Klungkung, Lintasbali.com – Seratus Dua Belas Tahun silam, tepatnya pada hari Selasa, 28 April 1908 di kota kecil Semarapura Klungkung, terjadi peristiwa bersejarah yang sangat heroik. Ratusan pejuang dengan pakaian serba putih memekikkan perang habis-habisan melawan penjajah Belanda. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Perang Puputan Klungkung.
Peristiwa ini diawali dengan perang Gelgel yang meletus pada tanggal 18 April 1908. Raja Klungkung I Dewa Agung Jambe beserta keluarga dan rakyat Klungkung bertempur habis-habisan (puputan) hingga penuh luka dan gugur dengan gagah berani. Perang ini sungguh tidak seimbang. Raja Klungkung beserta rakyat hanya bersenjatakan tombak dan keris, menghadapi meriam-meriam dan senjata api (bedil) pasukan Belanda.
Namun pekik kesatria dan berani mati tidak menyurutkan sedikitpun untuk untuk mundur dan tetap maju bertempur melawan penjajah Belanda. Semangat bertempur dan kewajiban untuk menunaikan dharmaning ksatria bagi seorang kesatria (raja) dituntaskan hinga tewas di medan perang. Bagi Raja dan rakyat Klungkung, bertempur adalah sikap kesatria dan inilah sikap masyarakat Klungkung – Bali yang sesungguhnya, menempatkan harga diri dan kehormatan diatas segala-galanya.
Inilah sekilas kisah bersejarah yang semangatnya masih menjiwai segala bentuk perjuangan masyarakat di Kabupaten Klungkung khususnya hingga sekarang ini, dan juga masyarakat Bali pada umumnya. Dari kisah sejarah tersebut, terbukti dan teruji bahwa berbagai permasalah yang muncul senantiasa sikap kesatria di kedepankan.
Puputan, sebuah kata yang dikenal dan meresap di semua sanubari masyarakat Klungkung. Tindih dan wirang merupakan sikap kesatria yang sudah dicontohkan oleh para pemimpin dan pendahulunya. Kabupaten Klungkung, sebagai kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Bali, namun tidak surut dan kecil dalam semangat berjuang.
Kecil tapi berani, tentunya dengan wiweka yang tepat, kiranya demikian yang menjiwai masyarakat Klungkung hingga saat ini. Kabupaten kecil dan cukup miskin, tentu tidak mudah bagi para pemimpinnya untuk mensejahterakan rakyatnya. Berbagai kesulitan oleh para pemimpinnya dihadapi dan terus mencoba menerobos untuk mengantarkan masyarakatnya terbebas dari kesengsaraan dan dapat mewujudkan kesejahteraan demi kemajuan dan kepentingan bersama. Setidaknya ada upaya keras bagi pemimpinnya agar kesejahteraan masyarakatnya bisa mengejar dan setara seperti daerah-daerah kabupaten lainnya di Bali.
Bagaimana jiwa “perang puputan” ini masih bisa dipakai sebagai spirit dalam membangun masyarakatnya di Kabupaten Klungkung? Tentunya spirit atau semangat puputan ini senantiasa berkobar namun kedamaian harus tetap juga di kedepankan. Tidak mudah memang, apalagi Kabupaten Klungkung adalah sebuah daerah yang sepertiganya ada di daratan Bali dan dua pertiganya sebagai daerah kepulauan (Nusa Penida, Ceningan, dan Lembongan).
Sangat berbeda dibandingkan dengan daerah Kabupaten lainnya di Bali. Dengan kekayaan alam yang terbatas, namun memiliki daya tarik tersendiri dan bila di kelola dengan baik akan menjadi daerah dengan daya tarik berbeda dengan daerah yang lainnya juga. Hingga saat ini masyarakat Klungkung masih bergelut pada bidang pertanian, perikanan, dan kelautan serta berbagai kerajinan rumah tangga.
Bagaimana dengan pembangunan pada bidang pariwisata ? Pentingkah juga Klungkung untuk ikut-ikutan membangun di bidang pariwisata ?
