkungan dan sosial ekonomi”, tegasnya.
“Kedepan kami berharap Glagalinggah bisa dihitung angka jumlah air yang masuk, dan karbonnya. Sehingga nanti Kintamani tidak hanya dikenal dengan lake view tapi juga forest view,” imbuhnya.
Secara ekonomi di tahun 2018 masyarakat Glagalinggah hanya mendapatkan manfaat dari rumput untuk pakan ternak. Kemudian di 2021 masyarakat mulai merasakan peningkatannya secara ekonomi melalui jasa lingkungan dari pengembangan wisata, adopsi pohon, kedai kopi dan tiket treking dan kemping.
“Kami masih baru melangkah, kami masih butuh bantuan semua pihak untuk bisa membantu pengembangan untuk mencapai harapan kami bahwa hutan tetap lestari,” pungkas Jero bendesa Samadhi. (Red/Rls)