Pariwisata & Budaya

ADHYĀYA BUDAYA BALI #5 “ILMU PENGETAHUAN SEBAGAI PEMBERSIH DIRI”

Denpasar, Lintasbali.com – Umat manusia diseluruh muka bumi saat ini sedang mengalami cobaan hidup yang cukup berat bahkan sangat sulit. Diberbagai belahan negara mengalami hal yang sama, terdampak oleh wabah atau pandemic corona virus SARS-Cov-2 dengan penyakit yang ditimbulkan disebut Covid’19.

Virus corona SARS-Cov-2 ini adalah virus yang belum pernah dialami oleh manusia. Seluruh dunia sedang fokus untuk menangani serangan virus yang penyebaran sangat masif ini. Ribuan manusia yang terserang virus corona dan positif Covid’19 meninggal dunia. Akibatnya, berbagai negara saat ini mengunci diri (lockdown), mengisoliasi diri untuk memutus penyebaran virus yang ditakuti oleh semua orang.

Serangan Covid’19 juga sudah menyebar dan berjangkit di Indonesia, termasuk Bali. Serangan virus ini tidak memilih tempat dan waktu, hingga kini di Bali beberapa orang sudah terdampak Covid’19. Pemerintah pun serius menangani kondisi ini dan menjadi perhatian seluruh masyarakat Bali.

Menyimak hiruk pikuk dunia dalam beberapa bulan belakangan ini, tepatnya mulai Pebruari 2020, sejak Covid’19 menyerang masyarakat Wuhan di Tiongkok, menjadikan umat manusia diseluruh muka bumi melakukan introspeksi. Evaluasi dan introspeksi diri ini untuk melihat kembali apa yang salah, apa yang sudah dilakukan dan akibat yang dialami oleh manusia? Mungkinkah adanya virus corona dengan penyakit Covid’19 ini akibat ulah manusia itu sendiri? Para akademisi, khususnya para ahli ilmu kedokteran dan kesehatan berlomba-lomba untuk menemukan obat Covid’19 ini.

Pejabat pemerintah, politisi, tokoh penting (spiritual) bahkan para rohaniawan melakukan telaah atas apa yang dialami umat manusia saat ini. Salah satunya yang muncul sebagai pengingat adalah manusia harus menjaga alamnya dengan baik sebagai penopang kehidupan manusia.

Alam dan mahusia harus saling manjaga bersama-sama sehingga terdapat keseimbangan. Semua kejadian ini diyakini terjadi akibat ulah manusia yang semakin rakus dan memperlakukan alam tidak harmonis lagi. Alam telah diperlakukan seenaknya demi kepuasan hidup manusia. Namun jangan lupa, alam lebih pintar dalam menjaga keseimbangannya.

BACA JUGA:  Sukses Gelar RAKERNAS, AHLI Siap Tingkatkan Kontribusi Pembangunan Pariwisata

Masyarakat Hindu Bali menyadari, bagaimana para leluhur mewariskan adat ritual dalam melakukan keseimbangan dan harmonisasi serta tanggungjawab kepada alam, yaitu dengan NYEPI. Perayaan Nyepi selain sebagai peringatan dan mengawali siklus hidup dalam hitungan tahun baru Hindu (tahun Saka), Nyepi dengan Catur Brata Nyepi menjadikan manusia Bali dan alamnya terjaga dan harmonis.

Alam diberikan kesempatan jeda dan berhenti sejenak dari hiruk pikuk manusia. Alam diberikan kesempatan istirahat sehari untuk menyeimbangkan dirinya sehingga manusia bisa selamat. Namun yang dilakukan oleh masyarakat di Bali ini saja tidak cukup. Mungkin tindakan kecil namun bermakna besar yang dilakukan oleh masyarakat Hindu Bali ini kemudian menjadi momentum untuk bisa ditiru dan dilakukan oleh dimensi alam yang lebih luas, yaitu oleh seluruh negara. Sehingga dunia secara utuh memerlukan jeda untuk menjaga keseimbangannya dan membawa dampak alam ini bersih kembali.

Siapa yang bisa memerintahkan agar jeda bagi alam ini dilakukan ? Tidak ada kuasa satu manusia pun di muka bumi ini yang bisa memerintahkannya, kecuali alam itu sendiri.

