News Seputar Bali

PHDI Bali Dukung Proses Hukum Oknum Sulinggih Bermasalah

DENPASAR, lintasbali.com – Kasus yang menimpa oknum Sulinggih inisial IBRASM alias I Wayan M (38), atas dugaan pencabulan terhadap YD (33) sangat disayangkan oleh Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si. Ia mendukung pihak kepolisian untuk mengusut tuntas oknum Sulinggih bersangkutan, sebab menjadi pelajaran bagi setiap calon Sulinggih harus terdaftar di PHDI Prov. Bali dan tidak mediksa sendiri.

“Kita PHDI Bali harus dan wajib hukumnya untuk memberikan pengayoman terhadap umat Hindu, termasuk juga masalah Sulinggih agar urusan Sulinggih itu tertata dengan baik melalui PHDI. Hal ini karena ada Sulinggih yang melakukan ‘mediksa’ sendiri tanpa sepengetahuan PHDI, sehingga tidak terdaftar di PHDI lalu menimbulkan masalah, dengan demikian maka PHDI harus melakukan kerja keras mensosialisasikan kepada masyarakat supaya jika menjadi Sulinggih tidak boleh ‘mediksa’ sendiri,” ucapnya, Jumat (19/2) lalu.

Prof. Sudiana mengatakan sebelum menjadi Sulinggih tentu harus mencatatkan atau mendaftarkan dirinya ke Kantor PHDI di Jalan Ratna, Denpasar. Tujuan baik ini adalah memperjelas identitas, asal usul, dan siapa Nabe atau guru spiritual dari calon Sulinggih.

“Harus dan wajib hukumnya mendaftarkan diri ke PHDI sebelum menjadi Sulinggih, mengusul ke PHDI untuk menjadi Sulinggih sehingga ada ‘diksa pariksa’ dari PHDI dan ada SK Kesulinggihan yang dikeluarkan PHDI, beserta memiliki Nabe lengkap lalu ketatanan Kesulinggihan berjalan sesuai dresta di Bali. Dari itu diharapkan tidak ada lagi Sulinggih yang tidak tercatat di PHDI, ke depannya juga berjalan dengan baik dan para Sulinggih tidak lagi terkena kata-kata yang tidak baik dari mereka yang tidak puas atau tidak mengerti apa sebenarnya Sulinggih atas tugas-tugas beliau yang harus dilakukan,” katanya.

BACA JUGA:  Kenalkan Tradisi Canang Sari ke Kancah Dunia

Guna meningkatkan pengalaman individu sebelum menjadi calon Sulinggih, juga diminta mengikuti program sosialisasi yang tujuannya memahami sebab akibat dan dampak sosial di lapangan. Namun begitu, Prof. Sudiana menegaskan masih banyak kekurangan dari segi pemaparan atau materi yang diberikan PHDI, seluruhnya adalah proses dalam penyempurnaan.

“Ya kita ada program sosialisasi tentang Diksa dan akibat-akibatnya, baik akibat agama, hukum, sosial jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi di luar koridor. Itu sudah lama berjalan, karena PHDI juga tidak sempurna dan memiliki keterbatasan untuk merangkum semuanya,” tegasnya.

Bagaimana syarat dini menjadi Sulinggih di PHDI Prov. Bali? Prof. Sudiana menerangkan ada beberapa syarat individu calon Sulinggih, ia minimal harus berusia di atas 40 Tahun dan memiliki Nabe, tentu pula calon Sulinggih ini harus ditunjang kemampuan serta pemahaman yang baik terkait Hindu Bali.

“Dari tahun 1968 kami sudah ada keputusan terkait Diksa, itu umurnya 40 tahun ke atas baru boleh mediksa. Untuk kemudian pula harus punya Nabe terdiri atas tiga; Nabe Napak, Nabe Saksi, Nabe Wakra, lalu juga mesti mengajukan surat ke PHDI untuk menjadi Sulinggih, berikutnya mengikuti Diksa Pariksa dari PHDI. Maka dengan demikian beliau terdaftar dan bisa dipertanggungjawabkan Kesulingihannya secara penuh, baik oleh Nabe dan PHDI jika terjadi pelanggaran-pelanggaran cepat ada pembinaan oleh para Nabe-nya sehingga tidak terjadi lepas kontrol, itulah yang penting,” papar Prof. Sudiana.

Namun jika ternyata individu Sulinggih melakukan tindak pelanggaran yang tergolong berat, risiko hukum dan sosial ini adalah tanggung jawab Sulinggih yang bersangkutan. Prof. Sudiana menambahkan bahwa PHDI akan menjembatani Nabe dari pihak oknum Sulinggih untuk berkomunikasi dan mencabut kesulinggihan oknum bermasalah.

BACA JUGA:  Yonge Sihombing, Penulis Buku Jokowi Maestro Audiensi ke DPRD Provinsi Sumatera Utara

“Kita mendorong Nabe-nya, kalau itu memang terbukti pelanggaran ya supaya dicabut Kesulinggihannya. Dengan telah dicabut Kesulinggihannya beliau sudah menjadi orang biasa, kalau sudah menjadi orang biasa, ya yang berperkara itu bukan Sulinggih melainkan orang biasa. Itu sudah ada upaya dari kita sejak dulu. Di mana dahulu juga pernah ada Sulinggih yang mau kawin, maka harus dicabut Kesulinggihannya atau disebut Anulekar Gelung, setelah itu kawin. Jika ingin kembali menjadi Sulinggih, ya harus lagi melakukan Pediksaan, kalau tidak ingin jadi Sulinggih ya jadi orang biasa,” imbuhnya.

Sementara itu, di tingkat Dit. Reskrimum Polda Bali, kasus yang menimpa Sulinggih IBRASM alias I Wayan M kasusnya sudah masuk tahap 1 dan masih melengkapi data atas petunjuk Jaksa atau P-19.

“Sedangkan masalah hukum itu urusan negara dan bukan urusan PHDI,” tegas Prof. Sudiana.

Korban YD adalah suami dari Ajik (46), bahkan sudah memberi keterangan saksi di Polda Bali. Sebelumnya, korban YD mengalami peristiwa dugaan pencabulan pada Sabtu, 4 Juli 2020 pukul 02.05 Wita lalu ketika melaksanakan tirta yatra ke sembilan pura. Peristiwa tersebut terjadi di TKP di depan Patung Dewa Siwa Pura Campuhan di Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.

Kasus dugaan pencabulan oknum I Wayan M dilaporkan ke Polda Bali pada Kamis, 9 Juli 2020 karena Ajik merasa istrinya YD dilecehkan atas tindakan tidak terpuji oknum Sulinggih dimaksud.

PHDI Prov. Bali belum lama ini juga sudah melakukan paruman alit, Selasa (16/2) melibatkan PHDI di kabupaten/kota se-Bali. Oleh karena oknum IBRASM tidak terdaftar sebagai Sulinggih di PHDI Prov. Bali maupun PHDI di Kabupaten Gianyar, kasus hukum tentu berlanjut tanpa menunggu status Sulinggihnya dicabut.

Post ADS 1