Denpasar, Lintasbali.com – Kemenangan dharma tidak bisa diilustrasikan sebagai sebuah hasil konkrit peperangan, perdebatan ataupun perlombaan semata. Demikian juga bahwa keberhasilan tidaklah diraih dengan gampang, tetapi dirangkai melalui sebuah proses perjuangan yang panjang dari masa ke masa.
Dalam sloka disebutkan “saha yajoas prajah saubwa prajapattih, anena prasawyudham eua satwipa kamaddhuk”. ’Dari sloka tersebut jelas bahwa Manusia saja diciptakan melalui Yadnya maka untuk kepentingan hidup dan berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan Yadnya. Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya.
Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Demi mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup maka kita harus rela mengorbankan sebagian dari milik kita. Hyang Widhi akan merajut potongan-potongan pengorbanan kita dan menjadikannya sesuai dengan keinginan kita. Tentu saja pengorbanan ini harus dilandasi rasa cinta, tulus dan ikhlas. Tanpa dasar tersebut maka suatu pengorbanan bukanlah Yadnya.
Melalui perayaan hari kemenangan Dharma atas Adharma dalam Galungan dapat dijadikan momentum mulat sarira bahwa peran manusia di mercepada adalah bagaimana manusia dapat menjalankan karma wesana secara berkelanjutan dalam sebuah proses sebelum kembali ke alam nirwana.
Hukum karmaphala adalah refleksi sebagai acuan untuk men-dharma-kan segala proses karma wesana tersebut. Bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, demikian sebaliknya hal buruk akan berbuah keburukan pula. Hanya dibedakan dalam waktu : sancita, prarabda dan kriyamana. Sehingga harus disadari bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa memberi jalan baik mudah maupun sulit, bahwa kebenaran akan selalu menang; satyam evam jayate.
Setiap kelahiran manusia selalu disertai oleh karma wasana. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan untuk meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya atman dengan brahman dapat tercapai.
Setiap manusia memiliki utang kehidupan atau jiwa kepada Tuhan, hutang pengetahuan kepada para orang suci dan hutang budhi atau jasa kepada orang tua dan leluhur. Pada umumnya lontar tatwa ataupun yadnya secara langsung maupun tidak langsung sudah pasti tersirat atau bahkan tersurat di dalam lontar tersebut mengenai aspek-aspekketuhanan dalam agama Hindu.
Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu tunggal tiada duanya. Tuhan itu hanya satu, namun orang bijak menyebutnya dengan banyak nama. Tuhan yang tunggal dikenal dalam berbagai macam aspek Beliau. Aspek ketuhanan dalam agama Hindu sangatlah benar – benar memposisikan Tuhan sebagai sesuatu Yang Maha Kuasa.
Dalam konsep Hindu diyakini bahwa Tuhan Maha Kuasa dan Sumber dari segalanya. Tuhan meresapi segala ciptaanNya. Tuhan bersifat Sarva Vyapi Vyapaka artinya Tuhan ada dimana-mana dan meresapi semua atau segala sesuatunya. Tuhan yang maha kuasa dan tak terbatas tidaklah mampu dijangkau oleh manusia dengan yang notabene nya memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Dengan keyakinan bahwa Tuhan Maha kuasa, maka manusia Hindu meyakini apapun yang beliau kehendaki dapat diwujudkan atau dalam pengertian Beliau dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk sesuai dengan kehendakNya. Sebagai yang maha kuasa tentunya Beliau memiliki fungsi yang sangat tak terbatas.
Kesederhanaan yang di ajarkan sejak kecil dalam keluarga menjadi prinsip dasar ajaran Karma Yoga atau bekerja menurut Hindu, yakni bagaimana umat Hindu menjalani hidup yang semestinya dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya agar hidup di dunia secara sejahtera (jagadhita) dan menikmati kebahagiaan. Demikianlah perayaan hari kemenangan dharma ini merupakan proses memperjuangkan dharma dalam diri (bhuwana alit) serta alam semesta (bhuwana agung) untuk mencapai mokshartam jagadhita ya caiti dharma.
Untuk menjaga agar senantiasa jalan kehidupan kita pada arah yang benar dan selalu mendapat sinar suci serta tuntunan Hyang Widhi maka haruslah kita selalu menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan, sebagaimana dalam ajaran Tri Hita Karana. Untuk senantiasa dapat memusatkan pikiran dan memuja Hyang Widhi tidaklah mudah. Perlu kedisiplinan dan keihlasan dalam menjalaninya. Satu-satunya cara agar kita selalu dapat menghubungkan diri dengan Maha Pencipta adalah dengan mempelajari, memahami dan melaksanakan Yadnya.
Yadnya dalam kegiatan karma keseharian adalah sarana untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Terlebih Yadnya dalam bentuk Upacara/ritual jelas merupakan wujud nyata usaha menghubungkan manusia dengan Sang Penciptanya. Cara paling sederhana menghubungkan diri dengan Tuhan adalah melalui sembahyang. Itu sebabnya, seberapapun banyaknya pekerjaan (karma yoga) yang telah dijalankan, sempatkanlah bersembahyang yaitu menghubungkan diri melalui proses kesucian dan keheningan. (Red/Swa)