DENPASAR, lintasbali.com – Keterbukaan informasi publik merupakan kewajiban dari setiap badan publik, termasuk Universitas Udayana (Unud).
Melalui keterbukaan informasi publik, maka Unud sejatinya tengah mendorong penyelenggaran institusi pendidikan tinggi negeri yang transparan, efektif, efisien, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, tingkat kepercayaan publik kepada unud juga akan semakin meningkat.
Pihak Unud telah berupaya untuk senantiasa terbuka atas segala informasi yang patut diketahui oleh publik.
Penyebarluasan informasi seputar Unud juga telah disampaikan dalam beragam bentuk pemberitaan, baik dalam bentuk cetak maupun elektronik.
Hal ini merupakan bentuk komitmen Unud untuk mendekatkan diri kepada masyarakat, khususnya civitas akademika. Oleh karenanya, masyarakat menjadi tahu dan mengerti tentang segala perkembangan yang menyangkut nama Unud.
Dalam rangka menjamin keterbukaan informasi publik, yakni melakukan evaluasi terhadap pengelolaan keterbukaan informasi publik, salah satunya melalui pelaksanaan kegiatan benchmarking yang dilaksanakan oleh Juru Bicara Universitas Udayana beserta tim terkait isu komunikasi publik pada Universitas Padjajaran (UNPAD) pada tanggal 14 Desember 2021.
Bertempat di Kantor Rektorat UNPAD, pihak Unud yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Tim Juru Bicara (Jubir) Rektor Unud diterima oleh bagian Unit Komunikasi Pubik yang diketuai oleh Dandi Supriadi, M.A. (SUT), PhD. beserta jajarannya.
Selama kegiatan berlangsung, ada banyak hal penting yang diutarakan oleh pihak UNPAD, diantaranya mengenai kualitas dan kuantitas pemberitaan, sumber daya manusia dan sarana/prasarana dalam penyusunan berita, dan teknis pengelolaan media pemberitaan.
Dandi dan jajarannya menegaskan bahwa informasi seputar lembaga perguruan tinggi yang mesti dibagikan kepada publik seyogyanya berpusat pada isu Tri Dharma Perguruan Tinggi, utamanya mengenai hasil riset dari dosen dan mahasiswa yang berkorelasi dengan kebutuhan masyarakat.
Beliau juga menyampaikan bahwa keterbukaan informasi publik bukan semata-mata dinilai dari banyaknya jumlah (kuantitas) pemberitaan yang berhasil dirilis, melainkan lebih pada bobot pemberitaan yang akan dibagikan kepada publik.
Berikutnya terkait sumber daya manusia (SDM) dan sarana/prasarana yang dibutuhkan dalam proses penyusunan berita. SDM tersebut sebaiknya melibatkan perpaduan antara akademisi dan mantan praktisi pers sebagaimana yang diterapkan oleh pihak UNPAD.
Hal yang tidak kalah penting, yakni sarana/prasarana penunjang yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh tim penyusun berita dalam rangka publikasi berita.
Terakhir, seputar teknis pengelolaan berita. Berdasarkan hasil diskusi diketahui bahwa tanggung jawab terhadap teknis pengelolaan berita tidak hanya bertumpu pada pihak universitas.
Setiap fakultas yang di lingkungan universitas harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk turut membantu teknis pengelolaan berita, salah satunya dengan jalan ikut memperoduksi berita.
Sinergi ini penting untuk dilaksanakan, mengingat keterbatasan jumlah SDM yang dimiliki oleh universitas untuk mengumpulkan dan menyusun berita untuk kepentingan lembaga.
Guna menjamin agar kesadaran dan komitmen tersebut benar-benar terwujud, maka sudah selayaknya digelar workshop jurnalistik di lingkungan universitas secara berkelanjutan.
Melalui kegiatan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan civitas akademika tentang ilmu menulis berita dan urgensi pemberitaan bagi nama baik lembaga. (Rls)