News

Taksu Tanah Bali Terusik, PH Jero Kepisah: Kejahatan Berkedok Penegakan Hukum

DENPASAR, lintasbali.com – Sidang Perkara : PDM-650/DENPA.KTB/11/2024 terkait dugaan pemalsuan silsilah keluarga Jero Kepisah kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar pada Selasa, 19 Nopember 2024 dengan menghadirkan Anak Agung Ngurah Oka (Ngurah Oka) sebagai terdakwa.

Agenda sidang yaitu Pembacaan Eksepsi/Nota Keberatan dari Penasihat Hukum atas Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana dengan Terdakwa Anak Agung Ngurah Oka yang dibacakan langsung oleh Kadek Duarsa, SH., MH., CLA selaku Penasihat Hukum Ngurah Oka didampingi Wayan Sutita, SH alias Wayan Dobrak, I Dewa Gede Wiwaswan Nida, SH dan I Made Hendriawan, SH., C.NSP

Sidang ini merupakan sidang lanjutan dari sidang sebelumnya yang digelar pada Selasa, 12 Nopember 2024 dengan agenda pembacaan dakwaan. Dalam kesempatan tersebut, Ngurah Oka menyatakan dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) JPU I Gede Gatot Hariawan, SH., MH, itu tidak benar.

Kadek Duarsa, Penasehat Hukum Terdakwa dalam eksepsinya mengatakan, dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM-650/DENPA.KTB/11/22024, tertanggal 28 Oktober 2024 Jaksa Penuntut Umum hanya menitik beratkan pada permasalahan silsilah atau ahli waris, dimana Terdakwa di duga telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat atau memalsukan surat yaitu Silsilah keluarga Terdakwa, dkk tanggal 27 Oktober 2016 yang menyatakan sebagai ahli waris atau keturunan dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) dengan istri Anak Agung Sayu Made (alm) (Mengetahui Kepala Lingkungan Br. Kepisah, Kepala Kelurahan Pedungan dan Camat Denpasar Selatan).

Kadek Duarsa SH MH CLA dan Wayan ‘Dobrak’ Sutita SH dalam eksepsinya mengungkapkan perkara silsilah yang didakwakan terhadap kliennya seharusnya diuji terlebih dahulu secara perdata bukan pidana.

Kadek Duarsa menjelaskan pokok perkara ini berkaitan dengan kepemilikan tanah yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar yang telah bersertifikat hak milik (ber-SHM) yang diterbitkan oleh BPN Kota Denpasar, seluas 8.6 hektar atas nama 14 ahli waris keluarga Jero Kepisah, yang mana salah satu pemegang haknya atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang saat ini ditetapkan sebagai Terdakwa.

“Mengacu pada hal tersebut maka upaya yang seharusnya dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu mengenai kepemilikan alas hak yang sah terhadap tanah yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar baik secara keperdataan maupun Pengadilan Tata Usaha Negara,” kata Kadek Duarsa dalam eksepsinya yang dibacakan di muka sidang.

Surat silsilah yang diduga dibuat atau dipalsukan tersebut sebenarnya adalah Silsilah yang benar yang dimiliki Terdakwa (Puri Kepisah) karena berdasar pada keterangan lebih dari 50 (lima puluh) Bukti Pipil Lontar; daan Berdasarkan “Surat Permohonan Untuk Mendapat Izin Pemindahan Hak Menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor: 14/1961” dengan jelas tertulis “KETERANGAN MENGENAI JANG MEMPUNYAI HAK SEKARANG: Nama Lengkap: I Gst Alit Made (Waris I Gst Gd Raka Ampug) dan bertempat tinggal di Br. Kepisah Pedungan”.

BACA JUGA:  Saling Menguatkan di Tengah Pandemi "ICA Peduli" Bagikan Nasi Bungkus dan Takjil

Sementara itu, JPU yang bertugas di sidang pembacaan Eksepsi/Nota Keberatan dari Ngurah Oka yaitu Jaksa Madya Ni Putu Evy Widhiarini, SH., M.Hum dan Jaksa Madya Isa Ulinnuha, SH., MH.

Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim setelah mendengarkan Eksepsi/Nota Keberatan yang dibacakan oleh Kuasa Hukum Terdakwa, JPU Isa Ulinnuha, SH., MH menyampaikan akan memberikan tanggapan atas apa yang dibacakan tersebut secara tertulis.

“Kami akan menanggapi secara tertulis Yang Mulia,” kata Isa Ulinnuha.

Usai mendengarkan pembacaan Eksepsi/Nota Keberatan oleh Kuasa Hukum Terdakwa, Majelis Hakim yang diketuai Heriyanti, SH., MH menyampaikan sidang kembali dilaksanakan pada Selasa, 10 Desember 2024.

