DENPASAR, lintasbali.com – Menanggapi dugaan pemalsuan silsilah yang dituduhkan kepada Anak Agung Ngurah Oka selaku ahli waris Jero Kepisah atas tanah seluas 8 hektar di Subak Kredung, Pedungan, Denpasar Selatan yang viral di beberapa media masa di Bali, mendapat tanggapan dari beberapa pihak, salah satunya Ahli Hukum Pemerintahan Dr. Made Jayantara SH., MH., MAP., CLA.
Menurutnya, kebenaran dari silsilah Jero Kepisah hanya dapat dibuktikan oleh aparat Desa setempat. Ia menyebut seharusnya aparat Desa setempat dapat memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum.
Ia juga menyampaikan teori Hans Kelsen dimana suatu produk hukum bisa diuji dengan uji Validitas yaitu menguji bagaimana keberdasarannya, bagaimana kebersumberannya dan konsistensinya. Jika sudah memenuhi ketiga unsur ini baru mengarah ke kewenangan aparat Desa apakah itu benar atau tidak.
“Silsilah itu dibuat oleh ahli Waris, kemudian silsilah harus disahkan apakah namanya diketahui apakah namanya dibenarkan itu oleh aparat Desa setempat. Karena pada dasarnya Aparat Desalah yang tau tentang keluarga ini yang dibuatkan Silsilahnya. Yang berhak memutuskan ini salah dan benar yaitu pengadilan. Harus ada penetapan dari pengadilan. Harus ada dasar pembanding,” kata Dr. Made Jayantara saat ditemui di kediamannya di Denpasar pada Jumat, 6 Januari 2023.
Tegas disampaikannya apabila ada oknum yang membuat silsilah X dan oknum lain membuat silsilah Y dimana keduanya dibuat untuk objek yang sama dan keduanya dibenarkan oleh aparat Desa, maka aparat Desanya yang salah.
“Prinsip kita itu tidak ada kebenaran itu mendua. Pasti satu. Bahasa sansekertanya menyebutka ‘Tan Hana Dharma Mangrwa’, tidak ada kebenaran yang mendua, pasti satu,” tegas Dr. Made Jayantara.
Dugaan pemalsuan silsilah yang dituduhkan kepada A. A. Ngurah Oka, menurut Dr. Made Jayantara diduga adanya penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan oleh aparatur negara dalam penanganan laporan kasus ini, baik itu kewenangan atributif, kewenangan delegatif maupun kewenangan mandat.
“ini aromanya penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan. Penyalahgunaan wewenang itu, dia (aparatur negara) memiliki wewenang, tapi dipergunakan dengan ultra atau berlebihan, yang tidak seharusnya dituduh dia tuduh dengan caranya dia. Sedangkan sewenang-wenang, dia tidak mempunyai kewenangan, tetapi dia memaksakan seolah-olah dia mempunyai kewenangan untuk menentukan seseorang terlibat atau tidak dan lain sebagainya,” paparnya.
Menurutnya, penyidik tidak memiliki kewenangan atas hal itu. Penyidik memaksakan seolah-olah dia yang berhak terhadap hal itu. Apabila akibatnya adalah kompetensi absolutenya di pidana, itu kriminalisasi, tetapi bila akibat hukumnya di tata usaha negara, itu malpraktik.
“Jika penyidik melakukan itu, maka terjadi perbuatan melawan hukum,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kabid Propam Polda Bali, Kombes Pol Bambang Tertianto, yang diketahui saat ini dalam proses mutasi ke Mabes Polri, menanggapi normatif adanya dugaan tersebut.
“Kalau itu kan kasus yang khusus di reserse, kalau ditanyakan ke saya berarti harus ada laporan yang kita (Bid Propam) tangani. Jika ditemukan oknum penyidik yang seperti itu kita akan tangani,” kata Bambang Tertianto usai konferensi pers akhir tahun Polda Bali, Kamis, 29 Desember 2022.
“Pertama tentunya akan ada proses penyelidikan yang dilakukan Paminal (Pengamanan Internal). Nanti akan terbukti apa disitu bisa disiplin, bisa kode etik. Kalau disiplin ditangani Provost (penegakan disiplin dan ketertiban). Kalau kode etik akan ditangani Wabprof (pertanggungjawaban profesi),” pungkasnya.
Sedangkan Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra saat ditemui di sela-sela rilis pengungkapan kasus narkoba di halaman Ditresnarkoba Polda Bali, Denpasar, pada Selasa, 12 April 2022 menyampaikan pihaknya berjanji akan menindak tegas bagi anggotanya yang melanggar disiplin.
“Apapun kita akan berlaku professional. Kalau memang benar adanya dan dia terbukti melanggar, kita akan tindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku pasal-pasal apa yang bisa dikenakan ke anggota yang melanggar. Apapun itu, pungli dan perbuatan yang melanggar disiplin lainnya kita akan tegas,” kata Kapolda Bali saat itu.
Sementara itu, Presiden Jokowi dalam sambutannya yang dikutip Lintasbali.com dari laman resmi www.presidenri.go.id menegaskan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk serius dalam memberantas mafia tanah. Menurutnya, mafia tanah hanya akan menyulitkan masyarakat dalam mengurus sertifikat.
“Kalau masih ada mafia yang main-main silakan detik itu juga gebuk. Ini meruwetkan ngurus sertifikat. Tidak bisa kita biarkan rakyat tidak dilayani urus sertifikat, setuju enggak?”, tegas Presiden Jokowi dalam sambutannya.
Lebih lanjut Presiden Jokowi mengatakan, konflik maupun sengketa tanah di daerah di Indonesia masih banyak terjadi dikarenakan masyarakat tidak memegang hak hukum atas tanah tersebut. Ia mengingatkan agar masyarakat menyimpan dengan baik sertifikat tanah yang merupakan dokumen penting berisi informasi hak kepemilikan tanah.
“Ini penting, ini adalah bukti hak kepemilikan tanah. Kalau ada yang mengklaim ‘ini tanah saya,’ (tunjukkan) ‘oh bukan, tanah saya, sertifikatnya ada’, (mereka) enggak bisa apa-apa. Ini adalah bukti hak hukum atas tanah,” lanjutnya.
Diberitakan Lintasbali.com sebelumnya bahwa tanah seluas kurang lebih 8 hektar di Subak Kredung, Pedungan, Denpasar Selatan yang merupakan milik keluarga Jero Kepisah dengan Anak Agung Ngurah Oka sebagai ahli waris, belakangan tanah tersebut malah diklaim oleh seseorang (EW) yang tidak ada hubungannya dengan Jero Kepisah yang mengaku memiliki silsilah dan mempunyai alas hak IPEDA tahun 1948 dan 1954 atas tanah seluas 8 hektar tersebut.
Bahkan sekarang dugaan pemalsuan silsilah malah dituduhkan kepada A. A. Ngurah Oka atas tanah tersebut dan selama bertahun-tahun dirinya merasa dikriminalisasi oleh oknum penyidik. (AR)