Tentu, Klungkung bisa membangun pariwisata dengan konsep kepariwisataan yang tetap mengedepankan budaya Bali sebagai ikonnya. Bahkan Kabupaten Klungkung memiliki keunggulan tersendiri dan tidak bisa ditemukan pada daerah atau kabupaten lainnya di Bali, yaitu sejarah.
Sejarah yang tertulis bahwa Klungkung dengan ibukotanya Semarapura pernah sebagai pusat pemerintahan Bali pada jaman raja-raja (kerajaan). Ini sungguh luar biasa dan modal besar dalam membangun kepariwisataan.
Sehingga yang diunggulkan selain keindahan alam laut dan aktivitas wisatanya di Nusa Penida, alam dan industri pertaniannya di Banjarangkan, dan Dawan, serta Kota Semrapura Klungkung sebagai pusat kota, sangat tepat bila Klungkung dikembangkan sebagai daerah dengan tagline “historical & cultural tourism”.
Klungkung tidak perlu berkembang seperti Kuta dan Nusa Dua di Badung, tidak perlu seperti Sanur di Denpasar, tidak perlu juga seperti Ubud di Gianyar, tapi menjadi daerah khusus untuk belajar dan menikmati wisata sejarah di Bali. Banyak tempat dan sumber-sumber sejarah yang bisa dijadikan sebagai objek pariwisata, termasuk karya-karya sastra Bali Kuna sebagai sumber sejarah yang banyak di Kabupaten Klungkung, bisa sebagai pendukung dan pilihan dalam mengembangkan kepariwisataan.
Hal yang juga tetap harus diperhatikan dan dipegang teguh, selain mengembangkan kepariwisataan adalah menjaga dan mengembangkan dunia pertanian. Lahan perbukitan, persawahan, dan tegalan yang menghampar luas di Kabupaten Klungkung, sangat memadai untuk pengembangan indutri pertanian termasuk indutri ikutan berupa industri pasca panen dan sebagainya.
Kenapa hal ini harus dijadikan pegangan ? Melihat kondisi saat ini, dimana seluruh dunia terserah wabah Covid-19, telah meluluh lantahkan dunia pariwisata di Bali, nasional dan internasional, justru yang berkembang dan bisa bertahan adalah dunia pertanian.
Ini adalah gambaran kuat untuk kemudian pemimpim di Kabupaten Klungkung jangan salah mengambil kebijakan dalam mengembangkan pembangunan Klungkung itu sendiri. Jadikan semangat puputan dan totalitas dalam membangun Klungkung dengan perencanaan, strategi, dan eksekusi yang tepat.
Hal ini tidak mudah, namun bila berkaca dari para pendahulu bagaimana mereka berteriak bersatu mempertahankan harga diri atas penindasan penjajah, ini juga bisa dipekikan kembali untuk bersatu dalam membangun Klungkung sebagai daerah pertanian sekaligus sebagai daerah tujuan pariwisata.
Banyak ahli dan para profesional di bidangnya, saat ini giliran untuk dipanggil bersama dan menuangkan ide dan pemikiran bersama dengan dijiwai semangat puputan untuk membangun Klungkung. Semangat “Puputan Klungkung” jadikan sebagai sebuah power besar dan semangat serta pemersatu antara pemimpin dengan rakyatnya dalam membangun Klungkung.
Dengan bersatu, bersinergi dan saling bahu membahu tentu Klungkung bisa menjadi salah satu daerah yang berkembang dengan baik dan bisa mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Luas daerah yang tidak besar, bahkan terpisah antara Klungkung daratan dan laut, jadikan sebagai keistimewaan dan keunikan tersendiri dari daerah lainnya di Bali.
Semua bisa diwujudkan dengan semangat Puputan Klungkung, totalitas hingga tuntas. Tidak apa-apa Klungkung kecil tetapi bergema dan damai, swaha.
“Selamat Hari Puputan Klungkung ke 112 dan HUT Kota Semarapura ke 28”