Wacana pembangunan wahana wisata cable car (kereta gantung) di kawasan Gunung Abang, Kintamani terus menuai penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya berasal dari pemuda Banjar Dukuh, Desa Abang Batudinding, Kintamani. Rencana proyek yang tepat berada di kaki Gunung Abang tersebut berpeluang menimbulkan dampak desrupsi terhadap alam lingkungan. Selain itu, rencana proyek ini ditengarai dapat menodai kesucian pura. Demikian disampaikan Wakil Ketua Sekaa Teruna (ST) Tunas Mekar, Banjar Dukuh, Abang Batudinding, I Wayan Dedi Pranata, mewakili komunitasnya.
“Kami ingin menanyakan, sejauh apa proyek ini akan memberi manfaat, apakah perlu di Kintamani dibangun wahana seperti itu yang memungkinkan pencemaran atau pelecehan terhadap pura yang kami miliki?” ungkapnya di sela-sela Diskusi Bersama Peradah (DIPA) Bangli #4 yang digelar DPK Peradah Indonesia Bangli serangkaian Hari Sumpah Pemuda 2019, Sabtu (26/10).
Melihat kontur tanah di Bangli terutamanya di desa setempat sangat rapuh. Masyarakat takut kalua pembangunan ini tetap berjalan maka akan berdampak langsung dengan tebing-tebing gunung longsor. Akibat gempa beberapa bulan lalu saja akses jalan di beberapa lokasi di Bangli tertimbun tanah longsoran. Disamping longsoran akibat hujan yang terjadi bertahun-tahun.
Sementara Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli I Ketut Eriadi Ariana, berharap pihak terkait memberikan atensi terhadap keluh kesah yang disampaikan pemuda dan masyarakat Abang Batudinding sebagai warga terdampak langsung rencana proyek tersebut. “Saat ini posisi kami bukan menolak ataupun mendukung. Sikap kami sebagaimana juga pernah dinyatakan DPP Peradah Indonesia Bali adalah mempertanyakan kelayakan proyek. Terlebih kami dapatkan informasi bahwa ada sejumlah pura yang akan dilintasi jalur kereta gantung tersebut,” katanya.
Diharapkan, sebelum proyek benar-benar dibangun, dokumen AMDAL dapat diakses oleh masyarakat luas. Ruang-ruang timbang pandang antara investor, pemerintah, dan masyarakat juga harus difasilitasi secara intensif dan jernih. “Bagi masyarakat di Abang juga masyarakat Bali, Gunung Abang atau Gunung Tuluk Biyu adalah hulu suci, sedangkan Danau Batur juga merupakan ibu yang telah memberi kita hidup, sehingga aspek kearifan lokal ini tak boleh dipandang sebelah mata, terlebih hanya dengan alasan membuka ruang investasi dengan iming-iming menyejahterakan penduduk lewat pembangunan ini,” pungkasnya. (Red/APW/LBC)