Denpasar, Lintasbali.com – Kolaborasi antara Konsulat Jenderal China di Denpasar, Bali Art Club, Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Bali dan Sudakara Artspace bekerja sama menggelar pameran untuk menyampaikan simpati dan solidaritas bagi warga Wuhan khususnya dan masyarakat China pada umumnya yang tengah melakukan penanganan serius terhadap virus korona baru atau Covid-19.
Konsul Jenderal China di Denpasar Gou Haodong menyambut baik gagasan sejumlah seniman untuk pameran ini dan sekaligus mengemas acara tersebut dengan menyongsong peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia yang terjalin sejak 13 April 1950.
Dalam catatan sejarah, hubungan antara Tiongkok dan Indonesia sudah dimulai dari ribuan tahun lalu bahkan jauh sebelum itu dan mencapai titik puncak pada Dinasti Ming sekitar 600 tahun silam, ketika armada Cheng Ho berlayar sampai di Asia Tenggara (tahun 1405 sampai 1433).
“Mulai saat itu, pertukaran dan perdagangan dua daerah tidak pernah putus. Peninggalan atau jejak sejarah dan budaya persahabatan Tiongkok dan Indonesia bisa kita bisa jumpai di mana saja zaman sekarang,” kata Gou Haodong sesaat sebelum pembukaan pameran di Sudakara Artspace, Sudamala Suites & Villas, Sanur, Jumat (6/3).
Menurut Gou pameran ini sekali lagi mencerminkan rasa persahabatan dan doa dari masyarakat Bali. Melalui karya seni, mengingatkan kita akan hubungan persahabatan kedua bangsa sejak lama. “Kini saatnya memandang ke depan, 1,4 miliar jiwa masyarakyat Tiongkok dan 270 juta jiwa masyarakat Indonesia dapat bergandengan tangan untuk bersinergi membangun komunitas manusia senasib sepenanggungan, yang tentu saja akan membawa kebahagian dan kemakmuran bagi kita semua,” tambah Gou.
Tentang wabah yang merebak mendadak di Tiongkok, hingga kini telah mencapai lebih 60 negara telah melaporkan kasus positif terjangkit virus corona (Covid- 19), termasuk Indonesia. la mengajak untuk bersatu, berjuang dan mengatasi kesulitan ini, terutama dengan saling bersimpati dan mendukung. “United, we stand. Divided we fall.
Ketua Bali Art Club Djaja Tjandra Kirana mengatakan pameran ini menghadirkan lukisan karya dari Gou Haodong, Djaja Tjandra Kirana, Wayan Redika, Chusin Setiadikara, Niluh Listya Wahyuni, Polenk Rediasa, Made Kaek, I Made Somadita, Made Duatmika, Made Wiradana.
Selain itu, Teja Astawa, Ida Bagus Putu Purwa, I Made Romi Sukadana, Pande Alit Wijaya Suta, Handy Saputra, Nyoman Wijaya, Made Gunawan, Nyoman Sujana Kenyem, Loka Suara, Ni Komang Atmi Kristiadewi, Nyoman Aryawan, dan Liem Ariawan.
Konjen Gou yang juga seniman kaligrafi menyertakan sebuah karya kaligrafi bertajuk Meskipun Berada di Tempat yang Berbeda-beda, Kita Masih di Bawah Langit yang Sama.’ Karya Gou ini menginspirasi judul pameran yang selain untuk memperingati hubungan diplomatik kedua negara juga solidaritas bagi Wuhan.
Karya lain yang merespons langsung kondisi Wuhan dan dampak virus korona baru di antaranya bisa dilihat pada karya Tjandra, Duatmika, Loka Suara, dan Polenk Rediasa. Dalam karya Polenk yang bertajuk “1.118 Tahun Membisu” menggambarkan lima perempuan bermasker yang menyimbolkan aksi tutup mulut atau membisu.
Karya Polenk terinsipirasi dari kutukan Dewi Danu pada masyarakat Kolok, Desa Bengkala, Buleleng, yang telah merahasiakan pernikahan Raja Jaya Pangus dengan putri dari China Kang Cing Wei yang membuat mereka telah membisu selama 1.118 tahun.
Kini masyarakat berburu masker, apakah ingin membisu dan memutus interaksi? Polenk ingin menyampaikan pesan bahwa sejak 1.118 tahun lalu masyarakat Bali setia dan menghormati Kang Cing Wei sebagai ratu atau saudara tua. Kini kita bersama Wuhan dan masyarakat China yang kena wabah virus corona,” tutur Polenk.
Sementara itu karya yang lain menggambarkan kesalehan sosial kita sebagai warga bangsa bergotong royong menghadapi musibah, saling memberikan semangat, mendorong persahabatan, solidaritas, senasib sepenanggunagn, dan meniupkan keinginan positif menjalin hubungan antarbangsa. Pameran akan berlangsung hingga 16 Maret 2020.
Budayawan Putu Suasta dalam katalog pameran menuliskan, menilik perjalanan sejarah keberadaan orang China dan budayanya di Nusantara, jelaslah kehadiran budaya China di Bali bukanlah budaya yang hadir kemarin sore. Ia telah ada sejak berabad-abad silam dan mengalami proses tingkat akhir dari tahapan akulturasi, yaitu asimilasi.
Kata dia meleburnya produk budaya China yang telah terjadi berabad-abad makin memudahkan terbangunnya kerja sama apa pun, apalagi di bidang budaya, terutama kesenian. “Kesenian adalah aktivitas manusia yang hanya mempunyai kecenderungan estetik dan humanisme, oleh karena itu, memulai mewujudkan kebersamaan melalui kesenian adalah suatu permulaan humanisme yang baik,” tuturnya.
Ketua Perhimpunan Persahabatan IndonesiaTiongkok (PPIT) Bali Cahaya Wirawan Hadi mengatakan kegiatan semisal pameran lukisan ini menjadikan hubungan antarnegara makin nyata terlihat melalui kerjasama berbagai program seperti pertukaran seni dan budaya.
“Beginilah kita mengisi dan menunjukkan secara nyata bagaimana hubungan persahabatan antara Indonesia dan Tiongkok terjalin dengan baik,” katanya. Kata Wirawan pesan utama dari pameran lukisan ini, untuk memberi dukungan kepada sahabat-sahabat di Tiongkok dalam menghadapi musibah yang tengah melanda.
“Begitulah selayaknya sahabat, saling mendukung dan menyemangati,” cetusnya. Direktur PT Griya Usaha Emily Subrata mengatakan mendukung acara ini karena seusai dengan visi perushaaannya yang mendorong tumbuhnya budaya positif, termasuk melalui apresiasi terhadap karya seni rupa yang telah disajikan Sudakara Artspace di Sudamala Suites & Villas sejak properti awal beroperasi pada 2011 lalu.
Sudakara Artspace ingin terus terlibat aktif dalam pemaknaan Bali sebagai daerah yang memiliki kekuatan taksu yang dapat menginspirasi masyarakat dan mereka yang hadir di tempat ini untuk berkarya dan mengapresiasi karya seni dengan lebih mendalam. (Red/LB/Rls)