GIANYAR, lintasbali.com – Beberapa minggu terakhir, pelaku pariwisata di Bali diresahkan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Industri usaha Spa dikenakan pajak sebesar 40 persen oleh Pemerintah. Industri Spa & Wellness berkembang dengan konsep kembali ke alam “back to nature” dan mengangkat kekayaan budaya lokal.
Mencermati perkembangan di lapangan, PHRI Bali yang merupakan induk dari 24 Asosiasi Pariwisata di Bali, termasuk BSWA yang dibentuk pada Tahun 2002, memandang perlu untuk mendapat pencerahan langsung dalam sebuah Seminar Nasional bertajuk “Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Dampak Bagi Perkembangan Dunia Usaha SPA di Bali dan Indonesia” dengan menghadirkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno pada Rabu, 31 Januari 2024 bertempat di The Royal Pitamaha Resort Ubud.
Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), Ketua BPD PHRI Bali dalam sambutannya menyampaikan bahwa Bali Spa and Wellness Association (BSWA) lahir tahun 2002 di The Royal Pitamaha Ubud dan sudah berbadan hukum PMA pada tahun tersebut. Ia pun sangat keberatan dengan pajak 40 persen yang dikenakan bagi usaha SPA.
“Kami sangat keberatan. Kami berharap agar DNA spa dikembalikan lagi dan bukan dikelompokkan ke dalam hiburan melainkan berdiri sendiri. Spa tidak termasuk hiburan,” tegas Cok Ace.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra yang hadir mewakili PJ Gubernur Bali dalam sambutannya menyampaikan Pemerintah Provinsi Bali saat ini memperhatikan dan membaca ada dua isu yang perlu diselesaikan.
“Ada dua isu yang kami perhatikan. Pertama, tentang penempatan kelompok SPA sebagai kategori hiburan. Hal itu tidak tepat dengan segenap argumennya. Kedua, mengenai tarif yang tinggi dengan pajak 40 persen yang dikenakan bagi usaha SPA,” kata Dewa Made Indra.
Berlakunya Peraturan Daerah (Perda) dengan tarif pajak paling rendah sebesar 40 % dan paling tinggi 75 %, yang merujuk kepada Undang Undang No. 1 tahun 2022 khusunya pasal 55 ayat 1 huruf I dan pasal 58 ayat 2.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno dalam paparannya menyampaikan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia tahun 2023 mencapai 9,42 juta. Jumah devisa USD 10,46 juta dan target wisatawan tahun 2024 antara 9,5 juta – 14,3 juta.
Terkait polemik diberlakukannya Pajak Spa sebesar 40 persen, dirinya juga sangat keberatan. Bagaimana tidak, aturan ini diterbitkan pada Januari 2022 dan saat itu Indonesia masih dalam pandemi Covid-19.
“Tahun 2022 kita tahu masih Pandemi Covid-19. Maret dan April 2022, kita masih sibuk berbenah untuk kembali bangkit. Undang-undang ini diterbitkan Januari 2022. Spa sangat tidak tepat diklasifikasikan disana,” papar Sandiaga Uno.
Pelaksanaan Seminar Nasional ini diharapkan mendapatkan berbagai masukan, baik dari kalangan pengusaha Spa, akademisi, stakeholder pariwisata maupun dari kalangan pemerintahan terhadap klasifikasi usaha Spa sekaligusenjawab kegelisahan bagi pelaku usaha Spa yang dalam Undang – Undang No. 1 tahun 2022 digolongkan sebagai usaha Hiburan.
Disamping itu, Seminar ini juga diharapkan mampu memberikan bahan kajian terhadap upaya Judicial Review yang sedang dilakukan serta mendapatkan atensi dari pembuat UU baik pemerintah pusat maupun DPR mengenai usaha Spa.
Hal ini pun berkelanjutan dengan pencanangan oleh pemerintah mengenai Pengembangan Wisata Kesehatan menuju Indonesia Unggul, sebagai upaya bersama untuk mendukung destinasi wisata prioritas serta pengembangan wisata kesehatan yang bermutu dan paripurna sebagai tindak lanjut dari Permenkes No.76 / 2015 tentang Pelayanan Wisata Kesehatan.
Spa sebagai salah satu bidang usaha yang termuat pada Peraturan Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif (berdasarkan UU Kepariwisataan Nomor 10 tahun 2009) menjadi salah satu bidang usaha pilihan favorit bagi wisatawan baik domestik maupun manca negara.
Adapun ketentuan – ketentuan yang mengatur usaha Spa :
1. Undang Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Bab VI Pasal 14 ayat 1 huruf m, yang menyatakan bahwa Spa termasuk usaha pariwisata (bukan usaha Hiburan).
2. Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia yang mengatur jenjang kualifikasi spa terapis.
3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 8 tahun 2014 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Spa bahwa Spa merupakan upaya kesehatan tradisional Indonesia.
4. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 4 tahun 2021 tentang stándar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perijinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata pada halaman 559 yang mengatur mengenai Standar Usaha Spa (sante par aqua) – Beresiko Menengah Tinggi.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 8 tahun 2022 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan no. 14 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada penyelenggaraan perijinan berusaha Berbasis Resiko sektor Kesehatan.
6. Peraturan BPS No. 2 tahun 2020, Peraturan ini berisi tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia ( KBLI ) yang paling terbaru ( KBLI SPA = 96122 ). (Red/AR)