DENPASAR, LintasBali.com – Menggeliatnya bidang pariwisata pasca dibukanya perbatasan Bali untuk pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) memberi harapan bagi pelaku pariwisata khususnya dan masyarakat Bali secara umum.
Program percepatan pemulihan pariwisata Bali yang didorong oleh pemerintah provinsi Bali kepada pemerintah pusat telah disetujui, di antaranya mempromosikan agar wisman bekerja dari Bali dan mendorong agar para influencer menyebarkan informasi bahwa Bali sebagai tempat yang tepat untuk bekerja sambil berlibur, memberikan fasilitas Visa on Arrival kepada WNA untuk mempercepat pemulihan pariwisata yang sekarang sudah menjadi 86 negara, meminta maskapai penerbangan internasional untuk terbang langsung ke Bali yang sekarang sudah mencapai 29 maskapai, serta program-program aksesibilitas darat seperti infrastruktur jalan dan pelabuhan dan lain-lainnya. Apalagi menjelang pelaksanaan G20 semua program strategis dipercepat dan disetujui pemerintah pusat.
Kesiapan infrastruktur pariwisata Bali mempercepat upaya pemulihan ekonomi Bali. Berdasarkan data dari Bank Indonesia tahun 2020 ekonomi Bali paling terpuruk di antara semua Provinsi di Indonesia sampai menyentuh minus 12.36% pada kwartal ke-3. Tahun 2021 sudah terjadi peningkatan ekonomi Bali kendatipun masih negatif 2,46 persen dengan difokuskan dan dipercepatnya program pembangunan menjelang G20. Sejak dibukanya Bali untuk PPLN pada 7 Maret 2022, ekonomi Bali sudah menunjukkan peningkatan signifikan dengan tumbuh positif 4.84%.
Lebih dari 26% pertumbuhan tersebut disumbang oleh usaha yang terkait pariwisata yaitu akmamin (akomodasi, makanan, minuman) dan transportasi. Bahkan pada 2023 diperkirakan pertumbuhan ekonomi Bali 4,40-5,20%.
Satu minggu terakhir ini berkembang berita yang sangat ramai di media sosial dengan penemuan dua WNA memiliki KTP (kartu tanda penduduk) dan ada WNA bekerja selama di Bali serta ulah beberapa WNA yang berkendaraan tidak mematuhi aturan dan norma kesopanan.
Reaksi pemerintah juga sangat cepat dengan mengaktifkan Satuan Tugas Terpadu untuk penegakan hukum dan aturan yang melibatkan instansi Kepolisian, Keimigrasian Wilayah Bali dan unsur Industri Pariwisata.
Ini disambut sangat positif oleh masyarakat dan pelaku industri pariwisata. Namun ada dua rencana program yang dinyatakan pemerintah memicu polemik baru di masyarakat karena kecepatan disampaikan ke publik yaitu Permintaan Pemprov Bali untuk Mencabut Visa on Arrival untuk warga negara Rusia dan Ukraina serta Pelarangan wisatawan menyewa sepeda motor.
Hal ini dapat menimbulkan polemik baru karena berpotensi menimbulkan masalah baru karena selama ini pelaku industri pariwisata bersama pemerintah mendorong pemberian VoA tersebut melalui diskusi panjang. Sedangkan masyarakat yang menyewakan sepeda motor selama ini akan langsung terdampak.
Hal tersebut disampaikan I Nyoman Astama, SE., MM, salah satu praktisi pariwisata di Bali saat ditemui di Denpasar pada Selasa, 14 Maret 2023.
Nyoman Astama menambahkan, praktisi pariwisata yang langsung bersentuhan dengan wisatawan dan para wirausahawan, perlu diketahui adanya beberapa sumber permasalahan yang menyebabkan munculnya kejadian tersebut.
Beberapa sumber masalah yang disampaikan Nyoman stama tersebut antara lain:
1. Penegakan hukum atas pelanggaran tidak optimal.
2. Adanya oknum aparat yang membantu si pelanggar dengan mendapatkan iming-iming kompensasi finansial dan menganggap itu sebagai perilaku yang tidak salah.
3. Tamu mencontoh dari masyarakat lokal atau tamu lain yang melakukan pelanggaran dan tidak ditindak aparat, sehingga beranggapan itu hal yang boleh dilakukan.
4. Kekurangtahuan pelaku bahwa aktivitas mereka menyalahi aturan sehingga mereka beranggapan bahwa pelanggaran yang dilakukannya bukan suatu pelanggaran.
5. Kurangnya penerapan juklak dan juknis atas pekerjaan apa saja yang boleh dikakukan warga asing di Bali, bagaimana mereka bisa berkontribusi kepada Bali.
6. Adanya peluang dan niat untuk melakukan pelanggaran.
Menurut Nyoman Astama, dalam kasus KTP, sebenarnya ada tanda pengenal WNA yang memiliki “tanda penduduk” yaitu ITAS (Ijin Tinggal Terbatas) dan ITAP (Ijin Tinggal Tetap) serta apa yang bisa dilakukan selama di Bali dengan jenis ijin tersebut.
“Aturan formal sudah tersedia sehingga keberadaan WNA di Bali tidak menyalahi aturan. Petugas agar dipastikan mengetahui perbedaan tanda pengenal yang berhak dimiliki oleh WNI dan WNA. Integritas petugas memegang peran penting untuk bekerja sesuai tupoksi,” kata Nyoman Astama.
Ia menambahkannya, pengawasan agar lebih ditingkatkan. Bila terjadi pelanggaran agar segera diberikan sanksi sedini mungkin sehingga tidak berkembang menjadi kebiasaan. Sebaiknya aplikasi ijin tinggal dilakukan melalui prosedur online.
Sementara itu, penegakan hukum bagi usaha penyewaan kendaraan bermotor harus ditertibkan. Kalau tidak berijin agar ditutup atau mencari perijinan dengan memenuhi persyaratan ketersediaan parkir, SOP penyewaan, termasuk memastikan penyewa memiliki surat ijin mengemudi dan menandatangani Surat Integritas akan mematuhi semua aturan lalu lintas.
“Pengawasan agar dilakukan secara berkala untuk memastikan persyaratan dan SOP dijalankan. Melarang wisatawan menyewa sepeda motor akan memunculkan masalah baru seperti semakin banyaknya mobil di jalan raya dan semakin parahnya kemacetan,” imbuhnya.
“Visa on Arrival tentu menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk meminta baik untuk pemberian atau pencabutan VoA. Namun hal itu memerlukan proses karena melibatkan setidaknya 3 Kementerian, Kemenkumham, Kemenlu dan Kemendagri,” pungkasnya.
Dalam situasinya pemulihan pariwisata seperti saat ini sebaiknya dilakukan koordinasi dan kajian bersama dengan semua stakeholder untuk memberikan usulan dan masukan sehingga keputusan terbaik bisa tercapai. (AR)