Pendidikan

Sekolah Pariwisata Ditantang Ciptakan Strategi Baru Hadapi Trend Pariwisata Masa Depan

Lintasbali.com – Industri pariwisata yang berkembang dengan sangat cepat dan menjadi unggulan prioritas pembangunan perekonomian di Indonesia saat ini memiliki banyak peluang yang dapat digarap demi keberlanjutannya di masa depan. Faktor pendidikan dan pelatihan kepariwisataan menjadi hal yang sarengat fundamental untuk menciptakan sumber daya manusia yang handal, unggul dan kompeten.

Hal tersebut ditanggapi serius oleh salah seorang praktisi yang sekaligus akademisi kepariwisataan dari Bali, Ketut Swabawa, yang menjelaskan bahwa digitalisasi pendidikan pariwisata harus dihadirkan untuk memberikan media pembelajaran yang menarik bagi generasi millenial dewasa ini. Menurut Swabawa, pendidikan kepariwisataan di Indonesia saat ini baru memasuki tahap pemenuhan kebutuhan industri dan bahkan dikhawatirkan beberapa penyelenggara pendidikan atau pelatihan hanya menjalankan misi akademis reguler dan tidak inovatif.

Dikatakannya bahwa Industri pariwisata semakin berkembang dalam berbagai hal baik peluang, tren, keragaman produk, strategi pemasaran dan sebagainya. Masalah yang kita perhatikan sekarang bahwa praktisi terlibat langsung di dalam industri terkini, sementara lembaga pendidikan baru mendidik atau melatih calon tenaga kerja yang akan datang, itupun dimulai dari rank and file. Dari sisi kebutuhan SDM kita melihat hal tersebut merupakan Dua kondisi yang belum mampu memecahkan persoalan SDM di industri secara akademis secara maksimal.

Ketut Swabawa, Founder SWAHA Hospitality Bali dan Vice Chairman IHGMA Bali saat memberikan paparannya di salah satu Kampus Pariwisata di Bali.

Itu sebabnya Swabawa berharap untuk dapat mendorong bagaimana lembaga pendidikan agar lebih mampu berorientasi ke depan yakni ke arah pembaharuan, kreatifitas dan peningkatan di berbagai bidang. “Melalui konsep digital yang komprehensif, penelitian dapat lebih berkembang dan kaya akan resources, proses pendidikan dan pelatihan lebih cepat dan produktif karena tidak berbatas waktu serta tempat. Dan yang terpenting juga adalah pekerjaan analisa menjadi lebih konkrit, valid dan terstruktur karena pemanfaatan big data dalam era revolusi industri 4.0 ini” imbuh Swabawa yang juga founder SWAHA Hospitality Bali dan Vice Chairman IHGMA Bali ini.

BACA JUGA:  Bebas Uang Gedung, PPDB SMK Teknologi Wira Bhakti Denpasar sudah dibuka

Kompetensi yang selama ini digalakkan pemerintah juga harus benar-benar termonitor dengan baik termasuk kualifikasi assessor dan metode assessment-nya. Jangan sampai sistem digital yang digunakan menguji kompetensi justru mendegradasi nilai kompetensi dalam output dan outcome nya.

Terkait revolusi industri saat ini yang sedang dalam fase 4.0 dan sebentar lagi ke arah 5.0 , menurut Swabawa bidang pariwisata membutuhkan sumber daya manusia yang tangguh dalam menampilkan kinerja berlandaskan jiwa kearifan lokal dengan tetap mampu memenuhi kebutuhan pasar global yang semakin deras dengan arus perubahan dan modernisasi.

“SDM kita perlu mengadopsi sifat-sifat robotic yang ditimbulkan dari era revolusi industri ini dalam proses digitalisasi. Bekerja harus lebih cepat (speedy), menguasai banyak hal bidang ilmu terkait pekerjaannya (multi tasking), mampu menciptakan kualitas sesuai standar dengan minimum pengawasan (automation), menjadi agen perubahan (transforming), solid dan tangguh (integrity) serta sifat-sifat robot lainnya. Jadi kita harus memanfaatkan dan mengadopsi teknologi, karena dia adalah alat namun jangan sampai SDM kita yang digantikan oleh teknologi.”

Diyakininya bahwa layanan hospitaliti akan senantiasa membutuhkan personal human touch walaupun memang ada beberapa pekerjaan yang dapat digantikan oleh mesin atau system misalnya pengurangan tenaga kerja penjualan karena dengan berfungsinya dengan baik sistem e-commerce melalui platform channel manager, revenue management, online reputation, dsb. Terkait hal tersebut Swabawa memaparkannya sebagai konsep Robotic Human Leadership yakni kemampuan manusia dalam memimpin dirinya sendiri untuk memberikan layanan di bidang hospitaliti yang berorientasi pada kepuasan pelanggan di era perubahan saat ini.

Sementara dalam pengelolaan suatu destinasi khususnya Bali, diharapkan juga agar tampil praktisi-praktisi IT yang akan membuat semacam travel itinerary sebagai storyboard untuk “menceritakan” Bali secara digital. Hal ini diyakini akan dapat mengkoneksikan antar destinasi yang ada di Bali sehingga calon turis mendapatkan edukasi awal tentang destinasi yang pada akhirnya akan bermuara pada pemerataan sebaran turis di seluruh Bali. Sehingga tidak menumpuk hanya pada beberapa destinasi yang sudah terkenal. Lembaga pendidikan perlu memikirkan hal ini pula sebagai terobosan strategi marketing kekinian di era digital. (Red/LB/Ariek)

Post ADS 1