DENPASAR, lintasbali.com – Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan dengan tegas akan mencabut ijin operasional hotel dan restoran jika usaha pariwisata ini tidak mengolah sampahnya berbasis sumber. Hal tersebut menuai banyak pertanyaan dan tanggapan dari berbagai kalangan termasuk pelaku dan praktisi pariwisata di Bali.
Ketut Swabawa, CHA, salah satu praktisi pariwisata di Bali saat dikonfirmasi lintasbali.com melalui sambungan telepon pada Sabtu, 22 Maret 2025 mengaku kaget membaca headline berita tersebut.

Ketut Swabawa, CHA, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Association of Hospitality Leaders Indonesia (DPP AHLI) dan Direktur Program LEAD
“Saya gagal paham antara mengolah sampah sendiri dan pencabutan ijin usaha. Wah bagaimana ini gak nyambung dan menimbulkan banyak persepsi ya. Maksud pak Koster itu bagus agar sampah dapat tuntas penanganannya ya. Kita juga pasti malu kok, masak urus sampah saja gak beres-beres padahal proyek-proyek besar yang lalu bisa jalan kan ya?,” kata Swabawa.
Dirinya melihat dalam Pergub 47 / 2019 mengatur terkait pengelolaan sampah berbasis sumber dan Pergub 97 / 2018 mengatur pembatasan penggunaan barang berbahan plastik sekali pakai. Jadi secara substansi, ia menyebut ada 2 hal yang memang wajib ditaati dan diterapkan oleh masyarakat yaitu “mengelola” sampah dan “mengurangi” menggunakan barang plastik sekali pakai.
“Jadi kira-kira arahnya adalah hotel dan restoran itu ditegaskan untuk mengelola sampah di tempat usahanya, bukan mengolah lho ya karena beda konotasinya. Jika harus mengolah sampah sendiri kan harus buat processing plant nya. Semoga seperti itu ya maksudnya sehingga ada kolaborasi yang baik antara pemerintah dan swasta. Swasta memilah sampahnya dan berupaya mengurangi timbulan sampah sementara pemerintah menyediakan tempat pengolahannya sehingga tidak terjadi penumpukan sampah seperti selama ini terjadi,” Papar Swabawa yang juga Ketua Umum DPP Associatiom of Hospitality Leaders Indonesia (AHLI).
Menggunakan barang atau produk ramah lingkungan bahkan saat ini menjadi prioritas pengelola hotel. Selain mendukung program pemprov Bali, hal itu menjadi marketing tools sebagaimana travel trend pasca pandemi lalu yaitu wisatawan lebih memilih tempat atau destinasi yang menerapkan isu global seperti konsep keberlanjutan.
Ada juga hotel sampai melakukan sertifikasi pariwisata berkelanjutan yang menggunakan standar dunia seperti GSTC criteria dengan 4 pilar sebagai indikatornya : pengelolaan, budaya, sosial ekonomi dan lingkungan.
Swabawa juga menyampaikan kaitan dengan Pungutan Wisatawan Asing (PWA) bahwa pemerintah menjanjikan alokasi dana tersebut untuk menciptakan pariwisata budaya Bali yang berkualitas, berkelanjutan dan bermartabat.
“Selain menjaga budaya, adat, tradisi dan pelestarian alam dana tersebut juga disebutkan digunakan untuk menjaga kenyamanan wisatawan di destinasi seperti kebersihan, akses jalan dan pelayanan umum terkait kepariwisataan seperti tourist information center. Jadi Pemprov mesti serius menerapkan tata kelola sampah ini dengan baik sehingga masalahnya bisa selesai dengan tuntas. Penegakan hukum atas pelanggaran Pergub dan Perda harus didukung, yang tidak memilah sampahnya dan masih menggunakan produk berbahan plastik sekali pakai bisa diberikan sanksi sesuai ketentuan dan tidak asal langsung cabut ijin agar tidak menimbulkan preseden buruk,” pungkasnya. (Red/Arie)