DENPASAR, lintasbali.com – Persidangan perkara dugaan pemalsuan silsilah keluarga yang melibatkan terdakwa Anak Agung Ngurah Oka dari Jero Kepisah terus bergulir di Pengadilan Negeri Denpasar. Dalam sidang lanjutan yang digelar Selasa, 22 Juli 2025 menghadirkan saksi ahli hukum pidana, Prof. Dr. Sadjijono, S.H., M.Hum dari Universitas Bhayangkara Surabaya.
Dalam kesaksiannya, Prof. Dr. Sadjijono menyampaikan bahwa sengketa mengenai silsilah keluarga semestinya diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme perdata, bukan langsung masuk ke ranah pidana. Menurutnya, ketentuan pidana dalam Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen belum terpenuhi jika belum ada kepastian hukum yang menyatakan bahwa silsilah tersebut benar-benar palsu.
“Menurut pendapat saya, perkara ini harus melalui proses perdata lebih dahulu untuk membuktikan silsilah mana yang sah. Jika dalam putusan perdata ada silsilah yang dinyatakan tidak sah, barulah dapat diklasifikasikan sebagai pemalsuan,” jelas Prof. Dr. Sadjijono di hadapan majelis hakim.
Ia menambahkan bahwa selama belum ada putusan perdata yang membatalkan atau menyatakan silsilah tertentu sebagai tidak sah, maka belum dapat disebut sebagai tindak pidana pemalsuan.
“Tanpa ada putusan perdata, belum bisa dikatakan silsilah itu palsu. Proses hukum harus berjalan sesuai tahapan,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, I Kadek Duarsa, S.H, C.L.A, didampingi Made Somya Putra, S.H., M.H., menyatakan bahwa sejak awal pihaknya menilai perkara ini sarat rekayasa dan dipaksakan.
“Berdasarkan kesaksian para saksi, baik yang dihadirkan oleh JPU maupun oleh kami, terlihat bahwa perkara ini lebih tepat diselesaikan secara perdata. Kami menilai klien kami dikriminalisasi,” ujar Kadek Duarsa.
Made Somya menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada bukti yang secara meyakinkan menunjukkan bahwa terdakwa telah memalsukan silsilah.
“Dalam persidangan, tidak terbukti bahwa Ngurah Oka membuat silsilah palsu. Semua fakta yang ada justru mendukung bahwa ini sengketa waris biasa yang seharusnya masuk ranah perdata,” katanya.
Persidangan ini mendapat perhatian publik mengingat konteks sosial dan budaya yang melekat pada permasalahan silsilah dalam lingkungan adat di Bali. Sejumlah pengamat hukum dan tokoh masyarakat pun menyoroti pentingnya memastikan proses hukum berjalan secara adil dan proporsional, tanpa intervensi kepentingan.
Kasus ini sendiri berawal dari laporan Anak Agung Eka Wijaya (Jero Jambe Suci), yang menggugat keabsahan silsilah Ngurah Oka dalam kaitannya dengan kepemilikan lahan warisan. Pihak pelapor meyakini bahwa silsilah yang diajukan Ngurah Oka tidak sah, dan melaporkannya sebagai dugaan pemalsuan dokumen.
Sementara itu, pihak Ngurah Oka tetap bersikukuh bahwa silsilah yang diajukan merupakan warisan keluarga yang sah, dan menyangkal tuduhan pemalsuan.
Publik kini menantikan putusan dari majelis hakim yang diharapkan mampu mempertimbangkan secara objektif seluruh fakta hukum dan kesaksian yang telah disampaikan selama proses persidangan. (LB)