“Kita sama-sama kawal persidangan ini. Kita akan jalankan persidangan secara fair,” kata Majelis Hakim.

Lebih lanjut, upaya untuk memastikan mengenai kepemilikan alas hak yang sah atas objek tanah sengketa dimaksud, ungkap Duarsa dalam eksepsinya, sebenarnya sudah pernah disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi Bali melalui Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023, Perihal: Pengembalian Berkas Perkara atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang disangka melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP untuk dilengkapi Bahwa dalam Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023 dengan tegas disebutkan bahwa Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa.

“Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa yang intinya, bahwa oleh karena ini juga terkait dengan sengketa suatu lokasi lahan atau obyek tanah antara pihak tersangka Anak Agung Ngurah Oka (terdakwa) dengan pihak saksi Anak Agung Ngurah Eka Wijaya (pelapor) maka agar penyidik dapat memastikan status kepemilikan alas hak yang sah terhadap tanah yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar tersebut baik secara keperdataan maupun Pengadilan Tata Usaha Negara,” imbuh Kadek Duarsa.

Lebih lanjut, Kadek Duarsa menyampaikan petunjuk jaksa tersebut sudah selaras dengan surat Jaksa Agung Nomor: B-230/E/Ejp/01/2013, Tertanggal 22 Januari 2013, Perihal: Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objeknya Berupa Tanah, yang isinya:

1. Bahwa bilamana Kajati dan Kajari menerima SPDP dari penyidik yang objek perkara pidananya berupa tanah, maka hendaknya di atensi secara sungguh-sungguh dengan menyikapi secara objektif, profesional dan proporsional sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi.

Melalui Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, telah mendelegasikan kewenangan kepada para Kajari dalam melakukan pengendalian tuntutan perkara tindak pidana umum sehingga dengan kewenangannya diharapkan para Kajati dan Kajari memiliki kemandirian fungsional, keberanian bersikap dan bertindak selaras dengan rasa tanggung jawab profesi yang tinggi.

2. Berikan bimbingan dan petunjuk kepada para jaksa di wilayah hukum masing-masing, bilamana menerima SPDP dari penyidik yang objek perkaranya berupa tanah agar jeli memahami anatomi kasusnya dengan menentukan terlebih dahulu status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki, untuk sampai kepada pendapat bahwa perkara yang bersangkutan adalah perkara pidum atau perkara perdata murni.

BACA JUGA:  Konjen Australia di Bali Gelar Peringatan Hari ANZAC 2023

3. Jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah, dimana status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki, jelas, kuat dan sah menurut ketentuan undang-undang, maka jika ada pihak yang melanggarnya, misalnya berupa penyerobotan tanah, maka kasus tersebut dapat dipidanakan.

Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya, sehingga menjadi objek sengketa perdata, demikian juga sengketa-sengketa dalam transaksi jual beli tanah dimana status hukum kepemilikan telah dimiliki oleh penjual, selanjutnya terjadi sengketa dalam transaksi jual beli tanah yang bersangkutan, maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni sehingga tidak selayaknya dipaksakan untuk digiring masuk ke ranah pidum.

“Namun, nyatanya hal tersebut sengaja diabaikan dan tidak dijadikan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum. Dan dengan diabaikannya hal tersebut diatas, maka semakin memperjelas bahwa perkara ini memang sengaja direkayasa untuk dapat mempermudah Pelapor (Anak Agung Ngurah Eka Wijaya) menguasai tanah yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Pelapor (Anak Agung Ngurah Eka Wijaya),” papar Kadek Duarsa.

“Dalam Eksepsi ini perlu Terdakwa tegaskan pula bahwasannya pelapor (Anak Agung Ngurah Eka Wijaya) tidak berasal dari Puri Kepisah dibuktikan dengan tidak adanya bangunan rumah dan merajan (tempat ibadah) milik Eka Wijaya di Banjar atau Lingkungan Kepisah Pedungan. Bahkan Eka Wijaya juga tidak pernah terlibat dalam upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh keluarga besar Puri Kepisah,” imbuhnya.

“Terlepas dari itu semua, secara hukum hal yang berkaitan erat dengan sengketa silsilah atau keturunan atau ahli waris, maka upaya hukum yang semestinya dilakukan terlebih dahulu terkait dengan permasalahan tersebut adalah dengan cara menguji tentang sah tidaknya Anak Agung Ngurah Oka (Terdakwa) sebagai ahli waris dari I Gst Gd Raka Ampug (alm),” ujarnya.

