DENPASAR, lintasbali.com – Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan silsilah dengan terdakwa Anak Agung Ngurah Oka dari Jero Kepisah dan keluarganya kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa, 24 Juni 2025. Dalam sidang kali ini, tim kuasa hukum terdakwa menghadirkan dua saksi “a de charge”, yakni I Nyoman Mudarsana dan ahli linguistik Dr. Putu Ari Suprapta.
Dalam keterangannya, Dr. Ari Suprapta menegaskan bahwa dokumen-dokumen pipil yang menjadi pokok sengketa atas kepemilikan tanah Jero Kepisah memang milik keluarga yang bersangkutan. Ia bahkan telah meneliti sebanyak 44 pipil yang berkaitan dengan kawasan Jero Kepisah.
“Dari 44 pipil tersebut, tercantum nama-nama seperti I Gusti Gede Raka, I Gusti Raka Ampug, serta I Gusti Gede Raka DT. Kode ‘DT’ adalah singkatan dari Druwe Tengah, yang artinya tanah tersebut masih merupakan milik bersama dalam keluarga,” jelas Dr. Ari Suprapta.
Ia juga menjabarkan bahwa pipil-pipil itu memuat berbagai informasi penting, mulai dari nomor pipil, alamat pemilik tanah, lokasi tanah (nama banjar), luas tanah, nama pemilik, hingga besaran pajak yang dibayarkan.
“Semua alamat dalam pipil tersebut merujuk pada wilayah Kepisah Pedungan atau Beluran. Kepisah dan Beluran adalah dua banjar bertetangga yang letaknya berdampingan,” ujar Sekretaris Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana ini.
Terkait keaslian dokumen, Ari Suprapta memastikan bahwa pipil yang diajukan dalam persidangan merupakan dokumen otentik. Pipil yang ditulis di atas daun lontar tersebut dilengkapi cap dan stempel berteknik emboss, yang sulit dipalsukan.
“Pipil itu asli dan resmi. Lontar-lontar dari masa lalu memang lazim memiliki cap atau stempel seperti ini. Itu menjadi bukti bahwa lontar tersebut diterbitkan secara sah. Dalam beberapa lontar yang dikeluarkan oleh raja, atau dalem dalam istilah Bali, biasanya terdapat cap resmi dari dalem,” jelasnya lebih lanjut.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, I Kadek Duarsa, menyatakan bahwa kesaksian ahli linguistik tersebut semakin memperkuat posisi terdakwa. Ia menilai keberadaan bukti pembayaran pajak dan keberadaan cap emboss menjadi kunci pembuktian keaslian pipil.
“Pipil lontar ini berlaku selama 10 tahun. Disebut asli karena memiliki dua cap emboss di kiri dan kanan. Cap tersebut dibuat dari besi panas yang digunakan langsung oleh pasedahan pada masa itu, dan sangat sulit dipalsukan,” tegas Duarsa.
Dengan fakta-fakta yang diungkap di persidangan, Duarsa optimistis bahwa kliennya tidak melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan.
“Kami yakin klien kami tidak bersalah. Dalam unsur tindak pidana pemalsuan surat, harus ada penerbitan hak yang tidak sah. Sementara klien kami telah memiliki hak atas tanah tersebut jauh sebelum silsilah dibuat untuk keperluan sertifikasi hak milik,” pungkasnya.