Seputar Bali

Prajaniti Bali Dukung DPRD Provinsi Bali Panggil MDA dan Dinas PMA

DENPASAR, lintasbali.com – Dewan Pimpinan Daerah Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali, mengapresiasi dan mendukung langkah Komisi I DPRD Provinsi Bali untuk memanggil Majelis Desa Adat (MDA) dan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) terkait mencuatnya beberapa kasus tertundanya pengukuhan (pelantikan) para Bandesa Adat di Bali. Termuktahir, Bandesa Adat Selat, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, batal dikukuhkan.

Kekisruhan yang terjadi ini, kontan menjadi perbincangan hangat masyarakat Bali dan kalangan anggota Dewan. Bahkan, anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali dari Fraksi PDI Perjuangan, I Wayan Bawa, S.H., menyoroti peran Majelis Desa Adat (MDA) Bali yang dinilai mulai keluar dari fungsi utamanya. Menurutnya, MDA bukanlah lembaga struktural di atas desa adat, melainkan hanya forum koordinasi antar desa adat di Bali.

“MDA itu hanya forum koordinasi, seperti forum perbekel di desa dinas. Desa adat tidak berada di bawah forum. Atasan desa adat itu ya Ida Bhatara Kahyangan Tiga dan krama desa, bukan MDA,” tegas Wayan Bawa, Senin, 14 Juli 2025.

Untuk menghindari polemik berkelanjutan, Wayan Bawa berencana mengusulkan pembahasan khusus di Komisi I DPRD Bali dengan memanggil pihak MDA dan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA). Tujuannya, memastikan tidak ada benturan aturan antara Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dengan UU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali.

Dr. Wayan Sayoga, Ketua Prajaniti Bali mengapresiasi dan mendukung pemanggilan terhadap MDA dan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) ini. Menurutnya, langkah pemanggilan ini ibarat oase di padang pasir dan bukti bahwa DPRD Bali masih ada dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap dinamika yang terjadi di tengah masyarakat adat di Bali

Menurut Dokter Wayan Sayoga, pihaknya mendukung cara-cara progresif yang ditempuh dalam menata kehidupan di Bali, termasuk adat dan tradisi agar berjalan sesuai dengan semangat zaman, dijauhkan dari hal-hal yang berbau diskriminatif yang dapat menggangu keharmonisan krama Bali.

BACA JUGA:  Praja Raksaka Peduli Rakyat, Danrem 163 Wira Satya Tinjau RTLH di Denpasar

Sementara itu, pemerhati Adat dan budaya Bali, I Made Dwija Suastana menyatakan salut ternyata masih ada anggota Dewan yang berani bersuara terkait dinamika yang terjadi pada pengadegan Bandesa Adat Desa Selat, Kecamatan Susut Bangli ini. Pihaknya sepakat dengan anggota Fraksi PDIP I Wayan Bawa yang notabene adalah praktisi adat di Desa Seseh itu.

“Pak Wayan Bawa tentu sangat memahami dan kompeten dalam menyoroti tupoksi MDA, karena beliau mantan Bandesa Adat,” ungkap Dwija.

Lebih lanjut pendiri organisasi mahasiswa Hindu di Kampus Warmadewa ini menambahkan bahwa, polemik ini sekaligus menjadi momentum tepat bagi wakil-wakil rakyat Bali yang duduk di Renon agar me-reposisi tugas pokok dan fungsi Majelis Desa Adat dengan mengacu pada aturan pembentuknya yakni Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.

Bahkan seiring dengan telah lahirnya UU Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali, maka sangat mendesak Perda Nomor 4 tahun 2019 ini direvisi agar ada harmonisasi antara Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945,UU Nomor 15 tahun 2023 dan Perda Desa Adat.

“Sebagai warga adat di Bali, saya memahami semangat dari keberadaan Majelis Desa Adat (MDA), bahkan saya sangat berharap payung hukum Majelis Desa Adat atau sebutan lain, niscaya bisa termaktub dalam UU tentang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang saat ini sedang digodok. Jadi payung hukum Lembaga adat kita tidak hanya berupa Perda, tapi Undang-Undang, ini kita harus dorong bersama, agar positioning kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup dan lestari di Indonesia bisa lebih kuat,” pungkas praktisi pariwisata ini. (LB)

Post ADS 1