Kepariwisataan dunia dan Indonesia semakin berkembang dengan pesat dan bukan berfokus pada bisnis konvensionalnya saja, namun juga mengangkat sendi-sendi potensi terjadinya industri pariwisata.
Ketut Swabawa, Ketua Umum DPP Association of Hospitality Leaders Indonesia (AHLI) saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon bertepatan Hari Raya Kuningan pada Sabtu, 5 Oktober 2024 menyampaikan, pentingnya strategi pengembangan destinasi pariwisata secara bijak untuk pemenuhan aspek keberlanjutan.
“Opini yang pernah ada yakni pariwisata dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, adat dan budaya termasuk alam harus kita respon dengan antisipasi dan solusi yang memegang teguh prinsip keberlanjutan tersebut,” kata Swabawa saat sedang bertugas di kawasan hutan Kalimantan dekat perbatasan Sarawak, Malaysia.
Menurutnya, sendi pariwisata Indonesia sangat jelas dan kuat yakni alam, budaya dan keramahan penduduknya. Ketiga hal tersebut menjadi pemantik munculnya konsep wisata buatan dan didorong lagi dengan kemajuan teknologi.
“Masalah kita saya lihat itu ada di perilaku masyarakat lokal setempat. Contohnya Bali yang hari ini sedang merayakan hari suci Kuningan lanjutan dari Galungan yang lalu. Adat tradisi keagamaan kita ini dijalankan masyarakat dengan tulus ikhlas tanpa diatur dan dipaksa. Turis itu senang melihat aktifitas warga kita dalam menjalankan budaya tersebut, seperti membuat sesajen, adanya penjor di setiap rumah, sembahyang di pura, berpakaian adat Bali serta aktifitas kita di hari raya lainnya,” imbuhnya.
Jadi ditambahkannya bahwa perilaku masyarakat yang menghormati dan menjaga adat budaya tersebut secara tulus ikhlas karena “tetamian leluhur” patut diapresiasi sebagai upaya mewujudkan prinsip keberlanjutan.
Dikaitkan dengan industri pariwisata, Swabawa mencontohkan adat budaya di tanah air yang begitu beragam keunikan sehingga mampu menyedot wisatawan mancanegara akan mengunjunginya.
“Saya sedang di kawasan Sungai Utik pemukiman suku dayak Iban, di sini masyarakat adatnya secara turun temurun menjaga dan merawat hutan adat mereka seluas 9.400 hektar lebih. Terbukti tokoh penjaga hutan adat bernama Apai Janggut berusia 93 tahun telah meraih penghargaan internasional Equator Prize dari UNDP, Guibenken Award dari Portugal serta lainnya. Saya terharu mendengar kisah beliau yang memegang teguh prinsip : lebih baik menjaga mata air daripada meneteskan air mata nantinya. Saat ini banyak wisatawan jauh-jauh ke sini dengan penerbangan Pontianak ke Putussibau lalu jalan darat selama 2 jam. Opsi lainnya karena penerbangan sangat terbatas, berkendara dari Pontianak ke sini selama 15 jam perjalanan. Dan ini fakta banyak yang mengunjungi,” paparnya.
Swabawa melihat budaya suku dayak Iban tersebut sebagai contoh bahwa leluhur mereka mewariskan nilai-nilai penghormatan kepada leluhur dan alam semesta sangat luar biasa dijaga dan diteruskan oleh generasi berikutnya.
Akhirnya kini berbuah manis membuka lapangan pekerjaan dan peluang penghasilan masyarakat selain pekerjaan utama mereka sebagai peladang. Desa Wisata Batu Lintang dengan ekowisata Sungai Utik yang dikelola warga Suku Adat Dayak Iban ini berhasil masuk 50 desa wisata terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2024 yang diikuti oleh 6.016 peserta desa dari seluruh Provinsi di Indonesia. (Red/LB).