Seputar Bali

Polemik MDA Berkepanjangan, Persadha Nusantara Desak DPRD Provinsi Bali Segera RDP

DENPASAR, lintasbali.com – Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Perhimpunan Sanatana Dharma Nusantara (Persadha Nusantara) Bali mendesak DPRD Provinsi Bali untuk segera melaksanakan hearing (Rapat Dengar Pendapat) dengan Majelis Desa Adat (MDA) dan Dinas Pemajuan Desa Adat Provinsi Bali. Menurut Ketut Sae Tanju, S.E.,M.M., selaku Ketua, upaya ini merupakan pintu masuk mengakhiri polemik yang terjadi terkait tugas pokok dan fungsi Majelis Desa Adat Provinsi Bali.

“Pihak Legislatif seharusnya cepat tanggap dengan situasi yang berkembang di Masyarakat bawah terkait MDA ini, mumpung sekarang lagi suasana rapat paripurna Dewan,” ujar Sae Tanju di Denpasar, Selasa, 29 Juli 2025.

Dari sisi aturan, pengusaha muda ini menilai bahwa Perda Desa Adat No. 4 Tahun 2019 diberlakukan untuk memperkuat kedudukan, kewenangan, dan peran desa adat dalam menjaga keberlangsungan aspek religius, sosial, dan budaya di Bali.

Menurutnya, poin poin penting dalam Perda Desa Adat adalah memberikan pengakuan resmi dan eksplisit terhadap Desa Adat sebagai subjek hukum dengan kedudukan hukum yang jelas dan tegas. Desa Adat diberikan otonomi untuk mengatur dan mengurus daerahnya sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya, selama tidak bertentangan dengan hukum nasional dan kepentingan umum.

Lebih lanjut Sae Tanju menilai bahwa secara keseluruhan Perda Desa Adat No. 4 Tahun 2019 merupakan langkah penting dalam memperkuat eksistensi dan peran desa adat di Bali dalam konteks otonomi daerah dan pelestarian budaya. Namun keberadaan MDA Bali saat ini menurut beberapa pakar dan sebagian Bendesa Adat dinilai keluar dari apa yg tertuang jelas dalam Perda Desa Adat tersebut sebagai contoh adalah Pasal 49 AD/ART MDA terang-terangan menulis Desa Adat ‘menyerahkan sebagian kewenangan kepada MDA’. Hal tersebut menimbulkan kritikan serta tuntutan kepada MDA Bali untuk tidak memfungsikan diri sebagai “Pengendali” terhadap seluruh Desa Adat yang ada di Bali.

BACA JUGA:  Ala Ayuning Dewasa hari baik Hindu Jumat, 28 April 2023

Secara lebih konkrit, pihaknya memberikan 3 solusi terkait kisruh MDA ini; Pertama, Para Bendesa Adat Se-Bali harus bergerak serentak untuk mendorong di revisinya AD/ART MDA Bali dalam Paruman Agung para Bendesa Adat Se-Bali. Dalam forum ini dapat diusulkan agar AD/ART MDA Bali harus segera direvisi agar ditambahkan klausul “Paruman Agung Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila dipandang perlu serta mendesak dan atau ada pelanggaran yang dilakukan oleh Prajuru MDA Provinsi”.

Kedua, RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara DPRD Provinsi Bali dan MDA Bali serta Dinas Pemajuan Masyarakat Adat ( PMA ) adalah jembatan menuju solusi terbaik untuk mencari kejelasan dan kesepakatan tentang penguatan Perda Desa Adat Nomor 4 tahun 2019.

Ketiga, yang menjadi pengurus MDA Bali seyogyanya adalah Bandesa Aktif yang dipilih dari Paruman Agung para Bendesa Se-Bali. Dengan berpegangan pada Perda 04 tahun 2019 pasal 72 yang menyebutkan bahwa MDA dibentuk oleh Desa Adat yang merupakan “Pasikian” ( Persatuan ) Desa Adat Se-Bali sebagai mitra Pemerintah Daerah, MDA dibentuk di Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan; susunan organisasi , masa jabatan dan tata kerja diatur dalam AD/ART MDA

Pengusaha multi talenta yang aktif di berbagai kegiatan sosial ini mengajak para anggota dewan dan pihak eksekutif terutama Gubernur untuk tidak membiarkan masalah ini berlarut-larut dan menjadi bola panas yang terus menggelinding.

“Seolah-olah ini tidak menjadi masalah dan tidak mau terlibat dalam menyelesaikan masalah lembaga adat kita di Bali, Gubernur harus tegas dan bukan malah lempar batu sembunyi tangan dan anggota dewan yang terhormat harus aktif dalam menjalankan fungsi kontrol-nya terhadap jalannya pemerintahan dan dinamika di masyarakat khususnya menyuarakan kebenaran fungsi dan manfaat dari Perda Desa Adat yang telah ada,” pungkas Sae Tanju. (LB)

Post ADS 1