Seputar Bali

Perjuangkan SPA, Bali Spa Bersatu Teken MoU Dengan ASPI dan ASTI

DENPASAR, lintasbali.com – Polemik pajak hiburan sebesar 40 persen yang dikenakan untuk usaha SPA di Bali mendapatkan perhatian serius dari asosiasi dan pengusaha spa di Bali. Menyikapi hal itu, Bali Spa Bersatu bergerak cepat berkolaborasi dengan Perkumpulan Pengusaha Husada Tirta Indonesia (ASPI Wellness & Spa) dan Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang berlangsung di Griya Bima Sakti, Denpasar, Senin, 29 Januari 2024 dalam sebuah langkah strategis untuk memperkuat industri spa dan wellness di Indonesia.

Ketua Inisiator Gerakan Bali SPA Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra dengan tegas kembali menyampaikan SPA seharusnya disetarakan dengan sektor lain seperti hotel dan restoran yang dikenai pajak sebesar 10 persen. Hal tersebut menurutnya telah sesuai dengan KBLI 2020 untuk SPA No. 96122 yang mengartikan SPA sebagai jasa wisata pelayanan kesehatan dan kebugaran.

“Ada sesuatu yang janggal disana karena tidak ada sosialisasi mengenai dalam UU No. 1 Tahun 2022 Pasal 55 ayat 1 huruf L dan Pasal 58 ayat 2 tersebut yang diterbitkan saat pandemi Covid-19,” kata Gusti Jayeng Saputra.

Gusti Jayeng menyampaikan tujuan dari kolaborasi dan kerjasama dengan ASPI dan ASTI yang mewakili suara pengusaha spa di Bali, untuk menyatukan kekuatan dan memperluas jangkauan advokasi. Keputusan ini diambil untuk menghadapi tantangan industri spa saat ini, terutama terkait isu pajak dan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

“Jadi perjanjian ini nantinya akan menjadi pondasi yang kuat bagi rekan-rekan therapist di Bali untuk menyuarakan perubahan bersama. Kita akan bersama-sama mengawal proses Judicial Review di MK, juga menjadi kekuatan kita untuk menyuarakan keadilan sehingga suara kami bisa didengar oleh Presiden. Kami juga meminta Presiden untuk segera mengeluarkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, red) mengingat UU (Undang-Undang, red) Nomor 1 2022 ini secara perlahan akan mematikan industri SPA di Bali khususnya,” paparnya.

BACA JUGA:  Jelang Pergantian Tahun, Polda Bali Siagakan Brimob di Pelabuhan Sanur

Tidak hanya untuk penguatan advokasi, penandatangan MoU ini juga menjalin kerjasama kedepan mengenai pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan dan pelatihan, organisasi, serta pengabdian masyarakat untuk pertumbuhan industri SPA dan Wellness di Indonesia.

“Kerjasama ini diharapkan akan membawa dampak positif jangka panjang bagi pertumbuhan dan pengembangan industri spa dan wellness di Indonesia, dengan fokus khusus pada Bali sebagai ikon spa dunia. Gerakan Bali Spa Bersatu, ASPI, dan ASTI bersatu untuk mewujudkan potensi penuh industri spa Indonesia dalam skala nasional dan internasional,” pungkas Gusti Jayeng Saputra.

Sementara itu, I Nyoman Satrawan selaku Ketua ASTI Bali menyambut baik kerja sama yang dilakukan. Sebagai pihak yang juga terdampak terhadap kebijakan UU Nomor 1 Tahun 2022, ia berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali aturan tersebut. Pihaknya juga akan bergerak bersama BSB memperjuangkan keadilan dan kesetaraan hak hingga ke Mahkamah Konstitusi.

“Jangan sampai kebijakan pemerintah jadi tumpang tindih. Kami berharap MK dapat mengabulkan permohonan kami dan membatalkan aturan yang mewajibkan pelaku usaha SPA membayar pajak sebesar 40%,” tutupnya.

Sementara itu, Debra Maria, Chief Executive Officer (CEO) Taman Air SPA yang juga anggota Bali Spa Bersatu juga menyampaikan keprihatinannya terkait pajak hiburan yang dikenakan untuk SPA. Ia meyebut saat ini di Indonesia terdapat 1.673 usaha SPA, dimana jumlah tersebut banyak yang belum tergabung dalam asosiasi.

“Terus terang saat pandemi kita tidak dapat insentif apa-apa dari pemerintah. Kita merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Padahal kita juga berkontribusi untuk pariwisata. Lalu sekarang ketika sudah endemi, tiba-tiba pajak dinaikkan 40 persen, tentu ini sangat memukul kami. Fix kita dizolimi,” pungkas Debra. (Red/AR)

Post ADS 1