News

Kuasa Hukum Jero Kepisah: Sejumlah Pemberitaan Dinilai Menyesatkan dan Tak Sesuai Fakta Persidangan

DENPASAR, lintasbali.com – Kuasa hukum keluarga Jero Kepisah, I Made Somya Putra, SH, MH, menyoroti pemberitaan di sejumlah media, khususnya media daring, yang dinilainya tidak mencerminkan fakta sebenarnya dalam persidangan kliennya, Anak Agung Ngurah Oka (Turah Oka). Ia menilai sebagian pemberitaan justru menyajikan informasi yang cenderung menyesatkan dan menyimpang dari jalannya proses hukum di Pengadilan Negeri Denpasar.

Menurut Somya, sejumlah media bahkan mengutip pernyataan saksi atau ahli yang disebut tidak pernah diucapkan dalam ruang sidang. Ia menilai hal tersebut berpotensi membentuk opini publik yang keliru dan dapat memengaruhi objektivitas penilaian atas perkara yang sedang berjalan.

“Ini sangat kami sayangkan. Media seharusnya memegang teguh prinsip objektivitas dan kode etik jurnalistik, bukan malah menyajikan informasi yang bisa membingungkan publik dan melemahkan kepercayaan terhadap proses hukum,” ujarnya saat ditemui di Denpasar, Jumat, 1 Agustus 2025.

Ia menambahkan, pihaknya telah beberapa kali mengajukan hak jawab dan mengirimkan klarifikasi tertulis kepada media-media yang dimaksud. Namun, menurutnya, pemberitaan yang dianggap menyimpang masih terus berlanjut. Karena itu, pihaknya memilih mengambil langkah hukum dengan melayangkan somasi kepada beberapa media.

Somya juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik jurnalisme yang menurutnya tidak sesuai kaidah peliputan profesional. Ia mencontohkan adanya pemberitaan yang ditulis oleh wartawan yang tidak hadir langsung dalam persidangan, tetapi memuat narasi yang tidak sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di pengadilan.

“Kami sedang mengumpulkan semua pemberitaan untuk dicocokkan dengan berita acara persidangan. Jika terbukti ada pelanggaran, tentu akan kami tempuh jalur hukum,” tegasnya.

Somya menilai pentingnya peran media sebagai pilar demokrasi yang berfungsi menyampaikan informasi secara akurat dan adil. Ia mengingatkan agar media tidak terjebak menjadi alat framing yang berpihak pada satu sisi.

BACA JUGA:  Jelang Penerapan PKM, Pedagang Pelataran Pasar Kumbasari Denpasar Diatur Jaraknya

“Media bukan pihak dalam sengketa. Ketika ikut menyajikan narasi yang tidak imbang atau menyudutkan salah satu pihak tanpa dasar yang kuat, itu melanggar etika jurnalistik dan bisa mencederai rasa keadilan,” imbuhnya.

Ia juga mengkritisi beberapa pemberitaan yang menurutnya menyimpulkan perkara ini sebagai kasus pidana murni, padahal, menurut Somya, tidak ada keterangan ahli yang secara eksplisit menyatakan demikian dalam sidang. Ia menduga hal tersebut merupakan bagian dari upaya membentuk opini publik oleh pihak tertentu.

Tak hanya di media pemberitaan, Somya juga mengeluhkan beredarnya video dan unggahan di media sosial dari akun-akun anonim, yang menurutnya menampilkan narasi sepihak dan tidak sesuai kenyataan. Ia menilai konten-konten tersebut sengaja disebarluaskan untuk memengaruhi persepsi publik.

“Beberapa akun bahkan tidak pernah hadir di persidangan, namun mempublikasikan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Terkait pokok perkara, Somya menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan bukti kuat mengenai penguasaan lahan yang disengketakan, termasuk bukti garis keturunan kliennya yang secara turun-temurun telah menempati lahan tersebut.

“Persidangan telah membuktikan bahwa klien kami memiliki dasar kuat atas tanah tersebut. Sementara pelapor justru memiliki latar belakang permasalahan hukum terkait penggunaan pipil,” ujarnya.

Ia berharap semua pihak, termasuk media dan masyarakat, dapat mengikuti proses hukum ini secara jernih dan adil, serta tidak terpengaruh oleh tekanan atau narasi yang belum tentu sesuai kenyataan.

Dalam kesempatan yang sama, Somya juga menyoroti tindakan-tindakan intimidatif seperti perusakan pagar dan tanaman yang terjadi di lokasi lahan yang disengketakan. Ia menilai tindakan semacam itu mencederai kehormatan keluarga kliennya dan mengganggu proses hukum yang seharusnya berjalan secara damai dan beradab.

“Kami percaya negara ini menjunjung tinggi hukum. Perselisihan harus diselesaikan di pengadilan, bukan melalui tekanan, aksi sepihak, atau intimidasi,” pungkasnya. (LB)

Post ADS 1