DENPASAR, lintasbali.com – Salah satu program recovery pariwisata Indonesia pasca pandemi COVID-19 sesuai semangat Inovasi-Adaptasi-Kolaborasi adalah pemberdayaan pariwisata di desa yang memiliki keunikan potensi sebagai keunggulan.
Hal ini menarik untuk diangkat sebagai penyemangat masyarakat dalam persiapan menyambut paradigma baru kepariwisataan Indonesia.
Dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (21/2) I Ketut Swabawa, CHA selaku Ketua POKJA Bidang Percepatan Desa Wisata Mandiri pada DPP MASATA menyampaikan bahwa program Kemenparekraf RI terkait pengembangan desa wisata mandiri sangat bagus dan tepat sekali.
“Desa Wisata ini menjamur dimana-mana namun sayang selama ini banyak yang tidak tahu dan paham bahwa kriteria Desa Wisata tersebut ada empat dan masing-masing memiliki karakter dan syarat minimum yang harus dipenuhi,” kata Swabawa.
Pihaknya mengatakan, sekarang saatnya Desa Wisata menunjukkan kelas dan keunggulannya sebagai daya tarik wisata yang wajib diperhitungkan oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
“Jadi semakin tinggi kriteria yang dapat dipenuhi, yaitu level mandiri, maka potensi desa tersebut telah tertata dan terkelola dengan baik sebagai destinasi wisata yang berkualitas dan berkelanjutan,” paparnya.
Dijelaskannya bahwa dari indikator pemenuhan kriteria tersebut, pengelola Desa Wisata memerlukan pendampingan yang konsisten dan terstruksur pada pemenuhan aspek SMI (manajemen sumber daya, keterlibatan masyarakat serta tata kelola sebagai industri) dan BAS (branding, advertising dan sales).
“Kedua SMI dan BAS dianggap tantangan bahkan masalah cukup besar bagi rekan-rekan di daerah lain, karena hal ini mengkombinasikan banyak hal termasuk aspek digitalisasi desa wisata, selain juga penerapan sistem digital pada pemenuhan aspek 3A (aksesabilitas, amenitas dan atraksi wisata),” jelas Swabawa.
Disampaikannya, di MASATA telah membentuk kelompok kerja untuk program tersebut diatas dan kebetulan dirinya ditugaskan memimpin selama setahun kedepan sebagai pertanggungjawaban asosiasi yang ditunjuk Kemenparekraf dalam kerjasama pendampingan desa wisata.
Pendampingan Desa Wisata yang dimaksud yaitu memberikan Pelatihan secara online yang dibawakan oleh para expert skala nasional baik praktisi, akademisi, tokoh masyarakat maupun pemerintah kepada 73 DPC di tingkat Kabupaten/Kota se-Indonesia dari yang mendukung program ini.
Swabawa yang juga sebagai Sekretaris Masyarakat Sadar Wisata (MASATA) Wilayah Bali ini menjelaskan bahwa Desa Wisata sebagai kawasan destinasi diyakini dapat menciptakan manfaat bertingkat bagi masyarakat termasuk kerjasama lintas sektoral.
“Yang paling dekat adalah sinergitas pelaku usaha wisata dan pelaku usaha kerajinan di desa akan menggerakan ekonomi yang berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat melalui sektor pertanian, peternakan, perdagangan, transportasi lokal dan sebagainya,” imbuhnya.
“Dari 244 Desa Wisata tahap pertama secara nasional ini kita harapkan dapat bergulir membangun 1.734 Desa Wisata lainnya dari keseluruhan 83.931 desa di Indonesia (data BPS tahun 2018),” pungkas pria yang juga seorang professional trainer ini dan akan hadir sebagai keynote speaker pada seminar Desa Wisata tingkat nasional di Kabupaten Belitung Provinsi Kepri pada 29 Maret 2021 serangkaian Festival Desa Wisata Nusantara 2021. (AR)