Dalam ayat suci lontar Tutur Bhuwana Kosa, pada bagian VIII (Iti Jnana Sang Ksepa, 2-3) disebutkan sebagai berikut : Ikang rondhon pinaka soca, sewu phalanya, yan dina dina, ikang prethiwi pinaka soca, satus sewu phalanya, ikang jala pinaka soca, sayuta phalanya. Nihan phalaning bhasma pinaka soca, sewu koti phalanya. Hana ta kaping limaning soca, anghing Jnana soca juga lewih saking soca kabeh, ya ta aprameya phalanya, yeka pawarahangkwe kita Bhatara.

Artinya adalah; jika membersihkan diri dengan daun-daunan, pahalanya seribu. Jika membersihkan diri dengan tanah, pahalanya seratus ribu. Bila membersihkan diri dengan air, pahalanya satu juta. Jika membersihkan diri dengan bhasma, pahalanya seratus juta. Ada lagi pembersih diri yang kelima, yaitu pembersihan diri dengan ilmu pengetahuan, inilah yang paling utama di antara semua pembersihan itu, pahalanya tak terhitung.

BACA JUGA:  Desa Wisata Menjadi Program Unggulan Kemenparekraf dalam Pemulihan Pariwisata

Pada Kitab Manawa Dharmasastra (Manu Dharmasastra), Buku Kelima (V.109), sebagai sebuah kitab suci Weda Smrti tentang Hukum Hindu, dituliskan sebagai berikut: Adbhir gatrani suddhyanti manah satyena suddhyati, vidyatapobhyam bhutatma budhhir jnanena suddhyati. Artinya adalah; tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran dan kejujuran (satya), jiwa manusia (atman) dibersihkan dengan ilmu pengetahuan suci dan tapa brata, kecerdasan (budhi) disucikan dengan pengetahuan yang benar (jnana).

Apa yang dapat disimak dari isi dan makna kedua ayat suci Hindu tersebut ?
Sangat jelas bahwa kita harus lebih waspada dan mendalaminya lebih jauh dengan segala kekuatan ilmu pengetahuan yang dimiliki umat manusia. Sepanjang kehidupan umat manusia, kita selalu belajar dari alam dan yang kita pelajari dari alam itu kemudian menjadi ilmu pengetahuan.

Saatnya kini alam telah menunjukkan kembali kepada kita, kejadian alam maha dahsyat yang sekiranya menjadikan manusia agar mendalami lebih jauh dan menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki sebagai alat untuk membersihkan diri dari kejadian-kejadian yang membahayakan umat manusia. Jangan coba-coba melawan kuasa alam, sadarlah bahwa manusia untuk menghindari mara bahaya akibat murkanya alam, manusia harus ramah dan memperlakukan alam dengan baik.

Hal ini menjadikan manusia terlindungi dan terselamatkan. Jangan juga sekali-sekali menentangnya. Belajarlah dari contoh yang diberikan alam karena itu juga yang disabdakan Tuhan dalam kita suci agama-agama yang ada dimuka bumi, bahwa manusia hanya setitik debu dari kuasa alam di semesta ini.

Pergunakan dengan baik ilmu pengetahuan yang dimiliki, maka kita bisa selamat dan terhindar dari mara bahaya. Alam telah memberikan kita peringatan keras dan jadikan sebagai pelajaran berharga. Pergunakan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mendapatkan kesejahteraan tanpa harus merusak alam. Kita harus bersahabat dengan alam, sehingga kita bisa bersih diri dan alam pun demikian.

BACA JUGA:  IB Gede Sidharta Putra Resmi Jabat Konsul Kehormatan Republik Ceko untuk Bali, NTB dan NTT

Semoga kondisi yang kurang menguntungkan yang sedang menerpa umat manusia saat ini segera berlalu dan hari baik yang membawa keberuntungan segera datang menghampiri kita semua. Kehidupan di alam semesta beserta seluruh isinya diharapkan bisa berjalan normal kembali, svaha.

IB. Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si
Dosen Program Studi Pendidikan Agama
Fakultas Pendidikan – Universitas Hindu Indonesia Denpasar

Post ADS 1