“Karena itu, aspek hukum yang dominan dalam pengujian sah tidak Anak Agung Ngurah Oka (Terdakwa) sebagai ahli waris dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) dilakukan melalui upaya hukum perdata (hukum waris),” sambungnya.

Lebih lanjut, Wayan ‘Dobrak’ Sutita SH mengungkapkan bahwa Pengujian Surat Pernyataan silsilah GST RAKA AMPUG (alm) Nomor: 593/631/XI/2015, Tanggal 23 Nopember 2015 dan Surat Pernyataan Waris Nomor: 593/434/XI/2016 sudah pernah dilakukan sebagaimana tertuang dalam: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 25/PID.PRA/2017/PN.Dps, Tanggal 19 Desember 2017;

Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 942/PDT.G/2017/PN.Dps tertanggal 11 Januari 2018 dalam perkara antara A.A. Sagung Mirah Adi, SH sebagai Penggugat lawan A.A Sayu Raka Candri, dkk sebagai Para Tergugat dengan Amar Putusan pada poin 3 yaitu “Menyatakan Penggugat dan Para Tergugat (Tergugat I s/d Tergugat XIII) adalah merupakan Para Ahli Waris yang masih hidup dari almarhum Gusti Ampug alias Gst Gd Raka Ampug alias Gst Gde Ampug alias I Gusti Raka Ampug alias Gst Raka Ampug alias I Gst Gd Raka Ampug alias I Gst Gde Raka Ampug alias I Gst Raka Ampug.

BACA JUGA:  Sejak Lama Telah Bantu Desa Ularan, Warga Janji Menangkan Paslon Koster-Giri

Sedangkan silsilah yang digunakan oleh Anak Agung Ngurah Eka Wijaya untuk menuntut hak atas tanah warisan yang terletak di Subak Kerdung, Desa Pedungan belum pernah diuji kebenarannya. Dan yang menjadi tidak masuk dalam logika hukum adalah Jaksa Penuntut Umum, sebutnya, menjadikan silsilah yang belum pernah diuji kebenarannya seolah-olah benar dan bahkan menganggap salah silsilah Terdakwa yang sudah jelas-jelas pernah diuji di pengadilan.

Mengacu pada hal tersebut Kejaksaan Tinggi Bali kemudian kembali memberikan petunjuk untuk melakukan pembuktian terkait sah tidaknya Terdakwa sebagai ahli waris dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) melalui Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023, Perihal: Pengembalian Berkas Perkara atas nama Anak Agung Ngurah Oka yang disangka melanggar Pasal 263 ayat ( 1) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP untuk dilengkapi.

Bahwa dalam Surat No. B-1577/N.1.4/Eku.1/03/2023, Tertanggal 10 Maret 2023 dengan tegas disebutkan bahwa Penyidik harus melengkapi petunjuk jaksa yang intinya bahwa oleh karena surat yang diduga dibuat atau dipalsukan tersebut yaitu merupakan silsilah atau keturunan atau ahli waris, maka agar dibuktikan terlebih dahulu secara keperdataan (hukum waris) apakah tersangka termasuk sebagai salah satu ahli waris yang sah dari I Gst Gd Raka Ampug (alm) atau bukan.

Berdasarkan hal tersebut terlihat jelas bahwa sesungguhnya para penegak hukum dan Anak Agung Ngurah Eka Wijaya telah paham dan mengetahui dasar terjadinya peristiwa hukum tersebut adalah merupakan perbuatan perdata. Akan tetapi, Anak Agung Ngurah Eka Wijaya dan Para Oknum Penegak hukum seolah-olah menutup mata dengan hal tersebut, kemudian membuat kesimpulan bahwa perkara ini adalah perkara pidana.

Sementara unsur-unsur lain dalam perkara pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP ini sengaja dicari-cari agar cocok dan pas saja, padahal sangat menyimpang dari konstruksi dasar dan sistem hukum pidana Kita. Perkara ini menjadi sangat ironis bagi Terdakwa perkara yang seharusnya diselesaikan melalui proses hukum perdata justru terkesan dipaksakan masuk ke ranah hukum pidana sehingga akhirnya Anak Agung Ngurah Oka ditetapkan sebagai Terdakwa.

“Berdasarkan hal tersebut telah tersirat jelas bahwa perkara ini adalah murni perkara perdata bukan pidana, tapi apa boleh dikata “Kejahatan Berkedok Penegakan Hukum“ terus dilakukan hanya karena Pelapor memiliki kemampuan finansial dan disinyalir didukung kekuatan “Mafia Tanah”. Sehingga tidak menutup kemungkinan sistem peradilan yang terjadi saat ini berpeluang untuk dibeli oleh Anak Agung Ngurah Eka Wijaya,” pungkasnya. (Red/LB)

Post ADS 1