News Pariwisata & Budaya

Tantangan Pariwisata di Destinasi Perkotaan

Denpasar, Lintasbali.com – Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam menghadapi kondisi pandemi COVID-19 ini. Khususnya di bidang pariwisata, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Pariwisata mendapatkan bantuan untuk penyelenggaraan pelatihan tata kelola destinasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Ir. MA Dezire Mulyani,M.Si, Kadispar Kota Denpasar pada sambutan pembukaan pelatihan tersebut di Hotel Puri Ayu Denpasar (5/10). “Kami berterima kasih kepada Kemenparekraf karena di tengah anggaran kami yang sangat terbatas , kami dibantu untuk menyelenggarakan pelatihan yang dikhususkan bagi pengelola desa wisata, destinasi wisata dan juga pelaku UKM pendukung kepariwisataan sejumlah 40 orang peserta”, kata Dezire Mulyani.

Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan kepariwisataan dan tata kelolanya dan diikuti oleh peserta yang sebelumnya telah memiliki pengetahuan dasar untuk itu.

Pelatihan diselenggarakan selama 3 hari (5-7 Oktober 2020) dan menghadirkan 6 narasumber. Salah satunya adalah I Ketut Swabawa, CHA yang mewakili Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional bersama rekan dosen lainnya tampak berbagi di hari pertama.

I Ketut Swabawa, CHA yang mewakili Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional

“Saya membawakan 2 topik yaitu Smart Tourism sebagai strategi yang memadukan potensi destinasi dengan teknologi digital serta Sapta Pesona sebagai jiwa dari pengejawantahan standar CHSE (Cleanliness, Health, Safety-Environment -red) di era transisi menuju pariwisata yang berkualitas pada adaptasi kebiasaan baru,” kata Swabawa yang baru saja dilantik sebagai Sekjen DPD MASATA Bali.

Dalam paparan materinya Swabawa menekankan pada upaya yang harus dilakukan oleh pengelola destinasi di wilayah Kota Denpasar agar mampu menarik minat wisatawan lokal warga Bali dan juga wisatawan nusantara.

“Denpasar ini kan ibukota provinsi ya, seyogyanya bisa menarik kunjungan warga dari kabupaten lain untuk mengetahui dan mempelajari tempat wisata yang memiliki nilai historis. Sehingga perlu adanya story telling setiap destinasi. Bagaimana kejayaan Jalan Gajahmada sebagai wisata heritage atau keberadaan DTW Tukad Bindu yang telah ditata sejak beberapa tahun lalu akan menjadi oase di tengah hiruk pikuk perkotaan. Itu mesti dikemas dalam platform digital yang tepat sehingga cakupan promosinya menjadi luas dan ketertarikan orang untuk mencari tempat instagramable photo spot”, tambah Swabawa.

BACA JUGA:  Ahli Waris Merasa Diintimidasi, Pilih Langsung Lapor Propam Polda Bali

Hal menarik juga disampaikan oleh salah seorang peserta pelatihan yang merupakan kepala lingkungan salah satu banjar di Sanur, bahwa penangkaran penyu yang ada di wilayahnya juga menghadapi kesulitan di masa pandemi ini terutama pada penyediaan bahan makanan untuk penyu yang dirawat atau dipelihara disana. “Kami tidak menarik biaya tiket masuk selama ini, kecuali ada pengunjung yang berkenan untuk berdonasi sukarela. Jadi sekarang tidak ada turis maka biaya tersebut harus kami tanggung sendiri. Terasa sangat susah sekali sekarang ini” kata sumber yang enggan disebut namanya itu.

Swabawa berharap ada pihak swasta yang bisa membantu dalam merespon keluhan warga Sanur tersebut. “Untuk pelestarian binatang langka dan dengan mekanisme yang benar seharusnya banyak perusahaan yang bisa membantu melalui program CSR-nya. Karena itu juga masuk sebagai bagian dari keragaman destinasi. Jadi mesti bergotong royong membantunya”, pungkas Swabawa. (Rls)

Post ADS 1