DENPASAR, lintasbali.com – Sungguh miris, kasus dugaan penyerobotan tanah kembali terjadi di Bali, yang kali ini menimpa seorang kakek di Kabupaten Karangasem bernama Ketut RundungKetut Rundung, yang mengaku lahannya yang berlokasi di Dusun Amed, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, yang telah ditempatinnya selama berpuluh-puluh tahun diakui kepemilikannya oleh sejumlah orang dengan dasar SPPT yang dikeluarkan oleh BPKAD, menyisakan polemik di masyarakat yang seharusnya menjadi perhatian khusus Pemerintah Kabupaten Karangasem untuk dapat segera diselesaikan.
Berdasarkan keterangan yang berhasil dihimpun dari I Nyoman Kantun Suyasa, S.H, M.H., selaku Tim Kuasa Hukum yang juga diketahui sebagai Cucu dari I Ketut Rundung, pada Sabtu (24/9/2022) menjelaskan, sejumlah orang yang mengklaim lahan milik kakeknya tersebut berdasarkan SPPT yang dimana gambarnya tidak sesuai dengan objek yang ada di lapangan, sehingga kelompok tersebut berusaha untuk mengklaim tanah milik kakeknya tersebut yang telah ditempati selama 20 tahun lebih.
“Kakek tiang (saya, red) menempati sebidang tanah sudah turun temurun dari nenek moyangnya. Nah tiba-tiba ada sekelompok orang mengklaim tanah itu dengan SPPT yang bentuknya berbeda. Nah tiba-tiba diukurlah tanah itu. Mereka mengajukan pengukuran pada BPN, dengan syarat dokumen-dokumen yang menyertai itu yaitu sporadik dan SPPT yang tidak sesuai dengan peta blok yang dikeluarkan oleh BPKAD yang jelas terdapat 2 objek disitu,” ungkapnya.
Dirinya menambahkan, semua masyarakat disana mengetahui, bahwa yang menempati tanah itu dari zaman nenek moyang sampai saat ini adalah kakeknya, yang memang tidak pernah dikasihkan kepada orang lain. Dalam hal ini dirinya mengungkapkan, dalam hal ini bahwa BPKAD Karangasem telah memberikan angin segar kepada yang membuat SPPT tersebut, dengan sebuah surat penjelasan yang menjelaskan objek tanah yang dimiliki adalah gambar berbentuk kapak, tetapi dalam penjelasannya tidak sesuai dengan fakta dilapangan.
“Selaku tim kuasa hukum Kakek Rundung kami sudah memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Amlapura untuk meninjau kembali objek atas nama si R (Milik kelompok, red) itu. Namun Hakim Ketua Majelis tidak bersedia. Makanya kami sangat kecewa. Karena kami sangat jelas mendalilkan bahwa antara objek si R dan objek yang ditempati oleh Kakek Rundung secara turun temurun yang lebih dari 20 tahun itu berbeda dari segi luas tanah, bentuk tanah bahkan dari penyanding pun berbeda,” jelasnya.
Lebih lanjut dirinya mengaku kalau sudah pernah digugat di pengadilan, pihaknya melawan dengan bukti-bukti dan saksi yang dimiliki di Pengadilan Negeri Amlapura, namun kalah. Pihaknya juga sudah mencoba melakukan Banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar, namun ditolak juga bandingnya. Sehingga dirinya mencoba melanjutkan ke tingkat Kasasi, namun juga ditolak.
Saat ini upaya hukum yang masih pihaknya lakukan adalah melakukan Peninjauan Kembali (PK) yang sudah diajukan pada 13 September 2022 lalu, dirinya berharap masih menemukan keadilan terhadap kasus yang menimpa kakenya tersebut, dimana amar putusan dalam salah satu bunyinya menggunakan SPPT sebagai dasar bukti, dimana SPPT itu bukan merupakan bukti hak namun, dapat dipersamakan dengan bukti kepemilikan.
“Saya berharap mudah-mudahan di Indonesia di Negara yang kita cintai ini ada keadilan dan aparat penegak huk bekerja sesuai dengan sumpah jabatan dan profesi agar benar-benar keadilan di Indonesia ditegakkan yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah,” ungkapnya. (LB)