Pendidikan

UNBI Gelar Seminar Nasional Sistem Pembayaran Non-Tunai, Hadirkan Tiga Narasumber Kompeten

DENPASAR, lintasbali.com – Dalam upaya memperluas pemahaman mengenai sistem pembayaran non-tunai, Program Studi Hukum Universitas Bali Internasional, Fakultas Bisnis Sosial Teknologi dan Humaniora bekerja sama dengan Bank Indonesia Provinsi Bali dan Komisi XI DPR RI mengadakan Seminar Nasional menggelar Sistem Pembayaran Non Tunai QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) dalam sistem perbankan Indonesia yang digelar pada Sabtu, 8 Juli 2023 bertempat di Aula Universitas Bali Internasional (UNBI).

Seminar Nasional Sistem Pembayaran Non Tunai QRIS menghadirkan narasumber yaitu I Gusti Agung Rai Wirajaya, SE., MM (Anggota Komisi XI DPR RI), Dr. Dewi Bunga, SH., MH., CLA (Akademisi Hukum) dan Agus Sistyo Widjajati (Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali) dan dimoderatori oleh I Putu Harry Suandana Putra, SH, MH.

Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup kumpulan aturan, lembaga, dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana, guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sistem Pembayaran lahir bersamaan dengan lahirnya konsep ‘uang’ sebagai media pertukaran (medium of change) atau perantara dalam transaksi barang, jasa dan keuangan.

Secara garis besar sistem pembayaran dibagi menjadi dua yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar terletak pada instrumen yang digunakan. Sistem pembayaran tunai menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam) sebagai alat pembayaran.

Sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai, instrumen yang digunakan berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet giro, nota debit, maupun uang elektronik (card based dan server based). Cakupan sistem pembayaran nontunai menjadi 2 jenis transaksi yaitu transaksi nilai besar (grosir) dan transaksi ritel.

Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD(KHOM), Rektor Universitas Bali Internasional

Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) atau biasa disingkat QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. QRIS dikembangkan oleh industri sistem pembayaran bersama dengan Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjamin keamanannya. Semua Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS.

BACA JUGA:  Raih Akreditasi A Nasional, SMK PGRI 3 Denpasar Jadi Pilots Project Sekolah Unggulan

I Gusti Agung Rai Wirajaya dalam materinya berjudul Peran Legislatif Dalam Mendukung Inklusi dan Ekonomi Digital menyampaikan DPR adalah salah satu mitra yang berdasarkan adanya payung hukum dan peran Bank Indonesia dalam menciptakan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dalam bertransaksi di mesin apa saja.

Rai Wirajaya juga mengatakan bahwa sosialisasi sistem pembayaran non tunai, khususnya QRIS perlu terus digencarkan. Ia menyebut tidak cukup mengandalkan pemerintah, tetapi juga perlu dukungan berbagai pihak, seperti mahasiswa maupun tokoh masyarakat.

“Jangan sampai bangsa kita ketinggalan. Tetapi kita bersyukur, sudah terjadi peningkatan dalam rangka bagaimana membuat digitalisasi dengan tentu menjaga keamanan terutama tindak pidana skimming,” imbuhnya.

Ditempat yang sam, Agus Sistyo Widjajati, Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali dalam materinya berjudul Solusi Pembayaran Non-Tunai Berbasis Digital menyampaikan bahwa sistem pembayaran non tunai memiliki berbagai keunggulan, baik dari sisi merchant, konsumtif, maupun pencatatan. Ia menyebut sistem pembayaran non tunai sangat tepat digunakan saat pandemi Covid-19 dan saat ini masih digunakan dilapangan.

Agus juga menyampaikan jumlah merchant di Bali yang sudah menggunakan QRIS sekitar 500ribuan dan jumlah pengguna mencapai satu juta pengguna baru. Ia mengakui penerapan sistem ini masih dihadapkan tantangan seperti masyarakat yang belum menjadikannya sebagai kebiasaan.

“Tetapi kembali lagi ke kebiasaan. Kalau tidak pegang uang, rasanya kurang afdol. Apalagi kalau dia sebagai penjual. Padahal sama saja,” tuturnya.

Agus berharap dengan adanya sosialisasi yang semakin gencar, semakin tingginya keterlibatan generasi muda yang cenderung melek teknologi, tantangan tersebut dapat teratasi.

Sedangkan Dewi Bunga, SH., MH., CLA, salah satu akademisi hukum dalam materinya yang lebih banyak menekankan mengenai hukum pidana dalam sistem pembayaran dan penggunaan rupiah di Indonesia. Sekaligus Ketentuan Pidana Dalam UU No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.

BACA JUGA:  Rampungkan Video Edukasi Usaha Hidroponik, Unud Kolaborasi Dengan UMM

Dewi Bunga mengatakan, pembayaran digital adalah salah satu jenis Financial Technology yang berkembang di Indonesia. Hanya, karakteristik transaksi menggunakan pembayaran digital yang bersifat real-time, tidak tatap muka, dan borderless menimbulkan potensi kejahatan keuangan. Potensi pencurian terjadi pada sektor pembayaran digital yang terdaftar dan berizin serta pembayaran digital ilegal yang tidak terdaftar di Bank Indonesia.

Kejahatan keuangan tersebut dapat berupa tindak pidana pencurian, penipuan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain di bidang keuangan, misalnya: pencurian akun, skimming ATM, penipuan kartu kredit, hingga undian palsu. (AR)

Post ADS 1